Loading...
HAM
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 11:01 WIB | Jumat, 12 Agustus 2016

AS: Hukum di Indonesia Melanggar Hak Kebebasan Beragama

Gabungan ormas Islam Bekasi unjuk rasa di depan Kantor Wali Kota Bekasi menuntut Pemkot Bekasi mencabut izin pembangunan gedung gereja Santa Clara Bekasi Utara, Senin (10/8/2015). (Foto: Melki Pangaribuan)

WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM – Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menyatakan meskipun Konstitusi menjamin hak beribadah pada setiap warga negara Indonesia sesuai dengan keyakinannya, tetapi pada praktiknya kebebasan beragama malah dilanggar dan dibatasi oleh peraturan hukum.

Dalam laporan tahunan tentang kebebasan beragama internasional yang dikeluarkan oleh Departemen Luar Negeri AS hari Rabu (10/8), dijelaskan bahwa peraturan-peraturan itu disahkan untuk membatasi kelompok minoritas dalam melaksanakan hak asasinya beribadah dengan dalih demi melindungi hak-hak orang lain atau untuk memenuhi "tuntutan berdasarkan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum”.

Seperti dibuatnya Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri yang melarang kegiatan dahwah Jamaah Ahmadiyah. Pelanggaran tersebut diancam hukuman maksimal lima tahun penjara dengan tuduhan penghujatan. Memang belum ada jamaah Ahmadiyah yang pernah didakwa, tapi muncul peraturan daerah berdasarkan SKB ini yang membatasi secara ketat semua kegiatan Ahmadiyah.

“Undang Undang membatasi warga negara untuk melaksanakan haknya. Ada penangkapan dan pembiaran menghujat agama. Pemerintah tidak menyelesaikan perselisihan tersebut. Ada kasus dimana pemerintah daerah dan polisi menyerah pada massa yang disebut sebagai kelompok intoleran untuk menutup rumah ibadah karena melanggar izin atau membatasi hak-hak agama minoritas,” kata Laporan Kebebasan Beragama Internasional 2015.

Laporan 18 halaman itu menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia baik di tingkat lokal maupun nasional seringkali gagal dalam mencegah atau mengatasi intimidasi dan diskriminasi terhadap setiap individu berdasarkan keyakinan agama mereka.

Banyak masyarakat, termasuk organisasi keagamaan dari semua agama sedang mempromosikan melawan pesan maupun ideologi intoleran dan menyebarkan toleransi terhadap agama minoritas dan pluralisme. Namun, beberapa kelompok intoleran terus melakukan aksi intoleran dengan menutup rumah ibadah dan menyebarluaskan pesan intoleran.

Berikut beberapa contoh kejadian pelanggaran kebebasan beragama tahun 2015 yang menjadi sorotan Pemerintah AS sebagai dasar disusunnya laporan tersebut:

Pada 15 Juni Pengadilan Negeri Banda Aceh menghukum enam anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) dengan ancaman penjara tiga hingga empat tahun. Gafatar dianggap sesat oleh Hakim karena diduga menyebarkan ajaran Gerakan Milisi Abraham yang dilarang. Sementara itu, Gafatar menyatakan organisasi mereka adalah gerakan sosial yang berdasarkan ideologi Pancasila dan berfokus pada keamanan pangan, ekologi dan pertanian organik. Di beberapa tempat, warga sekitar bahkan menjarah barang-barang dan hasil tani milik anggota Gafatar.

Bulan Juli, pembangunan Gereja Kristen Protestan di Indonesia (GKPI) Jatinegara, Jakarta Timur terpaksa dihentikan karena permasalahan aturan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Jemaat harus membongkar sendiri bangunan setengah jadi tersebut.

Tragedi pembakaran sejumlah ruko dan juga rumah ibadah di Tolikara, Papua terjadi pada hari Jumat 17 Juli 2015 di saat sejumlah umat Islam melaksanakan salat Idul Fitri. Peristiwa tersebut telah mengundang perhatian banyak masyarakat yang dikhawatirkan dapat memicu perpecahan antar agama.

Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi sepakat untuk menghentikan sementara pembangunan Gereja Santa Clara Bekasi  yang diprotes oleh kelompok intoleran. Kelompok tersebut menuding gereja tidak memiliki IMB yang sah. Namun, akhirnya Rahmat mengizinkan kelanjutan pembangunan gereja tersebut dan menegaskan semua umat beragama berhak untuk membangun tempat beribadah.

Tanggal 27 September, GKI Yasmin mengadakan kebaktian minggu ke-100 di depan Istana Merdeka meminta Presiden Joko Widodo membuka kembali segel gereja resmi mereka yang saat ini masih belum bisa dipakai.

Sebanyak sembilan gereja di Aceh Singkil terancam ditutup karena tuntutan dari Peduli Pemuda Islam (PPI) yang beralasan gereja tersebut tidak memiliki izin. Para pengunjuk rasa menuntut gereja-gereja dihancurkan dalam waktu satu minggu atau mereka akan melakukannya sendiri. Pada tanggal 12 Oktober, Bupati menandatangani perjanjian untuk menghancurkan 10 dari gereja-gereja mulai tanggal 19 Oktober dan memberikan kesempatan kepada sembilan gereja lainnya dalam waktu enam bulan untuk memproses permohonan izin.

Pada tanggal 13 Oktober, PPI kembali berdemo dengan membawa banyak senjata dan bambu runcing. Mereka kemudian membakar salah satu gereja di desa Suka Makmur. Para pengunjuk rasa melanjutkan menuju desa lain untuk membakar gereja di sana, tapi dihentikan oleh pasukan keamanan bersenjata dan warga desa. Satu orang dari PPI tewas dalam serangan tersebut dan laporan media menunjukkan bahwa sebanyak 4.400 warga setempat sementara melarikan diri ke Sumatera Utara.

Wali Kota Bogor, Bima Arya mengeluarkan surat edaran yang melarang kegiatan Syiah Asyura di Bogor. Banyak kelompok masyarakat sipil mengecam keputusan tersebut sebagai inkonstitusional dan pemimpin senior dari partai politik Wali Kota menulis sebuah surat terbuka mengkritik keputusan Bima Arya tersebut.

Pemerintah Amerika Serikat mengimbau kepada Pemerintah Indonesia untuk menjunjung tinggi kebebasan beragama sesuai yang diamanatkan Undang Undang. Pemerintah pusat dan kepala daerah harus berbicara secara terbuka menentang diskriminasi dan kekerasan atas nama agama.

Pemerintah diminta segera menyelesaikan masalah Ahmadiyah, Muslim Syiah dan agama minoritas lainnya, keprihatinan terhadap penutupan tempat ibadah dan akses untuk organisasi keagamaan asing, penangkapan terhadap penghujatan dan penistaan agama, pengaruh kelompok-kelompok intoleran dan pentingnya aturan hukum, penerapan Syariah Islam untuk nonMuslim dan pencantuman kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Laporan Kebebasan Beragama (Internasional 2015 International Religious Freedom Report for 2015) ini mengamati pelaksanaan hak asasi manusia yang universal terkait kebebasan beragama di 199 negara di seluruh dunia.

 

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home