Loading...
DUNIA
Penulis: Prasasta Widiadi 10:09 WIB | Minggu, 05 Juli 2015

Akademisi Prediksi Filipina Sulit Menang Sengketa Laut China Selatan

Ilustrasi dari GoogleMaps posisi Filipina di Laut China Selatan dan Pulau Spratley yang dikuasai Tiongkok. (Foto: maps.google.com).

SINGAPURA, SATUHARAPAN.COM – Ian Storey, pakar Laut China Selatan dari Singapore’s Institute of South East Asian Studies mengemukakan Tiongkok kemungkinan besar menang dalam sengketa Laut China Selatan atas Filipina.

“Tampaknya dari sisi hukum apabila diajukan ke mahkamah internasional maka akan sangat akomodatif bagi Tiongkok yang dipertimbangkan dari sisi sejarah,” kata Ian seperti diberitakan channelnewsasia.com, Minggu (5/7).

Namun dia tidak benar-benar mengecilkan harapan Filipina memenangkan sengketa. “Mereka (Tiongkok) saat ini berjuang keras sedapat mungkin, dan sepertinya Tiongkok akan memperdebatkan hal tersebut,” kata dia.

Tanpa izin Tiongkok, menurut Ian, Filipina tidak dapat memerintah atau berdaulat atas Laut China Selatan di sengketa yang akan berlangsung di markas ICC (Mahkamah Kejahatan Intenrasional) pada Selasa (7/7) mendatang di Den Haag, Belanda.

Pemerintah Filipina mengajukan kasus Laut China Selatan pada  2013 untuk mencari kepastian hukumnya, agar dapat  mengeksploitasi perairan Laut China Selatan di mil 200-laut zona ekonomi eksklusif (ZEE) seperti yang diperbolehkan dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS).

Kasus ini sedang diawasi ketat oleh pemerintah Asia dan Amerika Serikat. Namun saat ini ketegangan meningkat di Laut China Selatan, terutama di kepulauan Spratly, di mana Tiongkok menciptakan tujuh pulau buatan yang akan memungkinkan angkatan lautnya untuk projek listrik.

Tiongkok mengklaim sebagian besar jalur air, termasuk banyak terumbu karang. Di sisi lain Manila menganggap kegiatan pembuatan pulau tersebut ilegal karena berada dalam ZEE Filipina. Bagian dari ZEE tersebut, menurut Filipina, kaya akan perikanan dan deposit energi. Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Taiwan juga memiliki klaim ke Laut China Selatan, karena negara-negara tersebut mendapat keuntungan 5 triliun dolar AS dari aktivitas lalu lintas kapal dan udara untuk kegiatan niaga  setiap tahun.

Hukum laut – menurut UNCLOS (organisasi PBB yang mengatasi hak sebuah negara atas laut) – tidak  termasuk kedaulatan, tetapi hanya dapat mengklaim zona ekonomi, seperti pulau, dan sumber daya laut.

Ian menambahkan apabila keputusan dari ICC telah ditetapkan maka masih harus menunggu antara enam hingga 12 bulan lagi agar ketetapan tersebut berlaku. (channelnewsasia.com)

 

Ikuti berita kami di Facebook

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home