Anies hingga Jokowi Resmi Digugat karena Udara Jakarta Kotor
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Tim Advokasi Gerakan Ibu Kota resmi menggugat Presiden Joko Widodo dan Gubernur DKI Anies Baswedan, terkait pencemaran udara di DKI Jakarta. Mereka menuntut pemerintah mengatasi polusi udara yang kian hari kian memburuk. Tim ini, resmi melayangkan gugatan ke sejumlah pejabat pemerintah di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait polusi udara di Jakarta. Mereka mendaftarkan gugatan tersebut sebagai perwakilan warga negara atau Citizen Law Suit (CLS).
Warga, menuntut pemerintah untuk segera menerapkan kebijakan baru dalam mengatasi tingkat polusi udara di Ibukota yang semakin memburuk. Sebanyak 31 orang menjadi penggugat. Mereka merupakan warga yang sehari-hari beraktivitas di Jakarta dari berbagai profesi dan latar belakang.
Tim kuasa hukum serta sejumlah penggugat yang ikut hadir, datang ke PN Jakarta Pusat, kompak mengenakan atribut kaus berwarna biru bertuliskan Aku & Polusi.
"Hampir setiap hari kita menghirup udara yang kotor di Jakarta, bahkan dalam waktu belakangan ini kualitas udara (Jakarta) semakin buruk,” kata Halisah, salah seorang penggugat saat diwawancarai DW Indonesia, seperti dilansir dw.com pada Kamis (4/7).
Adapun yang menjadi tergugat antara lain adalah Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, Menteri Kesehatan Nila F Moloek, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Pengacara Publik LBH Jakarta, Nelson Simamora, menyampaikan alasan dilayangkannya gugatan ini adalah karena kelalaian pemerintah, dalam mengawasi dan mengendalaikan mutu udara di Jakarta.
"Ini abainya sebagai pemangku kepentingan, pemangku kebijakan untuk mengumumkan bahwa kualitas udara kini tidak sehat. Kalau kualitas udara sedang tidak sehat harusnya ada semacam peringatan kepada masyarakat, karena hak menghirup udara sehat adalah hak kita semua,” kata Nelson, di PN Jakarta Pusat, Kamis (4/7) sore.
Nelson pun menuntut pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan baru, untuk mengatasi permasalahan udara kotor di Ibukota.
"Harusnya ada kebijakan yang merujuk ke sumber, selama ini kan kita terus berdebat nih sumbernya apa transportasi, sumbernya apa industri, tapi lagi-lagi datanya tidak ada. Harusnya ada datanya,” kata Nelson.
Juga turut tergugat Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, dan Gubernur Banten, Wahidin Halim, dalam gugatan yang teregistrasi dengan nomor 374/Pdt.G/LH/2019/PN.Pst.
"Karena polusi itu lintas batas, daerah bisa menjadi penyumbang polutan di Jakarta atau sebaliknya,” kata Juru Kampanye Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu.
Sebelumnya pada Kamis (25/06) silam, kualitas udara di Kota Jakarta menjadi sorotan. Pasalnya, viral berdasarkan data AirVisual, situs penyedia peta polusi online harian kota-kota besar di dunia menunjukkan kualitas udara Jakarta masuk ke kategori tidak sehat. Dengan nilai indeks kualitas udara (AQI) sebesar 164, menempatkan Jakarta di peringkat empat sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia, setelah Dubai, New Delhi, dan Santiago.
Perlu Kebijakan Baru
Bondan pun menjelaskan, masalah pencemaran udara yang menerpa Ibukota kerap menjadi perdebatan antara LSM-LSM yang bergerak di bidang lingkungan dengan pemerintah setempat. Ia juga mempertanyakan tidak adanya kajian berkala terkait sumber polutan, sehingga kebijakan yang diambil dalam menangani isu pencemaran udara kerap tidak maksimal.
"Harusnya di-publish, itu salah satu yang dinilai lalai. Kajian uji inventarisasi emisi yang harus dilakukan berkala, dan kajian itu dijadikan dasar untuk mengambil kebijakan. Misalnya hasil inventarisasi emisi mengatakan sumbernya transportasi, kebijakan apa yang (perlu) diambil? Industri, kebijakan apa yang (perlu) diambil?” kata Bondan .
Menurut data Greenpeace Indonesia, yang mengukur tingkat pencemaran udara berdasarkan ukuran partikel halus lebih kecil dari 2,5 mikron atau yang biasa disebut dengan parameter PM 2,5, menunjukkan rata-rata tahunan PM2,5 di Jakarta pada tahun 2018 sangat buruk. Diketahui di Jakarta Selatan mencapai 42,2 mikrogram/m3 dan Jakarta Pusat mencapai 37,5 mikrogram/m3.
Jumlah tersebut empat kali lipat di atas batas aman menurut standar Badan Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 10 mikrogram/m3. Angka ini bahkan melebihi batas aman standar nasional yaitu 15 mikrogram/m3 sesuai dalam Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 1999.
Klaim tingkat kemacetan yang menurun di Jakarta pada tahun 2018 sebesar 8 persen, dinilai Bondan tidak mempunyai dampak terhadap kualitas udara di Ibukota. Ia memaparkan jumlah hari tidak sehat pada tahun 2018 meningkat dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya, merujuk kepada tingkat pencemaran udara.
Bahkan polemik polusi udara Jakarta juga ramai diperbincangkan di media sosial. Warganet mengunggah foto dengan situasi polusi udara di sekitar mereka dengan tagar #SetorFotoPolusi.
Sebelumnya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sempat menyatakan, gugatan yang dilayangkan oleh Tim Advokasi Gerakan Ibu Kota merupakan hak warga negara. "Setiap warga negara berhak untuk menggunakan jalur hukum. Jadi saya tak berhak untuk melarang bahkan menganjurkan jangan, enggak boleh, itu prinsip dasar demokrasi,” kata Anies .
Ia juga memberikan apresiasinya kepada LSM-LSM yang menurutnya peduli terhadap lingkungan. "Kita terima kasih, apresiasi pada LSM-LSM yang peduli pada lingkungan hidup. Data yang mereka buat, studi yang mereka lakukan itu bisa kita manfaatkan. Studi dari Greenpeace itu bermanfaat untuk kita pakai, jadi kita apresiasi,” kata Anies
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia ini menutukan saat ini Pemprov DKI Jakarta terus mengambil langkah-langkah perbaikan dalam upaya penurunan tingkat polusi di Ibukota. Salah satunya yakni dengan menghadirkan bus listrik sebagai moda transportasi umum. Dengan adanya bus listrik ini diharapkan tingkat pencemaran udara di DKI Jakarta dapat berkurang secara bertahap.
RI Evakuasi 40 WNI dari Lebanon via Darat
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia mengevakuasi 40 Warga ...