Anak-anak Miskin Venezuela Berharap Santa Claus Bawa Makanan
Krisis ekonomi parah menyebabkan sepertiga penduduk Venezuela tidak merayakan Natal tahun ini.
CARACAS, SATUHARAPAN.COM - Ada banyak alasan Natal tak hadir dan Santa Claus tak muncul. Di negara-negara konflik dan dilanda perang, situasi keamanan mungkin jadi penyebabnya. Di negara-negara dimana agama Kristen dianggap ancaman, umat tak bisa merayakan Natal. Atau jika pun merayakannya, mereka sembunyi-sembunyi. Di Sabuga Bandung, perayaan Natal malahan disetop ketika berlangsung.
Di Venezuela lain lagi. Natal tak hadir bagi sebagian keluarga karena dipukul oleh krisis ekonomi parah. Reuters melaporkan banyak orang tua di negara berpenduduk mayoritas Katolik itu, jatuh miskin, tak dapat membelikan anak-anak mereka hadiah Natal, seperti biasanya. Mereka juga tak mampu menghiasi rumah dengan ornamen Natal. Bahkan untuk menjadi tuan rumah makan malam yang sederhana pun terpaksa dibatalkan.
Tahun ini merupakan tahun ketiga bagi negara kaya minyak itu mengalami resesi ekonomi. Harga makanan melambung dan stoknya langka. Dengan depresiasi nilai tukar yang makin parah baru-baru ini, harga-harga semakin lebih tinggi. Para orang tua praktis membatalkan perayaan Natal.
"Tahun lalu saya membeli segalanya untuk putri saya," kata Dileida Palacios, seorang penata rambut berusia 40 tahun, berpakaian hitam karena berkabung atas anaknya yang tewas korban kejahatan beberapa minggu yang lalu.
"Tahun ini saya harus mengatakan kepadanya bahwa segalanya sulit dan Santa Claus tidak datang," kata dia.
Seperti Palacios, sekitar 38,5 persen warga Venezuela meyakini Natal tahun ini lebih buruk daripada tahun lalu. Sebanyak 35 persen bahkan berpikir tahun ini akan menjadi Natal yang terburuk yang pernah terjadi. Ini menurut sebuah jajak pendapat oleh konsultan Ecoanalitica dan Universitas Katolik Andres Bello.
Kerusuhan yang terjadi selama beberapa hari belum lama ini akibat kekurangan uang tunai secara nasional telah menambahkan sentimen muram.
Kota Caracas yang biasanya meriah selama masa-masa Natal, kini tampak lusuh. Banyak toko yang kosong, ditutup atau menjual mainan tetapi harganya sangat mahal.
Tidak mengherankan jika seseorang seperti Helena Ramirez, 8 tahun, yang tinggal di pemukiman kumuh di Caracas, tak terlalu mengada-ada ketika diminta menyebutkan harapannya seandainya Santa Claus datang. Ia hanya meminta makanan bagi keluarganya, dan mainan sepatu roda berwarna merah jambu yang pernah ia saksikan dalam Disney Show, I'm Luna.
Sepatu semacam itu harganya mencapai 400.000 bolivar atau sekitar Rp 1.300.000 di pasar gelap. Itu berarti 14 kali upah minimum bulanan orang tuanya.
"Tahun ini kami tidak menghias rumah," kata nenek Ramirez, Nelys Benavides. "Kami tak punya apa-apa."
Pemerintah sayap kiri Presiden Nicolas Maduro menuduh pengusaha dan saingan politiknya berusaha untuk memunculkan kemarahan publik dan merusak Natal.
Media pemerintah memberitakan kedatangan 200 kontainer mainan dan makanan di pelabuhan dan Maduro menyalakan salib di Gunung Avila, Caracas, pada bulan November untuk menandai dimulainya masa Natal.
Pemerintah Maduro juga telah menyita 3,8 juta mainan dari importir Kreisel, dan menuduh perusahaan itu melakukan penimbunan dan mempermainkan harga.
Dua eksekutif Kreisel telah dipenjara, dan komite Partai Sosialis mendistribusikan mainan kepada anak-anak.
"Inilah apa yang Anda sebut sebagai penguatan kembali Bapak Natal, bukan?" Maduro berkata sambil tertawa, membelai kumisnya saat berpidato baru-baru ini di televisi pemerintah.
"Santa Nicolas tanpa jenggot; Santa Nicolas berkumis!"
Petugas KPK Sidak Rutan Gunakan Detektor Sinyal Ponsel
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar inspeksi mendadak di...