Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 11:08 WIB | Kamis, 16 Januari 2020

Albania Usir Dua Diplomat Iran

3.200 Anggot MEK, Oposisi Iran di Luar Negeri, Berlindung di Albania.
Perdana Menteri Albania, Edi Rama. (Foto: dari VOA)

TIRANA, SATUHARAPAN.COM-Albania memerintahkan dua diplomat Iran untuk meninggalkan negara itu dalam 72 jam, dengan mengatakan bahwa mereka menimbulkan "ancaman serius" terhadap Albania, kata media lokal melaporkan pada hari Rabu (15/1).

Kedua diplomat tersebut yang di-persona non grata adalah Mohammed Peimanemati, penasihat kedutaan Iran di ibu kota Albania,Tirana, dan Seyed Ahmad Hosseini, atase budaya Iran di Albania.

Laporan-laporan media setempat mengatakan kedua pria itu berhubungan langsung dengan komandan garda Revolusi Islam (IRGC) Iran, Qassem Soleimani, yang terbunuh terbunuh dalam serangan udara Amerika Serikat di dekat Bandara Internasional Baghdad.

Di Albania terdapar skitara 3.200 anggota organisasi Mujahidin Rakyat Iran (MEK), sebuah kelompok oposisi Iran yang berada di pengasingan. Albania yang merupakan negara di Eropa dengan mayoritas penduduk beragama Muslim juga telah mengusir duta besar Iran dan diplomat lain pada Desember 2018 karena  dinilai "merusak keamanan nasionalnya."

Penjabat Menteri Luar Negeri Albania, Gent Cakaj, mengumumkan keputusan itu dalam sebuah posting Facebook. Dia menulis bahwa para diplomat, Mohammad Peimanemati dan Seyed Ahmad Hosseini telah melakukan "kegiatan melanggar status (diplomatik) mereka dan Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik."

"Dua perwakilan Republik Islam (Iran) telah diminta untuk meninggalkan wilayah Republik Albania segera," tulis Cakaj, tanpa penjelasan lebih lanjut.

Anggota Garda Revolusi

Sumber rahasia di dalam pemerintah Albania mengatakan kepada VOA bahwa dua diplomat diusir karena kegiatan yang membahayakan keamanan nasional Albania.

Mereka mengatakan bahwa atase budaya Seyed Ahmed Hosseini Alast sebelumnya memegang posisi tinggi dalam Garda Revolusi Iran dan bahwa Mohamed Peimanemati telah menjadi anggota unit operasional Badan Intelijen Iran, MOIS. Sumber tersebut menuduh bahwa dia bertanggung jawab atas tindakan teroris di negara-negara Uni Eropa.

Sumber yang sama mengatakan bahwa keduanya adalah rekan komandan Pasukan Quds Jenderal Qassem Soleimani, yang tewas dalam serangan udara AS awal bulan ini.

Adrian Shtuni, pakar kebijakan luar negeri dan keamanan di Washington, mengatakan bahwa pengusiran itu menandai titik terendah baru dalam hubungan diplomatik yang sudah tegang antara Albania dan Iran.

"Sementara sifat spesifik dari tindakan yang dilakukan oleh para diplomat Iran yang diusir belum jelas, pembenaran yang digunakan oleh otoritas Albania, yaitu 'kegiatan yang tidak sesuai dengan status diplomatik mereka,' adalah eufemisme standar untuk spionase," katanya.

Pengusiran ini adalah yang kedua dalam 13 bulan bahwa Albania telah menyatakan diplomat Iran dengan "persona non grata."

Pada Desember 2018, Albania mengusir duta besar Iran dan diplomat lain yang negara itu dengan tuduhan "merusak keamanan nasionalnya." Menyusul pembicaraan dengan negara-negara lain, termasuk Israel, AIbania menyatakan kedua diplomat dikeluarkan karena "melanggar status diplomatik mereka."

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kemudian menyampsikan terima kasih kepada Albania, mengatakan dalam sebuah surat kepada Perdana Menteri, Edi Rama, bahwa tindakan itu "contoh upaya bersama kami untuk menunjukkan kepada pemerintah Iran bahwa kegiatan terorisnya di Eropa dan di seluruh dunia akan memiliki konsekuensi yang parah."

Reaksi dari Iran

Iran menyalahkan Amerika Serikat dan Israel atas pengusiran itu. Kementerian luar negerinya mengatakan Albania "telah menjadi korban yang tidak disengaja oleh Amerika Serikat, Israel dan beberapa kelompok teroris."

Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, tampaknya menargetkan Albania dalam pidato yang disiarkan televisi pekan lalu dengan mengecam pembunuhan Soleimani. Dia berbicara tentang negara "kecil dan menyeramkan" yang dia klaim "berperan penting dalam rencana Barat untuk menimbulkan kerusuhan hebat" di Iran pada bulan November. Protes massal melanda Iran pada saat itu menyusul kenaikan mendadak harga bensin.

Presiden Albania, Ilir Meta, menanggapi pernyataan itu dengan mengatakan bahwa Albania "bukan negara jahat, tetapi negara demokratis yang menderita kediktatoran jahat yang tidak tertandingi dalam jenisnya. (Oleh karena itu) menganggap hak asasi manusia itu suci." Diktator Albania, Enver Hoxha, memerintah selama 40 tahun sebelum kematiannya pada tahun 1985.

Permusuhan Iran terhadap Albania sebagian berasal dari keputusan negara Balkan itu untuk menyediakan tempat perlindungan bagi sekitar 3.200 anggota Mujahidin Rakyat Iran (Mojahedin-e Khalq atau MEK), sebuah kelompok oposisi Iran militan yang dianggap sebagai teroris oleh Teheran. Kelompok itu diusir dari Irak setelah penggulingan Saddam Hussein.

Maryam Rajavi, presiden terpilih dari sayap politik MEK, Dewan Nasional Perlawanan Iran, men-tweet pada hari Rabu (15/1), dan mengatakan, "Pengusiran pemerintah Albania terhadap dua diplomat rezim Iran adalah langkah berani dan mengagumkan dalam memerangi terorisme dan memastikan keamanan dari orang-orang Albania dan pengungsi Iran."

AS telah membantu Albania dalam upayanya memukimkan kembali MEK, yang telah mendukung AS dalam operasi militer di Timur Tengah.

Polisi Albania mengungkapkan untuk pertama kalinya akhir tahun lalu bahwa mereka telah menggagalkan rencana serangan tahun 2018 yang melibatkan "sel teroris" pasukan elit Iran, Quds. Mereka mengatakan kelompok itu menargetkan pertemuan di Albania yang mencakup anggota MEK. Tiga orang Iran dan satuorang Turki dicurigai terlibat dalam rencana serangan itu.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home