Loading...
HAM
Penulis: Prasasta Widiadi 15:58 WIB | Senin, 06 Februari 2017

Arab Saudi Merayakan Hari Perempuan se-Dunia

Ilustrasi: Perempuan mengenagkan burqa di sebuah wilayah di Timur Tengah. (Foto: dailymail.co.uk)

RIYADH, SATUHARAPAN.COM – Negara yang dijuluki sebagai ultra konservatif, Arab Saudi merayakan Hari Perempuan se-Dunia untuk kali pertama. 

Perayaan tersebut ditandai dengan pertemuan selama tiga hari di Pusat Kebudayaan Raja Fahd, di Riyadh, Arab Saudi. Dalam pertemuan Itu menampilkan pembicara yang berpendapat hak-hak perempuan untuk mengemudi dan menyerukan diakhirinya sistem perwalian laki-laki di negara itu.

Sejumlah perempuan dari keluarga kerajaan Arab Saudi juga hadir dalam acara tersebut, salah satunya yakni anak dari pangeran Fahd Al-Saud, Putri Al-Jawhara yang menjadi moderator dalam diskusi tentang peran perempuan dalam pendidikan.

“Kami ingin merayakan kesuksesan peran perempuan Arab Saudi, dan mengingatkan orang-orang dari prestasinya di bidang pendidikan, budaya, kedokteran, sastra dan daerah lainnya,” kata juru bicara kerajaan, Mohammed Al-Saif seperti diberitakan Arab News, dan dikutip kembali The Independent, hari Senin (6/2).

Dalam laporan kesenjangan gender yang diterbitkan World Economic Forum tahun 2015, Arab Saudi mendapat banyak kritik karena melakukan pembatasan terhadap  hak-hak perempuan. Arab Saudi menempati peringkat 134 dari 145 negara dalam kesetaraan gender.

Arab Saudi adalah satu-satunya negara di dunia di mana perempuan dilarang mengemudi dan tidak dapat mendapatkan surat izin mengemudi. Di negara tersebut terdapat hukum yang menyatakan semua perempuan harus memiliki wali laki-laki, biasanya suami, ayah atau saudara, yang memberi mereka izin untuk belajar, bepergian ke luar negeri atau menikah.

Sebuah laporan dari organisasi yang mengurusi hak-hak asasi manusia di dunia, Human Rights Watch menilai perwalian laki-laki dalam sebuah keluarga membatasi ruang gerak hidup perempuan sejak lahir hingga meninggal dunia.

Meskipun di Arab Saudi sempat terdapat gagasan  melakukan pembaruan terhadap pembatasan gerak-gerik perempuan pada tahun 2009 dan 2013, yakni mengurangi dominasi laki-laki atas perempuan, salah satunya yakni tidak  memerlukan izin bagi perempuan untuk bekerja. Selain itu kekerasan terhadap perempuan adalah tindakan ilegal,  laporan dari Human Rights Watch mendapati menemukan sistem sebagian besar masih di tempat. (independent.co.uk)

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home