Loading...
RELIGI
Penulis: Dewasasri M Wardani 15:09 WIB | Selasa, 24 Desember 2019

Yayasan Tunarungu di Gaza Bahagiakan Warga Kristen dengan Hiasan Natal

Hiasan Natal produksi Atfaluna Society for Deaf Children di Gaza kini sudah banyak terima pesanan dari luar negeri. (Foto: abc.net.au/Atfaluna Society for Deaf Children)

GAZA, SATUHARAPAN.COM – Umat Kristen di Jalur Gaza termasuk kelompok minoritas di Palestina, dan sekelompok Muslim yang hidup dengan difabel ingin agar saudara mereka tetap merasakan kebahagiaan saat Natal.

Baru akhir pekan lalu pada Minggu (22/12), umat Kristen di Jalur Gaza akhirnya diperbolehkan oleh Pemerintah Israel untuk pergi merayakan Natal di Bethlehem dan Yerusalem, tapi tetap harus mendapatkan izin dari pihak otoritas.

Jumlah umat Kristen di Gaza tidak sampai seribu orang. Tahun ini proses pengajuan untuk merayakan Natal di dua kota suci tersebut semakin sulit, seperti dilaporkan sejumlah kantor berita di Israel.

Hanya satu dari lima orang yang permohonannya dikabulkan, selebihnya mereka hanya bisa merayakan Natal di Gaza dengan suasana seadanya dan pastinya berbeda dengan di kota-kota lainnya.

Karenanya, agar mereka tetap bisa merasakan suasana dan kebahagiaan saat merayakan Natal, sebuah yayasan Palestina mencoba membantu mereka membuat hiasan Natal.

Kepada Erwin Renaldi dari ABC Indonesia, Atfaluna Society for Deaf Children (ASDC), menjelaskan pembuatan dekorasi Natal sudah mereka lakukan selama bertahun-tahun.

Saat ini Atfaluna yang bermarkas di Jalur Gaza, memiliki 65 pekerja tunarungu yang merancang dan membuat hiasan Natal dengan tangan mereka sendiri.

"Awalnya adalah hiasan unta dan kaos kaki, dan kini sudah berkembang menjadi hiasan Natal yang jenisnya terus bertambah setiap tahun," kata Ghada Abushahla, Project Officer dari Atfaluna.

Hiasan Natal produksi mereka kini bahkan sudah menjadi popular dan berhasil dijual ke luar negeri.

Ghada mengatakan, proyek ini juga merupakan bagian dari pemberdayaan warga tunarungu di Palestina, terutama agar mereka tetap memiliki keterampilan dan penghasilan.

Menurutnya, mereka yang hidup dengan difabel termasuk "yang paling miskin diantara yang miskin" di Palestina, dan seringkali ditolak untuk mendapat pekerjaan, pendidikan, dan pelayanan lainnya.

"Kami ingin mengubah kesan ini, dan menyampaikan pada dunia bahwa orang-orang difabel secara umum, khususnya tunarungu, memiliki kemampuan profesional untuk membuat sesuatu yang berkualitas tinggi dan bersaing secara global."

Tapi lebih dari itu, mereka memiliki misi lebih, yakni sebuah pesan perdamaian dari Palestina.

"Di Gaza, meski umat Kristen hanyalah segolongan kecil, kita ingin menyampaikan pesan perdamaian dan cinta pada dunia, bahwa kita tak membeda-bedakan agama, bahasa, dan keterbatasan," kata Ghada. (abc.net.au)

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home