Loading...
EKONOMI
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 18:01 WIB | Senin, 01 Agustus 2016

Bank Indonesia Luruskan Angka Kemiskinan DKI Jakarta

Ilustrasi. Situasi rumah susun Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara. (Foto: Diah A.R)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan DKI Jakarta, Donny Joewono, meluruskan perbedaan mengenai data angka kemiskinan yang dirilis BI Perwakilan DKI Jakarta yang berbeda dengan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta.

Pada bulan Juli lalu, BPS menyatakan bahwa angka kemiskinan di Jakarta meningkat 0,14 poin.

Berdasarkan data BPS itu, pada bulan Maret 2016, jumlah penduduk miskin di Jakarta mencapai 384.300 orang atau 3,75 persen dari jumlah keseluruhan penduduk ibu kota. Jumlah penduduk miskin itu lebih tinggi dari data pada bulan September 2015 yang mencapai 368.670 orang atau 3,61 persen dari jumlah penduduk DKI.

Berbeda dengan BPS, BI menyatakan angka kemiskinan di Jakarta terus mengalami penurunan sejak tahun 2013.

“Kalau BPS, baik nasional maupun DKI, memang secara angkanya seperti itu. Data bulan maret 2016 yang dibandingkan dengan data bulan September 2015 yang membuat munculnya perbedaan. Kalau dilihat datanya, kemiskinan di DKI tahun 2013 sebesar 7,49 persen, tahun 2014 sebesar 9,91 persen, tahun 2015 sebesar 8,84 persen, dan sekarang (2016) menjadi 4,71 persen," kata Donny, di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, hari Senin (1/8) siang.

Menurutnya, apabila membandingkan dengan saat menjelang lebaran pasti harga makanan yang naik mempengaruhi garis kemiskinan. “Jika perhitungan mendekati lebaran pasti garis kemiskinan naik dong, bukan seperti itu membacanya. Harus dibaca dari tahun ke tahun,” katanya.

Dia menjelaskan, garis kemiskinan tergantung dari jumlah penduduk, pendapatan per kapita, dan garis kemiskinan itu sendiri. Garis kemiskinan dihitung dari konsumsi orang dalam membeli bahan makanan dan non makanan. Ia mencontohkan yang merupakan bahan makanan ialah seperti beras dan daging, sedangkan yang non makanan seperti pendidikan dan perumahan.

Menengok dari tahun 2015, Donny menyebutkan beberapa hal yang mampu menurunkan angka kemiskinan antara lain disebabkan karena makanan. Namun, di tahun 2016 lebih dipengaruhi oleh non makanan.

“Jadi, langkah Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tracknya sudah benar dalam menurunkan angka kemiskinan, yakni berfokus pada non makanan seperti pembangunan rumah susun dan transportasi murah. Program yang mengeluarkan bantuan sosial sebesar Rp 3,5 triliun itu diharapkan benar-benar mampu menurunkan tingkat kemiskinan di DKI,” ujar dia.

Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, sempat meragukan angka kemiskinan di Jakarta yang dirilis oleh BPS.

"Kita akan tanya kepada BPS. Saya yakin yang miskin itu pasti ada, tapi saya tidak yakin yang data masuk ke kami tingkat kemiskinan di DKI paling rendah se-Indonesia," kata Djarot di Jakarta, hari Selasa (19/7) lalu.

Djarot menilai, data jumlah penduduk miskin yang meningkat milik BPS Provinsi DKI Jakarta bukan data yang valid. Artinya, tidak menggambarkan kondisi kemiskinan di ibu kota. Menurutnya, yang didata tidak seluruhnya warga yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) DKI Jakarta.

"Sekarang kalau mengenai kemiskinan di DKI, anda tahu bahwa DKI ini dihuni oleh berbagai macam penduduk dari berbagai macam daerah. Saya khawatirkan adalah, data BPS itu bukan KTP Jakarta," kata Djarot.

Djarot pun meminta BPS Provinsi DKI Jakarta menyerahkan data jumlah peningkatan penduduk miskin di Jakarta yang valid ke Pemprov DKI Jakarta. Sehingga pemprov dapat memberikan solusi tercepat mengatasi peningkatan jumlah penduduk miskin tersebut.

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home