120 Rohingya Mendarat di Aceh, Setelah Berhari-hari Terapung-apung di Laut
Mereka hendak ke Malaysia, kapal kayu bocor, mesinnya rusak, dan ditolong TNI Angkatan Laut.
LHOKSEUMAWE, SATUHARAPAN.COM-Sekelompok 120 Muslim Rohingya diturunkan dari kapal yang hanyut selama berhari-hari di Provinsi Aceh, dan ditarik oleh kapal angkatan laut ke pelabuhan, kata para pejabat, hari Jumat (31/12).
Perahu kayu para pengungsi dilaporkan bocor dan mesinnya rusak. Upaya penyelamatan penumpang, yang sebagian besar perempuan dan anak-anak, dimulai setelah pemerintah Indonesia pada hari Rabu mengatakan akan mengizinkan mereka berlabuh karena kondisi di kapal sangat parah.
Kapal yang rusak itu ditarik oleh kapal angkatan laut pada hari Kamis (30/12) pagi dari lokasinya sekitar 53 mil (85 kilometer) di lepas pantai Bireuen, menuju pelabuhan Krueng Geukueh di Lhokseumawe, sebuah kota pesisir di kabupaten Aceh Utara, kata juru bicara komando armada angkatan laut barat Kolonel La Ode M. Holib.
Gelombang tinggi dan cuaca buruk menghambat operasi penyelamatan, dan kapal angkatan laut bergerak dengan kecepatan lima knot (5,7 mil) per jam untuk mencegah kapal yang ditarik terbalik, kata Holib. Kapal berlabuh dengan aman tepat setelah tengah malam hari Jumat.
Pihak berwenang menggunakan bus untuk memindahkan pengungsi Rohingya dari pelabuhan ke gudang terdekat, menyediakan tempat penampungan sementara di tengah hujan lebat. Para pengungsi semuanya akan tes untuk virus corona, tambah Holib.
Perahu itu pertama kali terlihat oleh nelayan setempat pada hari Minggu (26/12) sekitar 60 mil (96 kilometer) di lepas pantai Bireuen, kata Badruddin Yunus, pemimpin komunitas nelayan suku setempat.
Dia mengatakan nelayan memberikan makanan, air dan pakaian kepada para penumpang, termasuk 60 perempuan, 51 anak-anak dan sembilan pria, yang mengatakan mereka ingin pergi ke Malaysia dan telah melaut selama 28 hari sebelum mesin kapal rusak.
Video yang diperoleh The Associated Press dari angkatan laut Indonesia menunjukkan perahu kayu para pengungsi yang dipenuhi puluhan anggota komunitas etnis Rohingya mengambang di laut. Perempuan dan anak-anak di atas kapal berteriak minta tolong saat kapal angkatan laut mendekati kapal mereka, dan petugas di kapal karet mengantarkan makanan dan persediaan lain kepada mereka.
Badan pengungsi Perserikatan Bangsa-bangsa menyatakan siap membantu pemerintah Indonesia dan masyarakat setempat dalam mempersiapkan Rohingya, termasuk menetapkan proses karantina sesuai dengan protokol kesehatan.
Lebih dari 700.000 Muslim Rohingya telah melarikan diri dari Myanmar yang mayoritas beragama Buddha ke kamp-kamp pengungsi di Bangladesh sejak Agustus 2017, ketika militer Myanmar melancarkan operasi pembersihan sebagai tanggapan atas serangan oleh kelompok pemberontak. Pasukan keamanan Myanmar telah dituduh melakukan pemerkosaan massal, pembunuhan dan pembakaran ribuan rumah.
Kelompok-kelompok Rohingya telah berusaha untuk meninggalkan kamp-kamp yang penuh sesak di Bangladesh dan melakukan perjalanan melalui laut dalam perjalanan berbahaya ke negara-negara mayoritas Muslim lainnya di wilayah tersebut.
Malaysia yang didominasi Muslim telah menjadi tujuan bagi kapal-kapal itu, dan para pedagang telah menjanjikan kehidupan yang lebih baik kepada para pengungsi di sana. Namun banyak pengungsi Rohingya yang mendarat di Malaysia menghadapi penahanan.
Meskipun Indonesia bukan penandatangan Konvensi Pengungsi 1951 Perserikatan Bangsa-bangsa, UNHCR mengatakan bahwa peraturan presiden 2016 memberikan kerangka hukum nasional yang mengatur perlakuan terhadap pengungsi di kapal yang mengalami kesulitan di dekat Indonesia dan untuk membantu mereka turun.
Ketentuan ini telah diterapkan selama bertahun-tahun, terakhir pada bulan Juni ketika 81 pengungsi Rohingya diselamatkan di lepas pantai Aceh Timur. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Petugas KPK Sidak Rutan Gunakan Detektor Sinyal Ponsel
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar inspeksi mendadak di...