Loading...
DUNIA
Penulis: Melki Pangaribuan 17:22 WIB | Kamis, 28 Maret 2019

AS Siap Revisi Peta Dataran Tinggi Golan Jadi Wilayah Israel

Warga Suriah berunjuk rasa memprotes langkah Presiden AS Donald Trump yang mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel, selatan provinsi Sweida, Suriah, 26 Maret 2019. (Foto: VOA)

WASHINGTON, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Trump mengatakan akan memperbarui peta pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk mencerminkan keputusan Presiden Donald Trump yang mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai bagian kedaulatan Israel.

Dalam email hari Rabu (27/3) menjawab pertanyaan VOA sebelumnya, juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengatakan perubahan peta itu akan “konsisten” dengan pernyataan tanggal 25 Maret yang ditandatangani Presiden Trump, yang menyatakan bahwa Amerika “mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai bagian dari Negara Israel.”

Sementara dalam wawancara terpisah dengan VOA, Utusan Khusus Amerika Untuk Iran Brian Hook mengatakan Departemen Luar Negeri akan “menggambar ulang” peta resmi dan merilisnya “segera setelah siap.”

Perubahan peta itu akan mencerminkan fakta di lapangan dan “kebutuhan Israel untuk memiliki perbatasan yang aman dan dapat dipertahankan,” tambah Hook.

Israel merebut Dataran Tinggi Golan dari Suriah dalam Perang Arab-Israel tahun 1967 dan mencaploknya tahun 1981, langkah yang tidak pernah diakui negara lain hingga Amerika secara resmi mengubah kebijakannya minggu ini.

Suriah telah sejak lama menuntut kembalinya wilayah yang disengketakan itu, yang oleh masyarakat internasional dianggap sebagai wilayah pendudukan Israel.

Dalam email sebelumnya kepada VOA, juru bicara Departemen Luar Negeri menolak mengatakan apakah Amerika mengakui perbatasan Israel di Dataran Tinggi Golan sebagaimana terletak di sepanjang garis gencatan senjata tahun 1974, di tepi barat zona demiliterisasi yang dijaga oleh UN Disengagement Observer Force UNDOF.

Israel menganggap garis barat zona UNDOF, yang dikenal sebagai garis “Alpha,” sebagai perbatasannya dengan Suriah.

Menanggapi pertanyaan tentang garis Alpha itu, juru bicara Departemen Luar Negeri mengatakan “Amerika mendukung tujuan perdamaian yang aman dan langgeng antara Israel dan semua tetangganya, termasuk Suriah. Perdamaian seperti itu harus dicapai melalui diskusi langsung. Israel saat ini tidak memiliki mitra untuk perdamaian di Suriah.”

Dalam wawancara dengan VOA hari Senin (25/3), Wakil Duta Besar Israel Untuk Amerika Benjamin Krasna mengatakan perang sipil di Suriah sejak 2011 lalu, yang kadang-kadang meluas ke Dataran Tinggi Golan yang dikuasai oleh Israel, telah menyorot pentingnya wilayah itu dalam menyediakan Israel dengan apa yang disebut sebagai “kedalaman strategis.”

Presiden AS Donald Trump dan PM Israel Benyamin Netanyahu menunjukkan pengakuan AS atas Kedaulatan Israel terhadap Dataran Tinggi Golan di Gedung Putih, Senin (25/3).Presiden AS Donald Trump dan PM Israel Benyamin Netanyahu menunjukkan pengakuan AS atas Kedaulatan Israel terhadap Dataran Tinggi Golan di Gedung Putih, Senin (25/3). (Foto: VOA)

Sebelumnya, pada hari Selasa (26/3) ribuan orang melancarkan protes di berbagai kota di Suriah atas langkah Presiden AS Donald Trump memberi pengakuan resmi terhadap kedaulatan Israel atas dataran tinggi Golan yang diduduki. Langkah Trump ini dikecam luas di dunia Arab dan Muslim termasuk oleh para sekutu Amerika sendiri.

Kantor berita Arab Suriah (SANA) memposting gambar lelaki dan perempuan berpawai di kota Sweida membawa bendera Suriah dan Palestina serta spanduk bertuliskan "Golan Milik Bangsa Suriah". Kemudian juga terjadi protes di kota Daraa kurang lebih 20 kilometer dari dataran tinggi Golan. Juga terjadi protes di kota Homs, Aleppo, Hama, dan Hassakeh.

Mona Ibrahim, seorang pegawai negeri sipil mengatakan di Damaskus, “Golan akan kembali pada Suriah seberapa lamapun diperlukan waktu untuk itu. Keputusan Trump tidak ada artinya.”

Presiden Trump dengan resmi menandatangani proklamasi pengakuan itu hari Senin (25/3) dengan perdana menteri Israel Benjamin Netanyahu berdiri di sisinya, sekaligus mengubah kebijakan Amerika yang sudah lebih dari setengah abad di Timur Tengah.

Pemerintah Suriah melabrak langkah Amerika itu sebagai ‘agresi terang-terangan’. Kementerian Luar Negeri Suriah mengatakan langkah Trump itu merupakan ‘pelanggaran tingkat tinggi terhadap legitimasi internasional’ dan memperlihatkan bahwa Washington adalah ‘musuh utama bangsa Arab’.

Hari Selasa ke-57 anggota Organisasi Kerjasama Islam (OIC) mengutuk keputusan Trump dengan mengatakan keputusan itu mengabsahkan pendudukan Israel dengan melanggar hukum internasional. Kemudian ditambah dengan pernyataan bahwa keputusan itu tidak mengubah fakta bahwa dataran tinggi Golan adalah "milik Arab dan tanah Suriah yang diduduki (Israel)."

Menteri Luar Negeri Irak Mohamed Alhakim mengatakan, "Golan adalah wilayah Suriah yang diduduki dan kedaulatannya mesti sepenuhnya dikembalikan pada Suriah, sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB."

Negara-negara Arab lainnya di kawasan Teluk, termasuk sekutu Amerika yang memandang Iran sebagai ancaman regional dan mendukung pemberontakan terhadap Presiden Suriah Bashar Assad, juga mencela langkah Amerika itu.

Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, Kuwait dan Bahrain hanyalah sebagian dari negara Arab yang mengutuk langkah itu lewat pernyataan resmi hari Selasa. Namun, negara-negara Arab di kawasan Teluk tipis kemungkinan akan mengambil tindakan untuk menekan Trump atas keputusan itu. Pemerintah Arab Saudi menyambut baik sikap keras maupun tekanan Trump terhadap Iran, seteru Arab Saudi.

Arab Saudi mengatakan, keputusan Amerika itu akan ,mempunyai dampak negatif yang signifikan terhadap proses perdamaian Timur Tengah dan stabilitas kawasan.

PBB Imbau Ketenangan di Jalur Gaza

Sementara itu, Sekjen PBB Antonio Guterres mengimbau ketenangan di Jalur Gaza, setelah berhari-hari serangan udara oleh jet-jet tempur Israel sebagai balasan atas tembakan roket yang bertubi-tubi dari wilayah Palestina.

Sekretaris Jenderal PBB mendesak kedua pihak menahan diri.

"Kami jelas mengecam serangan roket. Tetapi kini kami percaya bahwa mutlak perlu menghindari peningkatan serangan dan menahan diri. Dan saat ini kami mohon menahan diri, agar orang-orang tidak semakin menderita, baik di Israel dan di Gaza dan di Palestina pada umumnya," kata Guterres.

Kelompok militan Hamas berada di belakang serangan roket hari Senin yang diluncurkan dari Jalur Gaza, yang dikuasai kelompok itu. Tujuh orang terluka di satu rumah di Tel Aviv utara.

Israel membalas dengan serangkaian serangan udara terhadap puluhan target di Gaza, termasuk kantor pemimpin Hamas. Lima warga Palestina terluka dalam serangan itu.

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home