Loading...
ANALISIS
Penulis: Evelyn Suleeman 05:20 WIB | Senin, 02 Desember 2019

Awas Ada Dioksin dalam Makanan Kita!

Telur curah (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – Belum lama ini, kita dikejutkan oleh berita telur yang terkontaminasi dioksin di Jawa Timur. Berita ini pertama kali dikeluarkan oleh International Pollutants Elimination Network (IPEN), yang bekerja sama dengan lembaga lain seperti NEXUS3 Foundation dan Ecoton (keduanya berbasis di Indonesia), serta Arnika (berbasis di Praha). Berita itu kemudian menjadi viral setelah beberapa media asing seperti New York Times, BBC, The Guardian memberitakannya.

Dalam studi berjudul ”Plastic Waste Poisons Indonesia's Food Chain” (Limbah Plastik Meracuni Rantai Makanan Indonesia), IPEN mengungkapkan telur ayam di Desa Bangun dan Tropodo, Waru-Sidoarjo, Jawa Timur, mengandung dioksin yang tingkatnya hampir 25x lipat melebihi ambang batas keamanan harian yang ditetapkan badan kesehatan Amerika Serikat. Bila menggunakan standar Otoritas Keamanan Pangan Eropa yang lebih ketat lagi, kadar dioksin pada telur yang ditemukan di Tropodo hampir 70 kali lipat.

Hal ini dikarenakan makanan ayam di sana sudah tercemar dioksin sebagai akibat adanya plastik yang digunakan produsen tahu sebagai bahan bakar saat membuat tahu. Dioksin yang terlepas ke lingkungan dan terjatuh ke tanah itu akan dimakan oleh ternak atau diserap oleh rumput.  Jadi, ternak termasuk ayam yang pakannya tidak terkontrol, atau ayam lepas yang dibiarkan mencari makan sendiri, akan tercemar dioksin.

Ternyata isu ditemukannya dioksin pada pangan juga pernah ditemukan di negara lain.

Pada 1999 kadar dioksin ditemukan pada daging unggas dan telur dari Belgia. Kontaminasi dioksin pada produk unggas, telur, dan babi juga ditemukan di negara lain. Setelah ditelusuri, penyebabnya adalah pakan ternak yang terkontaminasi minyak limbah industri berbasis PCB yang dibuang secara ilegal.

Sampai saat ini, kadar dioksin tertinggi ditemukan pada telur yang ada dekat Bien Hoa-Vietnam, bekas pangkalan udara Amerika Serikat pada masa Perang Vietnam. Dan kadar dioksin yang ada pada telur di Tropodo menduduki urutan kedua setelah itu. Bien Hoa menjadi lokasi uji coba “Agent Orange”, sebuah senjata biologis yang mengandung dioksin untuk memutus suplai gerilyawan karena dioksin efektif membasmi serta mencemari tumbuhan dan tanah hingga menjadi infertil. Apa akibatnya bagi tubuh manusia?

Ketika dioksin memasuki tubuh, ia bisa tersimpan lama karena mudah terserap oleh lemak yang menjadi cadangan energi. Diperkirakan setidaknya tubuh bisa terus terkontaminasi hingga 7-11 tahun. Dioksin merupakan polutan yang berpotensi menyebabkan kanker, cacat lahir seperti kelainan pada otak, jantung, organ kelamin, saluran kencing, bibir sumbing, club foot (kaki pengkor), spina bidifa, sindroma Down’s dan Parkinson. Di Vietnam ada risiko 30% lebih tinggi terjadinya kematian sebelum usia satu tahun di desa-desa yang dahulu disemprot Agent Orange.

Bagaimana di Indonesia? Setiap hari para pekerja pabrik tahu mulai membakar pada pagi buta hingga malam. Sampah plastik yang dibakar menghasilkan bau yang menyengat. ”Saya jadi tidak bisa bernapas,” ujar Karnawi yang tinggal di dekat tujuh pabrik tahu. Pabrik di sana tidak cuma menggunakan sampah plastik untuk memanaskan tungku kedelai saja, tetapi juga untuk menggoreng tahu. Tahu yang telah matang itu dijual ke pasar yang adadi wilayah tersebut.

Apakah produsen tidak tahu bahwa membakar plastik berbahaya? Menurut Khambali yang bekerja di salah satu pabrik tahu, warga tahu bahwa membakar plastik itu berbahaya. Akan tetapi, alasan ekonomi lebih kuat dibandingkan dengan alasan kesehatan. Menurut Ismail, mantan kepala desa Tropodo, produsen cuma ingin ”untung, untung, dan untung”. Saat menjadi kepala desa, Ismail membuat larangan penggunaan plastik sebagai bahan bakar pada 2014. Entah apa sebabnya, warga cuma patuh beberapa bulan saja. Menurut pengakuan Fadil, supir truk yang membawa limbah plastik ke desa Tropodo, penggunaan sampah plastik sebagai bahan bakar sudah berlangsung selama 20 tahun.

Witta Kartika Restu, peneliti polimer di Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebut, agar tidak menghasilkan polusi, plastik harus dibakar dalam suhu tinggi. Bila ditemukan ada dioksin pada sampel telur ayam di Desa Bangun dan Tropodo, kemungkinan besar karena pembakaran limbah plastik yang tidak sempurna.

WHO dalam situs resminya menyatakan dioksin bisa ditemukan di seluruh dunia karena  dioksin dihasilkan alam secara alami melalui letusan gunung api dan kebakaran hutan. Kandungan dioksin dapat meningkat drastis akibat aktivitas manusia seperti kebiasaan membakar sampah, produksi serta penggunaan pestisida dan herbisida, daur ulang produk elektronik, dan juga merokok. Tingkat tertinggi senyawa ini umumnya ada di tanah, sedimen dan bahan makanan terutama produk susu, daging, ikan, dan kerang. Tingkat yang sangat rendah ditemukan pada tanaman, air dan udara.

Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3, Kementrian Lingkungan Hidup mengakui bahwa pembakaran plastik itu berbahaya dan mengatakan akan menyelidiki bagaimana asap beracun dapat dikendalikan. Namun, ia menolak membahas masalah polusi akibat pembakaran sampah plastik ketika dihubungi oleh The New York Times.

”Memang karena faktor ekonomi, sehingga masyarakat lebih memilih sampah plastik. Tapi sebenarnya itu tidak langsung ke makanan, hanya diambil uapnya untuk pemanas, sehingga tidak berbahaya. Tapi masalah ini akan kami tindak lanjuti untuk mencari jalan keluar,” kata Kabid Industri Non-Agro Disperindag Jatim, Bagas Yulistyia.

Kepala Dinas Kesehatan Jawa Timur, Kohar Hari Santoso, mengimbau masyarakat agar tak terlalu khawatir akan isu  telur ayam mengandung dioksin. ”Jadi tidak bisa dipukul rata, ayam ini dekat sampah, ada dioksin. Harus dilihat dalam kadar dioksinnya berapa. Yang harus dilihat lebih lanjut adalah ayamnya,” tutur Kohar. ”Ternyata telur yang mengandung dioksin dari ayam lepasan. Beda masalahnya jika ayam peternakan yang memang untuk sentra produksi telur. Mereka sudah diperiksa dan aman.”

Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa mengatakan ingin memediasi agar para pelaku IKM (Industri Kecil Menengah) tahu di Tropodo itu mengubah bahan bakar yang sementara ini dari plastik. Ada sejumlah pilihan bahan bakar dapat digunakan. Di antaranya adalah pelet kayu dan gas seperti PGN, CNG, atau LPG. Dari opsi yang ada itu, pelet kayu merupakan bahan bakar terbarukan yang selalu ada dan paling terjangkau.

Khofifah juga mengatakan bahwa di Jatim ada 8.2 miliar butir telur, dan telur yang ditemukan mengandung dioksin berasal dari ayam kampung yang dilepas. Jadi, mengimbau jangan khawatir mengonsumsi telur di Jatim.  

Tentu saja imbauan yang diberikan baik oleh Kepala Dinas Kesehatan Jawa Timur maupun Gubernur Jawa Timur agar masyarakat tidak perlu kuatir, bukan berarti pekerjaan rumah mereka sudah selesai. Isu ini menunjukkan bahwa kesehatan sering kali tidak diindahkan cuma karena alasan ekonomi semata. Bila ingin meningkatkan ekonomi warga, tentu saja perlu juga diperhatikan isu lingkungan dan kesehatan.  

 

*Penulis adalah Dosen di FISIP-UI, Pemerhati Lingkungan

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home