Loading...
FOTO
Penulis: Dedy Istanto 19:38 WIB | Kamis, 21 Januari 2016

9 Tahun Kamisan: Quo Vadis Nawa Cita Bidang Penegakan HAM?

9 Tahun Kamisan: Quo Vadis Nawa Cita Bidang Penegakan HAM?
Istri mendiang aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir, Suciwati saat menunjukkan tagline yang bertuliskan sembilan tahun aksi Kamisan yang digelar di seberang Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (21/1). Aksi Kamisan ke-427 kali ini meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk segera menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu dan segera meminta Jaksa Agung untuk menyidik berkas yang telah diserahkan oleh Komnas HAM. (Foto-foto: Dedy Istanto).
9 Tahun Kamisan: Quo Vadis Nawa Cita Bidang Penegakan HAM?
Aksi Kamisan ke-427 yang digelar di seberang Istana Negara Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat yang sudah berjalan selama 9 tahun memperjuangkan mencari keadilan dan kebenaran.
9 Tahun Kamisan: Quo Vadis Nawa Cita Bidang Penegakan HAM?
Keluarga korban pelanggaran HAM masa lalu saat menggelar aksi Kamisan ke-427 kali di seberang Istana Negara, Jakarta Pusat dalam memperjuangkan keadilan dan kebenaran terhadap kasus-kasus HAM yang sampai saat ini belum terselesaikan.
9 Tahun Kamisan: Quo Vadis Nawa Cita Bidang Penegakan HAM?
Maria Catharina Sumarsih (kiri) ibu kandung dari Benardinus Realino Norma Irawan yang menjadi korban tragedi Semanggi saat ikut aksi Kamisan yang digelar di seberang Istana Negara, Jakarta Pusat.
9 Tahun Kamisan: Quo Vadis Nawa Cita Bidang Penegakan HAM?
Seorang warga melintas dengan membawa gerobak yang dipenuhi ban bekas saat melintas di depan aksi Kamisan ke-427 yang digelar di seberang Istana Negara, Jakarta Pusat dalam memperjuangkan keadilan dan kebenaran dari kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu.
9 Tahun Kamisan: Quo Vadis Nawa Cita Bidang Penegakan HAM?
Peserta aksi Kamisan yang membawa tagline sebagai pesan dalam rangka memperingati sembilan tahun aksi diam dengan payung hitam dalam memperjuangkan keadilan dan kebenaran dari kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu yang sampai saat ini belum terselesaikan.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sembilan tahun aksi “Kamisan” digelar di seberang Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, hari Kamis (21/1). Aksi diam ke-427 dengan payung hitam kali ini mengusung isu “Quo Vadis Nawa cita di bidang Penegakan hak asasi manusia (HAM)?”

Aksi “Kamisan” yang dimulai sejak hari Kamis (18/1/2007) ini dihadiri oleh sejumlah korban dan keluarga korban pelanggaran HAM di masa lalu, serta istri mendiang aktivis HAM Munir, Suciwati, dan juga para pegiat HAM dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).

Dalam aksinya para korban dan keluarga korban menilai program Nawa Cita yang diluncurkan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu dinilai makin tidak menjanjikan. Nawa Cita tidak terlaksana karena pembantu Presiden kurang sempurna menjabarkan ajakan “Ayo kerja”.

Di antaranya, Kejaksaan Agung yang tidak kunjung menindaklanjuti berkas penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) ke tingkat penyidikan. Belum melangkah kerja, tetapi sudah menyatakan sulit mencari bukti yang cenderung hanya ingin melakukan hal ringan, yaitu penyelesaian secara non-yudisial berupa penyesalan negara.

Menurut para korban, sembilan tahun bukan waktu yang pendek, suka dan duka dialami dalam perjuangan mencari kebenaran, keadilan, melawan lupa dan tidak terjadi impunitas. Apabila penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu diarahkan secara non-yudisial, apalagi hanya berupa bentuk penyesalan negara, maka Nawa Cita dalam bidang penegakan HAM dinilai tidak bermakna bagi bangsa dan negara.

Melihat hal itu para korban dan keluarga korban meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk segera bertindak dan bersikap memberikan perintah kepada Jaksa Agung untuk segera menindaklanjuti berkas penyelidikan Komnas HAM atas kasus Trisakti-Semanggi I dan II, kerusuhan bulan Mei 1998, penghilangan paksa orang, kasus Talangsari-Lampung, tragedi tahun 1965, dan Wasior Wamena.

Selain itu meminta kepada Joko Widodo untuk mengarahkan terbentuknya pengadilan HAM Ad hoc untuk masing-masing kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dan pengadilan HAM kasus Wasior Wamena dengan hakim dan jaksa yang terintegritas. Dan terakhir menindaklanjuti temuan baru atas pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib.  (PR)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home