Loading...
SAINS
Penulis: Sabar Subekti 17:34 WIB | Minggu, 09 Februari 2020

200 Juta di Seluruh Dunia Telah Menjalani Sunat Perempuan

Peralatan dipersiapkan untuk proses FGM di Mesir. (Foto: dari Al Ahram)

SATUHARAPAN.COM-Mutilasi alat kelamin perempuan (Female Genital Mutilation / FGM) tetap terlihat lazim seperti 30 tahun yang lalu di beberapa negara. Situasi itu menghambat upaya global untuk memberantasnya, kata badan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk anak-anak, UNICEF. Tanggal 6 Februari (tahun ini jatuh pada hari Kamis) diperingati sebagai  Hari Toleransi Nol Internasional untuk FGM.

Menurut UNIFEC, satu dari empat gadis dan perempuan yang menjalani FGM atau sunat perempuan dilakukan oleh tenaga kesehatan. Itu berarti dialami oleh sekitar 52 juta perempuan di seluruh dunia.

Meskipun dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih dan profesional, UNICEF mengatakan bahwa FGM melanggar hak-hak dasar perempuan, integritas dan kesehatan mereka. Direktur Eksekutif UNICEF, Henrietta Fore mengatakan, "Melakukan medikasi praktik (FGM) tidak membuatnya aman, bermoral, atau dapat dipertahankan."

FGM terbesar dilakukan pada gadis remaja (usia 15-19 tahun) yang mencakup 34 persen. Sedangkan kelompok usia 45-49 tahun sebesar 16 persen.

UNICEF mengatakan bahwa  FGM yang dilakukan di layanan kesehatan, klinik, dan di rumah sangat umum di Somalia, Mesir dan Sudan, meskipun Mesir memiliki undang-undang yang melarangnya pada tahun 2008. Di dua negara itu 8 dari 10 anak perempuan menjalani FGM di tangan tenaga medis.

Kasus kematian gadis remaja berusia 12 tahun di Mesir bulan lalu  memicu kemarahan dan kecaman internasional.

Dalam dua dekade terakhir, proporsi anak perempuan dan perempuan di negara-negara dengan prevalensi tinggi yang ingin menghentikan praktik ini meningkat dua kali lipat, menurut analisis baru UNICEF. Anak perempuan remaja cenderung menentang praktik ini dibandingkan perempuan yang lebih tua, menurut analisis. Di Mesir, Sierra Leone, dan Guinea, sekitar 50 persen gadis-gadis remaja mungkin menentang FGM.

"FGM berakar pada ketidaksetaraan jender, dan langkah pertama untuk mengakhirinya adalah mengubah pikiran orang," kata Fore.  Prevalensi FGM menurun dalam tiga dekade terakhir, tetapi setidaknya 200 juta anak perempuan dan perempuan yang hidup hari ini telah menjalani FGM di 31 negara, berdasarkan data yang tersedia. Sekitar 68 juta anak perempuan berisiko menjalani FGM pada tahun 2030. Pada tahun 2020 saja, lebih dari 4 juta gadis-gadis di seluruh dunia berisiko menjalani FGM.

Fakta Tentang FGM

Berikut ini beberapa fakta tentang praktik FGM di seluruh dunia yang dikutip dari UNICEF dan  Al Ahram:

FGM dipraktikkan sejak lebih dari 2.000 tahun lalu di banyak latar belakang budaya dan agama.

Diperkirakan 200 juta anak perempuan dan perempuan di seluruh dunia telah menjalani FGM.

Praktik ini umumnya dilakukan di 30 negara, sebagian besar di Afrika, meskipun penelitian menunjukkan hal itu dapat dilakukan oleh masyarakat di 50 negara di seluruh dunia.

Praktik ini sering kali dibenarkan oleh alasan budaya atau agama, didukung oleh keinginan untuk mengendalikan seksualitas perempuan.

FGM biasanya melibatkan pengangkatan sebagian atau seluruh genitalia eksternal. Dalam beberapa kasus, lubang vagina dijahit. Prosedur lain, yang lebih umum di beberapa bagian Asia, termasuk mencungkil atau menusuk klitoris.

Praktik ini dapat menyebabkan masalah kesehatan mental dan fisik jangka panjang, termasuk infeksi kronis, masalah menstruasi, infertilitas, kehamilan dan komplikasi persalinan.

Somalia memiliki prevalensi FGM tertinggi di dunia (98% perempuan telah menjalani FGM), diikuti oleh Guinea, Djibouti, Mali dan Sierra Leone. Mesir memiliki jumlah perempuan terbanyak yang telah menjalani FGM.

Sebagian besar dari 28 negara di Afrika di mana FGM endemik telah ada aturan yang melarangnya, meskipun umumnya lemah dalam penegakannya. Negara-negara yang tidak memiliki hukum adalah Liberia, Mali, Sierra Leone, dan Somalia.

Ada kecenderungan yang meningkat untuk FGM untuk dilakukan oleh para profesional kesehatan daripada pemotong tradisional, khususnya di Mesir, Guinea, Kenya, Nigeria dan Sudan.

Para pemimpin dunia telah berjanji untuk mengakhiri FGM pada tahun 2030, tetapi praktiknya tetap sama seperti 30 tahun yang lalu di Somalia, Mali, Gambia, Guinea-Bissau, Chad dan Senegal. Bahkan di negara-negara yang sebelumnya FGM kurang umum, terjadi peningkatan, setidaknya 10 kali lebih cepat dari sebelumnya.

Di negara-negara yang masyarakatnya mempraktikkan FGM, tujuh dari 10 perempuan berpikir praktik ini harus berakhir. Setengah dari perempuan yang telah menjalani FGM ingin hal ini dihentikan.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home