Loading...
INDONESIA
Penulis: Dewasasri M Wardani 12:11 WIB | Jumat, 22 April 2016

Akhir Pelarian Samadikun Hartono

Terpidana kasus BLBI, Samadikun Hartono, tiba di Bandara Halim Perdanakusuma bersama Kepala BIN Sutiyoso, Kamis (21/4/2016). (Foto: Dok. satuharapan/ tribunnews.com)

SATUHARAPAN.COM - Samadikun Hartono  atau Ho Sioe Kun buron kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) , telah ditangkap pada  Minggu (17/4 ) lalu, oleh tim pemburu koruptor saat menonton Formula 1 di Shanghai, Tiongkok. Ini merupakan akhir dari pelariannya, sejak ia kabur saat akan dieksekusi berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI tertanggal 28 Mei 2003.

Samadikun lahir di Bone, Sulawesi Selatan, pada 4 Januari 1948. Seperti yang dikutip dari kejagung.go.id. Ia tercatat beralamat di Jalan Jambu Nomor 88 RT 05 RW 02, Kelurahan Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat. Ia adalah pemimpin PT Inti Putra Modern sebagai perusahaan induk Grup Modern, seperti yang dikutip dari  wartaekonomi.co.id.

Jaringan bisnis ini semula dirintis  oleh ayahnya yakni Otje Honoris atau Ho Tjek pada tahun 1965, adalah seorang pria kelahiran Singapura yang dibesarkan di Makassar, Sulawesi Selatan. Tahun 1965 Otje pindah ke Jakarta dan membuka kios kecil yang menjual peralatan fotografi di kawasan Pasar Baru, Jakarta. Bisnis Otje kemudian berkembang hingga menjadi distributor peralatan fotografi dan juga memberikan layanan percetakan foto berwarna. Pada 1971 Otje mendirikan PT Modern Photo Film, dan menjadi distributor tunggal produk-produk Fuji Photo Film Co Jepang dengan merek Fuji di Indonesia. Setelah Otje meninggal pada tahun 1982, bisnis Grup Modern diteruskan oleh keempat anak Otje, yaitu Luntungan Honoris, Sungkono Honoris, Samadikun Hartono, dan Siewie Honoris.

Samadikun, dipercaya sebagai pemimpin bisnis grup. Mereka mendirikan PT Inti Putra Modern sebagai perusahaan induk Grup Modern. Selain bisnis fotografi di bawah PT Modern Photo Film, Grup Modern kemudian merambah ke berbagai  sektor bisnis lainnya, mulai dari industri (industri kamera, kosmetik, elektronik), perdagangan (distributor tunggal Fuji dan Hitachi), properti (real estat, hotel, apartemen), transportasi (freight forwarding), keuangan (bank, pembiayaan, asuransi), pariwisata, hingga jasa advertising.

Pada 1996 total aset Grup Modern diestimasi mencapai Rp 2,5 triliun, dan Grup Modern termasuk grup konglomerat papan atas di Indonesia. Namun, krisis moneter yang tiba-tiba melanda Indonesia pada 1997 ikut meluluh-lantakkan bisnis Grup Modern. Kelompok usaha ini langsung menghadapi problem utang menggunung. Bank Modern, anak usaha Grup Modern di bidang perbankan, juga mengalami kesulitan likuiditas, sebagai bank umum swasta nasional yang mengalami saldo debet karena terjadinya rush, kemudian bank Modern ditutup pada tahun 1998. Untuk menutup saldo debet tersebut, PT Bank Modern menerima bantuan likuidasi dari BI dalam bentuk Surat Berharga Pasar Uang (SBPUK), dan  dana talangan valas sekira Rp2,5 triliun.

Samadikun kemudian dinyatakan terlibat dalam penyalahgunaaan dana BLBI tersebut. Mahkamah Agung menyatakan Samadikun bersalah dalam kasus penyelewengan dana BLBI, senilai sekitar Rp2,5 triliun. Akibatnya, negara dirugikan sebesar Rp169 miliar.  Samadikun kemudian divonis penjara empat tahun. Namun, keputusan MA itu tak bisa dieksekusi karena sesaat setelah keputusan MA tersebut keluar, Samadikun sudah kabur keluar negeri, dengan alasan berobat ke RS Shonan Kamakura di Jepang selama 14 hari.  Akhirnya pada 17 Oktober 2006, Kejagung memasukkan Samadikun dalam daftar buronannya.

Setelah hampir 13 tahun masa pelariannya, pada 17 April 2016 lalu buron kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Samadikun Hartono, ditangkap oleh tim pemburu koruptor saat menonton Formula 1 di Shanghai, Tiongkok. Dalam pelariannya tersebut  ia seringkali berpindah tempat antara lain ke Singapura dan Tiongkok.

Menurut Kepala BIN Sutiyoso, Samadikun memiliki beberapa paspor di antaranya negara Gambia dan juga negara Dominika. Masing-masing paspor itu bahkan dibuat Samadikun dengan identitas dan nama yang berbeda. Dan saat ditangkap aparat hukum Tiongkok  di Shanghai itu dia menggunakan paspor Gambia dengan nama Tan Jemi Abraham.

Kini Grup Modern dipegang oleh generasi ketiga yakni putra Samadikun bernama Henri Honoris sebagai penerus dari Otje Honoris. Ia bertanggung jawab sebagai Presiden Direktur PT Modern Putra Indonesia dan berhasil  mengembangkan bisnis 7-Eleven di Indonesia. 

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home