Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 13:54 WIB | Senin, 01 Juni 2015

Aktivis Minta Batalkan Tambang Batubara di Kalimantan

Aktivis Bentangkan Spanduk Raksasa di Kantor Pusat BHP Billiton Australia meminta batalkan tambang batubara di Kalimantan. (Foto: walhi.or.id)

MELBOURNE, SATUHARAPAN.COM – Aktivis lingkungan di Melbourne, Australia, membentangkan spanduk raksasa di kantor pusat BHP Biliton di Melbourne pada (26/5), yang memuat nama 9000 orang,  dan  menyerukan kepada perusahaan tambang terbesar di dunia, untuk membatalkan rencana sejumlah penambangan batubara di beberapa kawasan hutan terakhir yang tersisa di Kalimantan.

Spanduk berukuran 12 meter persegi ini, digantung di depan lobi kantor pusat BHP Bilition di Melbourne. Aksi spanduk serupa juga dilakukan di kantor BHP di London, dan petisi yang ditanda tangani 9000 orang secara resmi diberikan kepada manajemen perusahaan.

Petisi menyebutkan,  sejumlah proyek pertambangan di Kalimantan dikenal dengan nama Proyek Indomet adalah sebuah “bencana yang sedang dibuat” dan meminta BHP Biliton (BHPB)  untuk mundur segera dari proyek Indomet, dan mengusahakan perlindungan permanen kawasan tersebut.

Konsesi tambang raksasa Indomet mencakup 350,000 hektar, atau hampir lima kali luas Kota Jakarta.

Berlokasi di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, wilayah proyek ini mengandung 1.2 miliar ton batubara coking dan terletak di daerah ‘Jantung Kalimantan (Heart Borneo)’, yang disebut oleh Asian Development Bank sebagai “paru-paru Asia”.

Hutan yang kaya, memberikan kehidupan berkelanjutan bagi komunitas Dayak dari generasi ke generasi , juga adalah habitat bagi orang hutan, gajah kerdil, badak sumatera. WWF melaporkan bahwa kawasan ini adalah rumah bagi 6 persen dari keragaman hayati dunia, terdapat rata-rata 3 spesies baru ditemukan setiap bulan sejak tahun 2005.

“Ribuan orang, telah menandatangani petisi menyerukan, agar BHP membatalkan rencana yang akan menjadi bencana lingkungan dan sosial. Ketimbang mencoba menambang batubara di Kalimantan, BHP seharusnya melakukan hal baik dan mengusahakan perlindungan permanen bagian dunia yang unik ini,” kata Julien Vincent dari Market Forces, sebuah LSM Australia.

Sebagai anggota International Council on Metals and Mining, BHP Biliton harus memeroleh persetujuan dari penduduk asli bagi operasi pertambangan yang memengaruhi tanah mereka, termasuk “pemilik tanah adat atau pengelola tanah atau sumber daya alam.”

Akan tetapi, penduduk desa yang tinggal di Desa Maruwai, dekat wilayah pertambangan Haju konsesi pertama yang akan dikembangkan perusahaan BHP Biliton melaporkan,  mereka dipaksa dibawah ancaman penangkapan, agar menerima Rp. 100 per meter persegi bagi hutan ulayat mereka.

Minggu depan, warga Maruwai berencana mendatangi pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, menuntut pengakuan 1000 Ha tanah yang ini dikuasai oleh BHP Biliton di area hutan Haju.

“Tak bisa diterima bagi salah satu perusahaan terkaya di dunia, jika menolak mengakui hak penduduk di daerah tersebut , yang memiliki legitimasi kuat. Proyek ini berita buruk bagi penduduk lokal,  dan berita buruk bagi perubahan iklim dunia. Saat dunia kini kelebihan pasokan batubara, tidak ada alasan mengembangkan proyek Indomet,” kata Alex Scrivener dari Global Justice Now, LSM berbasis di Inggris, yang mengorganisasi  petisi ini.

Arie Rompas, Direktur WALHI Kalimantan Tengah mengatakan, “Penambangan batubara BHP Biliton akan menjadi pusat baru penambangan batubara di Kalimantan, memicu pembangunan rel kereta api batubara, dan memfasilitasi operasi bagi 37 buah perusahaan tambang batubara lainnya di Kalimantan Tengah.

Ini adalah bencana mengerikan bagi Kalimantan Tengah, yang telah mengalami persoalan parah dari asap lahan gambut setiap musim kemarau. Proyek ini perlu dibatalkan”.

Pius Ginting, dari Unit Kajian WALHI menyatakan “Telah terjadi PHK sekitar dua juta orang dari penambangan batubara sejak harga jatuh pada tahun 20.”

Mengembangkan proyek Indomet membuat masyarakat usia produktif masuk ke lapangan pekerjaan yang tak berkelanjutan. Potret sedih pekerja tambang batubara dan keluargannya yang terlantar di kawasan hutan Kalimantan tidak boleh berlanjut terus. Saatnya pemerintah Jokowi menggenjot sektor non batubara yang lebih ramah lingkungan, berkelanjutan, seperti mendukung pertanian dan pengolahan hutan masyarakat Kabupaten Murung Raya. (Walhi.or.id)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home