Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 12:25 WIB | Jumat, 03 Juni 2016

Alot dan Mendalam, RUU Pilkada Akhirnya Disahkan

Anggota Panja (Panitia kerja) RUU Pilkada Hetifah Sjaifudian. (Foto: istimewa)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM –  Anggota Panja (Panitia Kerja) RUU Pilkada, Hetifah Sjaifudian, mengatakan Revisi UU Pilkada sudah disahkan pada hari Kamis (2/6) dalam rapat paripurna.

Dia mengemukakan, secara khusus Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengapresiasi Komisi II, terutama anggota Panja RUU Pilkada. Komisi II bukan hanya merevisi, tetapi juga menyempurnakan agar UU Pilkada tidak multitafsir, sehingga tidak digugat di Mahkamah Konstitusi seperti UU sebelumnya. Selain merevisi, Komisi II juga merumuskan beberapa ketentuan baru.

Pembahasan berjalan cukup alot dan mendalam. Ada beberapa pandangan berbeda antarfraksi dan pemerintah sehingga tenggat waktu pengesahan pun mundur dari jadwal yang sudah ditentukan. UU ini juga akan menjadi acuan penyelenggara seperti KPU dan Bawaslu dalam menyusun tahapan Pilkada tahun 2017.

“Kami sudah membahas Revisi UU dengan pemerintah ini secara mendalam, menghabiskan banyak waktu. Hal itu semata-mata untuk menghasilkan Pilkada yang berkualitas ke depannya,” kata Hetifah Sjaifudian, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, hari Jumat (3/6).

Berapa poin yang dibahas cukup alot tersebut di antaranya terkait syarat dukungan parpol, syarat mundurnya anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta syarat cuti bagi kepala daerah (incumbent) yang maju lagi dalam Pilkada. Di penghujung pembahasan, akhirnya DPR bersepakat untuk mengikuti usulan dari pemerintah.

Selain itu, jika pada UU sebelumnya sanksi bagi pelaku praktik politik uang belum diatur, dalam UU yang baru disahkan sanksi bagi orang yang melakukan politik uang diatur tegas, baik bagi pasangan calon dan tim sukses pasangan calon.

“Dalam UU Pilkada ini diatur lebih detail sanksi pelaku politik uang. Saya berharap ini dapat mencegah pihak-pihak yang akan melakukan politik uang di pilkada nanti,” kata dia.

Dalam Pasal 187A disebutkan, “Setiap orang yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada Warga Negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72  bulan dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1 Miliar,” kata dia.

Terkait dengan penyelenggara pemilu, Hetifah menuturkan bahwa rekrutmen petugas pemilu akan dilakukan lebih transparan. Menurutnya ini akan menjaga independensi penyelenggara pemilu.

“Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, di UU ini kami mengatur rekrutmen penyelenggara pemilu seperti PPK dan KPPS yang dilaksanakan secara lebih transparan dan terbuka. Semoga ini turut menjaga integritas dan independensi penyelenggara Pemilu,” kata legislator dari Partai Golkar ini.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home