Loading...
FLORA & FAUNA
Penulis: Dewasasri M Wardani 10:36 WIB | Kamis, 23 Maret 2017

10 Persen Katak Indonesia Terancam Punah

Ilustrasi. seorang peserta menunjukkan katak pixie afrika (Pyxicephalus adspersus) yang dipamerkan dalam Pameran dan Workshop Reptil di depan Jatim Park 2, Batu, Jawa Timur, Kamis (6/8/2016). (Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto)

BANJARMASIN, SATUHARAPAN.COM – Meski Indonesia mempunyai spesies katak nomor satu di Asia dan nomor dua di dunia setelah brazil, tapi sangat disayangkan 10 persen spesies katak kita terancam kepunahan.

Hal tersebut dikatakan Zainudin yang juga dikenal sebagai peneliti muda dari Pusat Studi dan Konservasi Keanekaragaman Hayati Indonesia Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, di sela-sela kegiatan inventarisasi katak di Jawa Barat bersama Prof Satyabhama Das Biju ahli katak dunia dari Universitas New Delhi India demikian rilis yang disampaikan ke Antara Kalsel, Rabu (22/3).

Indonesia,  merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati terbesar di dunia, termasuk dari jenis amfibi. Setidaknya saat ini terdapat 436 jenis amfibi di Indonesia yang telah berhasil di Identifikasi dan 178 jenis diantaranya dapat dijumpai di Kalimantan bahkan 73 persen endemik.

 

Hampir 30 persen amfibi Indonesia digolongkan International Union for Conservation of Nature (IUCN) Redlist atau daftar merah dalam status data deficient atau belum bisa diidentifikasi secara lengkap menurut para ahli Herpetofauna  IPB atau kelompok hewan dari kelas reptil dan amfibi.

Kurangnya data baik biologis maupun ekologis, mempersulit kegiatan konservasi guna menyelamatkan spesies terancam.

"Diperlukan banyak data baik biologis maupun ekologis, untuk menunjang keberhasilan konservasi spesies nasional tersebut, sedangkan penelitian atau bahkan peneliti untuk hal tersebut masih dapat dikatakan sedikit.

Selain amfibia, Pulau Kalimantan juga memiliki keragaman reptil yang luar biasa. Bahkan Kalimantan dikenal sebagai surganya para herpetologist di dunia.

Buaya senyulong (Tomistoma schegelii), tuntong laut (Callagur borneoensis) atau sejenis kura-kura, dan Biawak tanpa telinga (Lanthanotus borneensis.) adalah merupakan reptilia yang paling diminati pemerhati hepertofauna dunia ini juga termasuk dalam daftar yang terancam punah.

Sementara itu Prof Biju terus memberikan dorongan kepada para peneliti muda yang mengikuti Workshopnya tanggal 12 - 18 Maret lalu, dengan tema Amphibian Field Ecology & Taxonomy di Research Center for Climate Change - Universitas Indonesia Depok - Jawa Barat.

"Indonesia mempunyai banyak spesies Herpetofauna, terutama amfibi, hal ini hendaknya menjadi peluang besar bagi peneliti di Indonesia sekaligus menjadi tugas besar bagi para peneliti, tidak ada yang tidak mungkin untuk menemukan spesies baru dan mempublikasikannya," kata Prof Satyabhama Das Biju.

Perubahan iklim, hilangnya habitat dan perburuan merupakan merupakan momok yang mendorong terjadinya kepunahan massal bahkan menjadi 100 kali lebih cepat, sementara informasi mengenai objek-objek yang dikonservasi tersebut minim.

"Inilah yang dapat menyebabkan, spesies tersebut punah sebelum dipelajari atau bahkan ditemukan. Untuk itu perlu adanya upaya perlindungan bagi spesies-spesies Herpetofauna yang ada, terlebih yang belum teridentifikasi dan terisolasi ", kata Zainudin . (Ant)

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home