Anwar Nasution: Tax Amnesty Langgar Janji Nawacita Jokowi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Anwar Nasution, menilai Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Pengampunan Pajak atau tax amnesty jika dipaksakan menjadi undang-undang akan melanggar janji politik Nawacita Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Menurut dia, jika RUU itu tidak disetujui oleh DPR dan Presiden memaksakan kewenangan untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang tax amnesty, akan bertolak-belakang dengan janji politik Nawacita Jokowi.
“(PP) itu kewenangan Presiden, tapi (jika memaksakan tax amnesty dengan peraturan pemerintah maka akan) bertolak belakang dengan janji politik Nawacitanya,” kata Anwar Nasution kepada satuharapan.com melalui pesan singkat, di Jakarta, hari Kamis (28/4).
“Saya menolak tax amnesty. Semua negara menjadi besar karena mampu mengumpulkan pajak di negaranya. Negara menjadi bangkrut karena mengandalkan utang dan pencetakan uang untuk menutup APBN,” katanya.
Dalam hemat Anwar, amnesti tidak menjamin kembalinya kekayaan orang Indonesia di luar negeri. Sebab, tanpa adanya perbaikan stabilitas politik, sosial, dan ekonomi, ataupun iklim investasi, amnesti pajak tidak akan menyebabkan repatriasi uang-uang itu kembali ke Indonesia.
“Nawacita Presiden Jokowi untuk membuat APBN sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi, sarana untuk memelihara stabilitas perekonomian dan sekaligus mewujudkan pemerataan, hanya merupakan ilusi janji dan kosong belaka,” kata dia dalam tulisan berjudul “Membenahi APBN”, harian Kompas, hari Selasa (26/4) yang lalu,
Di sisi lain, utang Pemerintah Indonesia, yang dalam Nawacita disebutkan akan diturunkan bertahap, saat ini justru menunjukkan kecenderungan meningkat. Per Maret 2016, utang luar negeri Indonesia meningkat jadi Rp 3.271,82 triliun dibanding bulan sebelumnya Rp 3.196,61 triliun.
Menurut Anwar, penerimaan pajak seharusnya digenjot bukan malahan diberikan pengampunan bagi pengemplang pajak. "Semua negara menjadi besar karena mengumpulkan pajak di negaranya masing-masing. Sebaliknya, negara menjadi bangkrut karena mengandalkan utang dan pencetakan uang untuk menutup Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)," kata Anwar.
Dalam sejarah masa lalu, katanya, semua negara besar menyehatkan keuangan negara dengan menghukum penggelap pajak. “Tindakan pertama Khalifah Abubakar As-Siddiq, pemimpin umat Islam setelah meninggalnya Nabi Muhammad SAW, adalah memerangi orang Islam yang tidak mau membayar zakat dan bukan memerangi orang kafir!” contohnya.
Ketika kampanye pemilihan presiden, Jokowi-JK mengusung agenda prioritas Nawacita, yang antara lain mengatakan akan mewujudkan kedaulatan keuangan melalui kebijakan inklusi keuangan mencapai 50 persen penduduk; tax ratio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi 16 persen; pengurangan utang pemerintah; pengaturan ketat penjualan saham bank nasional pada investor asing.
Pada butir ke delapan bagian “Berdikari dalam Bidang Ekonomi”, disebutkan pemerintahannya akan berkomitmen untuk membangun penguatan kapasitas fiskal negara, melalui sinkronisasi antara perencanaan pembangunan dan alokasi anggaran, evaluasi kinerja kenaikan penerimaan pajak seiring dengan kenaikan potensinya (seperti pertumbuhan PDB), merancang ulang lembaga pemungutan pajak berikut peningkatan kuantitas dan kualitas aparatur perpajakan dan melakukan desain ulang aristektur fiskal Indonesia.
Masih dalam Nawacita, disebutkan pula bahwa pengurangan utang negara dilakukan secara bertahap sehingga rasio utang terhadap PDB mengecil, sementara utang baru hanya ditujukan untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang produktif dalam rangka meningkatkan potensi output yang memberikan dampak multiplier tinggi di masa yang akan datang. Jokowi menyebut contoh pembangunan infrastruktur, pengembangan pendidikan dan kesehatan.
Editor : Eben E. Siadari
RI Evakuasi 40 WNI dari Lebanon via Darat
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia mengevakuasi 40 Warga ...