Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 10:23 WIB | Kamis, 12 Mei 2016

Bawang Merah Rp 45.000, Pedagang Sayur: Enak Zaman Pak Harto

Caption: Pedagang sayur keliling di perumahan SBS, Kelurahan Harapan Jaya, Bekasi Utara, Wijar (52 tahun) sedang melayani pembeli. Ia mengatakan keadaan ekonomi lebih sulit saat ini. (Foto: Melki Pangaribuan)

BEKASI UTARA, SATUHARAPAN.COM – Pedagang sayur keliling di perumahan SBS, Kelurahan Harapan Jaya, Bekasi Utara, Wijar (52 tahun), mengatakan harga bawang merah di Pasar Induk masih cukup tinggi, berkisar Rp 40.000 per kilogram.

Dia mengaku harga tersebut sudah lebih dari tiga bulan dijual di Pasar Induk Kota Bekasi. Dia sendiri menjual Rp 45.000 per kilogram kepada para pembeli yang rata-rata ibu rumah tangga.

Menurut pedagang sayur yang sudah lebih 30 tahun berjualan ini, harga bawang merah Brebes lebih mahal dibandingkan harga bawang merah Bandung dikarenakan kualitas bawang merah Brebes lebih baik.

"Yang mahal harga bawang Brebes Rp 40.000 sekilo, digoreng juga rasanya beda. Kalau (bawang) Bandung harganya miring Rp 37.000-Rp 38.000," kata Wijar kepada satuharapan.com di Bekasi Utara, hari Kamis (12/5).

Sementara itu, untuk harga cabai merah dan dan rawit merah berkisar Rp 20.000 per kilogram dan dijual Rp 25.000-Rp 30.000 per kilogram.

"Kalau mau puasa harga dijamin naik Mas," katanya.

Untuk harga tomat, kata dia, masih berkisar Rp 8.000 per kilogram dan dijual Rp 12.000-Rp 15.000 per kilogram. Sedangkan harga daging sapi Rp 120.000 per kilogram dan dijual Rp 125.000 per kilogram.

Zaman Soeharto Lebih Murah

Wijar mengeluhkan kondisi ekonomi saat ini yang sangat sulit apalagi untuk sekadar mendapatkan untung dari penjualannya. Dia membandingkan zaman pemerintahan presiden Soeharto dan zaman pemerintahan Joko Widodo yang sangat berbeda soal penentuan harga barang kebutuhan pokok.

"Kalau ekonomi kita (pedagang sayur) saat ini susah, lihat perkembangannya hebat tapi di mal pada ramai. Sekarang jualan sudah pahit banget, modal Rp 2 juta. Nyari (untung) Rp 100.000 bersih saja susah. Kalau kita untung Rp 1.000-Rp 2.000 sudah bagus," katanya.

"Kalau zaman (Presiden) Soeharto barang lebih murah, ambil untung Rp 10.000 dulu itu sudah enak.Kalau sekarang untung Rp 100.000 empot-empotan, susah perutnya," dia menambahkan.

Lebih lanjut, dia juga menyayangkan permainan para tengkulak (pedagang perantara) di pasar. Dia menceritakan bahwa di Pasar Induk para tengkulak pasar biasa menahan stok barang sehingga harga menjadi tinggi.

"Di tengkulak masuk semobil tapi dikeluarin sekarung dua karung, barang ditahan-tahan. Yang punya duit kebanyakan mainin harga jadi harga tinggi,'" katanya.

Dia mencontohkan mantan Kepala Badan Reserse Kriminal, Komjen Pol Budi Waseso, yang bertindak tegas terhadap para pemain harga daging sapi di pasaran. Dia menyayangkan, tindakan tegas Budi Waseso justru berimbas pada pencopotan jabatannya.

"Waktu zaman Budi Waseso sudah benar dia mau tindak permainan harga sapi, tapi dia mau jujur malah digeser sama atasan. Lihat ini lucu, orang mau jujur malah digeser," katanya.

Di tengah wawancara dengan satuharapan.com, sesekali Wijar melayani pembeli sayur dagangannya.

"5.000 tiga (ikat) ya," kata seorang pembeli menawar sayur kangkung dagangan Wijar.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home