Loading...
DUNIA
Penulis: Melki Pangaribuan 16:29 WIB | Jumat, 12 Agustus 2016

15 Negara Serukan Referendum Lengserkan Presiden Venezuela

Jika referendum itu digelar tahun ini dan Maduro kalah, konsititusi menyerukan pemilu baru di negara Amerika Selatan itu.
15 Negara Serukan Referendum Lengserkan Presiden Venezuela
Gubernur Negara Bagian Miranda Henrique Capriles berdebat dengan polisi saat dia memimpin aksi unjuk rasa yang mencoba memasuki Mahkamah Pemilu di Caracas, untuk menuntut pengesahan penggalangan tanda tangan yang meminta referendum terhadap Presiden Nicolas Maduro, 7 Juni 2016. (Foto: Juan Barreto/AFP)
15 Negara Serukan Referendum Lengserkan Presiden Venezuela
Presiden Venezuela, Nicolas Maduro. (Foto: Dok. satuharapan.com)

WASHINGTON, SATUHARAPAN.COM - 15 negara anggota Organisasi Negara-Negara Amerika (Organization of American States/OAS), pada hari Kamis (11/8) menyerukan agar Venezuela “segera” bertindak untuk memungkinkan jalannya referendum guna melengserkan Presiden Nicolas Maduro dari jabatannya sebagai jalan keluar dari krisis yang kian memburuk.

Negara-negara anggota OAS mengeluarkan sebuah pernyataan gabungan setelah pemimpin otoritas pemilu Venezuela menyusun jadwal yang tampaknya ditujukan untuk mendesak pelaksanaan referendum pada 2017.

“Kami menyerukan kepada otoritas Venezuela untuk memastikan penerapan hak konstitusional rakyat Venezuela dan agar langkah lainnya untuk merealisasikan referendum diupayakan dengan jelas dan segera, dan hal itu dapat membantu mempercepat resolusi terhadap masalah politik, ekonomi dan sosial saat ini,” ungkap pernyataan gabungan itu.

Kerangka waktu tersebut penting karena jika Maduro ditetapkan turun dalam referendum setelah 10 Januari, dia perlu menyerahkan kekuasaannya kepada wakil presidennya.

Jika referendum itu digelar tahun ini dan Maduro kalah, konsititusi menyerukan pemilu baru di negara Amerika Selatan itu.

Oposisi pada tahun ini telah mendesak referendum, tetapi Dewan Pemilihan Umum Nasional (National Electoral Council/NEC) memperlambat proses permohonan petisi yang menuntut pengumpulan dan validasi jutaan tanda tangan sebelum pemilu dapat dilanjutkan.

Aksi Demonstrasi

Sebelumnya aksi demonstrasi menuntut referendum pelengseran Presiden Nicolas Maduro berakhir ricuh, seperti terjadi pada hari Kamis (9/6). Sejumlah polisi antihuru-hara melepaskan tembakan gas air mata dan peluru karet ke arah mahasiswa dari Central University of Venezuela.

Rangkaian aksi demo menuntut Maduro untuk turun dari jabatannya sudah bergulir sejak bulan Maret 2016, dimulai dari kelompok oposisi Venezuela. Krisis ekonomi dan sosial menjadi pemicu di masyarakat yang membuat kondisi memburuk.

Aliansi oposisi memulai kampanye untuk menggulingkan Maduro dengan berbagai cara, di antaranya demonstrasi, serta usulan referendum penurunan presiden dan amandemen konstitusi.

“Venezuela saat ini tengah kacau. Mereka berjanji, namun tidak membuktikannya. Yang terjadi justru penderitaan yang terus bertambah, tingkat kriminalitas yang tinggi, dan penghancuran yang terus terjadi,” kata Ruth Brienco (35), mahasiswa hukum asal Chacao, yang ikut serta dalam aksi demonstrasi seperti yang dilansir dalam laman berita Antara, 13 Maret lalu.

Selain mahasiswa dan warga, Gubernur Negara Nagian Miranda Henrique Capriles juga ikut aksi turun ke jalan. Miranda yang memimpin aksi itu sempat berdebat dengan aparat polisi karena polisi tidak membolehkan pengunjuk rasa masuk ke gedung Mahkamah Pemilu di Caracas pada hari Rabu (7/6).

Mereka menuntut untuk segera disahkannya penggalangan tanda tangan yang meminta referendum terhadap Presiden Nicolas Maduro. (AFP)

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home