Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki 07:02 WIB | Jumat, 10 Februari 2023

AstraZeneca Akan Pindahkan Pabrik ke Irlandia

Arsip - Logo AstraZeneca terlihat di luar kantor pusatnya di Wilmington, Delaware, AS, 22 Maret 2021. (REUTERS/Rachel Wisniewski)

LONDON, SATUHARAPAN.COM - Iklim bisnis di Inggris menghalangi perusahaan biofarmasi untuk berinvestasi di negara itu, kata Direktur Utama AstraZeneca Pascal Soriot pada Kamis (9/2).

Dia menyoroti keputusan perusahaannya untuk mengalihkan rencana pembangunan pabrik baru dari Inggris ke Irlandia.

Kebijakan perpajakan di Inggris telah menghambat ambisi Inggris untuk menjadi negara adidaya dalam ilmu biologi, kata Soriot.

Negara itu sedang menghadapi lonjakan pembiayaan yang dipicu oleh dampak COVID-19 pada sistem layanan kesehatan, imbuhnya.

Meski Inggris sudah dianggap sebagai pusat penelitian dunia, kata dia, negara itu masih kurang maju di bidang lain, seperti insentif manufaktur, dan akses ke energi hijau.

Tanpa elemen-elemen itu, perusahaan yang mengembangkan obat-obatan akan mencari pasar lain, di mana terdapat akses yang mudah dan harga yang sebanding dengan nilai modal yang ditanamkan, kata Soriot.

AstraZeneca sedang berusaha menutupi kerugian akibat penurunan penjualan obat-obatan untuk COVID-19, kanker, gangguan metabolisme, dan penyakit langka lainnya.

Soriot mengungkapkan perusahaannya akan mengeluarkan sedikitnya 15 obat baru pada 2030.

Dia juga menyoroti keputusan AstraZeneca belakangan ini untuk mengalihkan pembangunan pabrik dari Inggris ke Irlandia.

Hal itu menunjukkan bahwa Inggris menjadi destinasi yang kurang menarik bagi perusahaan obat, katanya.

Keputusan yang dibuat pada 2021 itu juga didorong oleh pemberlakuan Skema Sukarela untuk Harga dan Akses Obat Bermerek (VPAS), kata juru bicara AstraZeneca.

VPAS, yang dimulai pada 2019, bertujuan untuk membuat harga obat-obatan lebih terjangkau dalam sistem kesehatan nasional (NHS) Inggris.

Skema itu mengharuskan perusahaan memberikan sebagian dana berdasarkan hasil penjualan obat resep bermerek ketika tingkat pertumbuhannya melewati batas maksimum.

Awalnya batas itu ditetapkan 2 persen per tahun, tetapi kemudian naik menjadi 15 persen pada 2022 dan melonjak jadi 26,5 persen pada 2023.

Soriot menyarankan beban biaya itu diturunkan. Dia mengatakan bahwa perusahaan farmasi memang tidak mau menutupi biaya pandemi COVID.

Dia menambahkan bahwa uji klinis produk obat-obatan juga tertunda karena NHS sedang menghadapi berbagai masalah.

"Ini juga menjadi pertanyaan; apakah kita bisa melaksanakan uji klinis, apakah kita ingin berinvestasi dan akan mendapat penghasilan yang sebanding?" kata dia. (Reuters)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home