Loading...
INDONESIA
Penulis: Melki Pangaribuan 14:01 WIB | Jumat, 29 Mei 2015

Australia Bahas Islamisasi di Indonesia

Pembicara dari kiri: Greg Barton, Julian Milie, Ariel Heryanto, Arianto Patunru, dan Antje Missbach. (Foto: radioaustralia.net.au)

MELBOURNE, SATUHARAPAN.COM - Proses Islamisasi di Indonesia menjadi salah satu topik yang dibahas dalam seminar Indonesia Today yang dilakukan oleh akademisi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Monash, di Village Roadshow Theater di pusat kota Melbourne, Kamis (28/5).

Dosen Universitas Monash, Julian Millie membahas apa yang disebut sebagai Islamisasi yang terjadi di Indonesia sekarang ini. Tema besar seminar adalah apa yang menjadi masalah paling besar dalam kehidupan di Indonesia saat ini dan bagaimana prospek dan tantangan yang dihadapi di tahun 2015 dan setelahnya.

Dalam bahasannya, Julian Millie mengatakan dibandingkan 20-30 tahun lalu, Indonesia sekarang lebih Islami. Ini bisa dilihat dari cara berpakaian para wanita Indonesia sekarang.

"Kalau kita perhatikan foto-foto di masa lalu dalam pertemuan NU atau Muhamadiyah misalnya hampir tidak ada yang mengenakan jilbab. Sekarang, semua mereka mengenakan jilbab," kata Millie seperti dilansir radioaustralia.net.au, Jumat (29/5).

Melihat dari kacamata di atas menurut Millie, Indonesia memang lebih Islami. Namun pertanyaan berikutnya adalah apa artinya lebih Islami tersebut. “Kata Islamisasi sendiri tidak memberikan contoh yang konkrit mengenai apa yang terjadi," kata Millie.

Mengambil contoh apa yang pernah dilakukan dai AA Gym yang berhasil membangun bisnis sambil berdakwah, Millie mengatakan bahwa para pegiat Islam di Indonesia dengan cepat menggunakan banyak ide budaya yang sudah ada di Indonesia untuk menyebarkan pengaruh mereka.

"Mereka mengkombinasikan dengan hal-hal modern seperti psikologi, manajemen, motivasi dan lainnya untuk menarik pengikut. Fenomena da'i cilik misalnya dimulai dari acara televisi. Sekarang kita melihat di pesantren para da'i cilik sengaja dilatih," tambah Millie.

Namun di tengah semua itu, menurut Miliie, mereka yang berharap bahwa kini semakin dominan warga muslim Indonesia yang lebih religius atau lebih taat dalam menjalankan agamanya, akan kecewa, karena hal tersebut tidak terjadi.

"Saya mendengar banyak keluhan bahwa walaupun begitu banyak kita lihat orang yang berlomba mengajarkan Islam di Indonesia namun kemajuan tidak banyak. Ada yang mengatakan yang terjadi adalah seperti "kita hanya berlari di tempat"," kata Milie.

Senada dengan Millie, Ariel Heryanto dalam pembahasannya mengatakan yang ada di Indonesia sekarang ini adalah fenomena Islam pop. Hal-hal yang berhubungan dengan Islam sangat populer mulai dari buku, film, fashion, musik.

Dalam waktu yang bersamaan, juga terjadi fenomena Asianisasi di mana warga di Indonesia berpaling ke Timur, dengan munculnya fenomena seperti Korean pop (K-pop) di mana Indonesia adalah pecinta K-pop terbesar di dunia.

"Saya pernah menghadiri sebuah pertunjukkan oleh kelompok K-pop. Selain beberapa pria, ada sekitar 2000 orang remaja yang hadir, banyak di antara mereka mengenakan jillbab. Namun ini tidak membuat mereka tidak menyukai budaya pop dari Korea tersebut," tambah Ariel Heryanto.

Selain Julian Millie tampil juga dosen dari Monash lainya Profesor Greg Barton yang membahas mengenai Islam dan Demokrasi di masa pemerintahan Jokowi: persepsi, realitas dan konteksnya. Selanjutnya, Antje Missbach yang juga dari Monash membahas mengenai kebijakan Indonesia mengenai pengungsi.

Sementara itu, masalah ekonomi dibahas oleh dosen dari Australian National University di Canberra, Arianto Patunru. Dalam acara Kamis malam tersebut, juga diluncurkan dua buku terbaru mengenai Indonesia.

Yang pertama berjudul  Linking People: Connections and encounters between Australians and Indonesians karya Antje Missbach dan Jemma Purdey. Buku kedua berjudul Identity and Pleasure: The politics of Indonesian Screen Culture karya Ariel Heryanto. (radioaustralia.net.au)

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home