Loading...
INSPIRASI
Penulis: Yoel M Indrasmoro 06:45 WIB | Sabtu, 01 Juli 2017

Yeremia vs Hananya

Kedua nabi itu sama-sama mengasihi bangsanya. Yang satu menyatakan kehancuran, yang lainnya menyatakan kejayaan. Siapa yang benar?
Nabi Yeremia (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – Yeremia namanya. Artinya: kemuliaan Allah. Mungkin, nama diri itulah yang membuatnya setia menjalani panggilan nabi. Seorang nabi niscaya memuliakan Allah. Aneh rasanya, ada nabi yang memuliakan diri sendiri.

Keinginan memuliakan Allah bukanlah tanpa konsekuensi. Di kalangan nabi sezamannya, Yeremia mungkin termasuk nabi yang paling susah karena harus menyatakan kehancuran bangsanya. Di tengah ancaman militer Babel, bukannya memotivasi umat membela bangsanya, dia malah menyatakan kekalahan total Israel.

Para pemimpin militer menuduh Yeremia memadamkan semangat juang rakyat. Dia dituduh subversib. Tuduhan itulah yang mengantarnya  masuk penjara.

 

Pertikaian Antarnabi Allah

Bantahan terhadap Yeremia, juga muncul dari kalangan nabi yang tak sejalan dengannya, Nabi itu bernama Hananya. Artinya: anugerah Allah.

Mungkin karena nama yang disandang itulah, Hananya merasa Yeremia berdusta. Bagaimanapun, seturut arti namanya, Hananya percaya Allah mengasihi Israel. Dalam pandangan Hananya, Allah tak mungkin membiarkan kehancuran Israel.

Kedua nabi itu sama-sama mengasihi bangsanya. Yang satu menyatakan kehancuran, yang lainnya menyatakan kejayaan. Siapa yang benar?

Pada waktu itu, di tengah suasana perang, kebenaran bukanlah sesuatu yang penting. Tak seorang pun menyukai kekalahan. Buat apa perang kalau harus kalah!

Wajarlah jika para pemimpin Israel lebih suka mendengarkan Hananya ketimbang Yeremia. Mereka lebih suka mendengarkan hal yang enak didengar telinga.

Namun, Yeremia tetap menyatakan apa yang benar. Benar dalam pandangan Yeremia ialah sesuatu yang berasal dari Allah. Yeremia tidak mau berubah pandangan. Dia—sebagai Jurubicara Allah—tetap menyatakan kehendak Allah. Yeremia menyatakan, raja sebaiknya menyerah.

Sebaliknya, Hananya berkata, ”Beginilah firman TUHAN semesta alam, Allah Israel: Aku telah mematahkan kuk raja Babel itu. Dalam dua tahun ini Aku akan mengembalikan ke tempat ini segala perkakas rumah TUHAN yang telah diambil dari tempat ini oleh Nebukadnezar, raja Babel, dan yang diangkutnya ke Babel.” (Yer. 28:2-3).

Yeremia pun langsung menukas, ”Bagus! Mudah-mudahan saja ramalanmu itu menjadi kenyataan, dan TUHAN betul-betul membawa kembali dari Babel barang-barang Rumah TUHAN bersama dengan semua orang yang telah dibuang ke sana.” (Yer. 28:6, BIMK). Mendengar perkataan Yeremia, Hananya pun mengambil gandar yang berada pada tengkuk Yeremia dan mematahkannya (Yer. 28:10)

Dalam ucapan Yeremia tersirat, kesejatian nabi akan tampak kala nubuatnya nyata. Dengan kata lain, Yeremia menyatakan biarlah waktu yang membuktikan siapa nabi Allah sejati: Hananya atau Yeremia.

 

Jurubicara Allah

Sejarah membuktikan Yeremia benar. Sejarah membuktikan pula bahwa Yeremia sungguh mengasihi bangsanya. Namun, sebagai Jurubicara Allah, Yeremia harus mengumandangkan suara Allah. Dia tak boleh mengumandangkan suara hatinya sendiri. Dia juga tak boleh mengumandangkan apa yang orang ingin dengar. Dia hanya boleh mengumandangkan suara Allah.

Jurubicara Allah tak ubahnya loudspeaker—pelantang suara Allah. Dia harus mengatakan kehendak Allah. Tak lebih dan tak kurang. Dia tidak boleh bertindak selaku editor yang mengedit suara Allah, agar pendengarnya senang. Dia juga tidak boleh bertindak selaku penyadur, yang menyesuaikan suara Allah dengan telinga pendengar. Tidak. Dia harus menyatakan kehendak Allah.

Memang bukan perkara gampang karena orang lebih senang mendengarkan apa yang ia ingin dengar. Orang kadang, atau sering, jengah mendengarkan kebenaran. Apa lagi jika kebenaran itu menyakitkan hatinya.

 

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home