Loading...
FLORA & FAUNA
Penulis: Reporter Satuharapan 13:49 WIB | Rabu, 20 November 2019

BBKSDA Jatim Lepasliarkan Satu Elang Jawa

Tim BKSDA, YKEI, dan perwakilan forkopimda Ponorogo dan Madiun bersiap melepasliarkan seekor elang jawa jantan dewasa ke alam liar di kawasan Cagar Alam Picis, Ponorogo, Rabu (20/11/2019) (Foto: Komunitas CAKRA (Cinta Satwa dan Konservasi) Tulungagung)

PONOROGO, SATUHARAPAN.COM - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur melepasliarkan satu elang jawa (Nisaetus bartelsi) dan enam merak hijau (Pavo muticus) di kawasan Cagar Alam Gunung Picis dan Gunung Sigogor, Kabupaten Ponorogo.

Menurut siaran pers Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur, Rabu (20/11), tujuh satwa langka dan dilindungi yang dilepasliarkan di kawasan cagar alam di Kabupaten Ponorogo terdiri atas satu elang jawa jantan, dua merak hijau jantan, dan empat merak hijau betina.

"Elang jawa atau Nisaetus bartelsi merupakan salah satu spesies prioritas yang terancam punah. Satwa tersebut telah melalui tahapan rehabilitasi dan habituasi sebelum dilepasliarkan ke habitatnya," kata Humas BBKSDA Jawa Timur Gatut Panggah Prasetyo.

Ia menjelaskan, rehabilitasi dan habituasi satwa-satwa tersebut dilakukan sejak Juli 2019 oleh Yayasan Konservasi Elang Indonesia (YKEI) bersama BBKSDA Jawa Timur dengan dukungan PT Pertamina Fuel Terminal Madiun.

Cagar Alam Gunung Sigogor dipilih sebagai lokasi pelepasliaran karena memang merupakan habitat alami elang jawa dan telah ditetapkan sebagai tempat pemantauan elang jawa sejak 2014 oleh BBKSDA Jawa Timur.

Menurut data BBKSDA, populasi elang jawa di Kawasan Cagar Alam Gunung Sigogor ada tujuh sampai 11 tahun 2019, sudah lebih banyak dari kondisi tahun 2014, ketika hanya ada tiga elang jawa saja di kawasan itu.

"Penambahan populasi ini menunjukkan bahwa pelepasliaran sebelumnya telah mengalami perkembangbiakan dan dapat dinyatakan berhasil, suatu prestasi yang membanggakan bagi dunia konservasi satwa di alam," kata Gatut.

Burung merak hijau yang dilepasliarkan, menurut Gatut, dua di antaranya berasal dari penangkaran milik UD Tawang Arum milik Surat Wiyoto di Desa Tawang Rejo Kecamatan Gemarang, Kabupaten Madiun.

Selain itu ada tiga merak hijau dari Lembaga Konservasi Perusahaan Daerah Obyek Wisata Umbul milik Pemerintah Kabupaten Madiun dan satu lagi dari warga yang menyerahkan burung itu ke BBKSDA Jawa Timur.

"Seluruh satwa yang dilepasliarkan telah diberi tanda, tagging pada tubuh..., hal ini bertujuan untuk mempermudah mengidentifikasi jika satwa tersebut tertangkap dan mempermudah monitoring perkembangan dari satwa tersebut," kata Gatut.

Pelepasliaran satwa tersebut merupakan bagian dari upaya konservasi dan dilakukan dalam rangkaian peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional 2019 setiap 5 November.

Populasi Elang Jawa Menurun Drastis

Populasi elang jawa di sekitar Gunung Ijen yang terletak di kawasan selatan bagian timur Provinsi Jawa Timur ditengarai mengalami penurunan cukup drastis selama beberapa tahun terakhir sebagai dampak perubahan fungsi hutan menjadi perkebunan.

"Kami menduga terjadi migrasi besar-besaran dari kawasan ini (Gunung Ijen) ke tempat atau kawasan lain yang lebih terlindung dan masih alami," kata Gatut Panggah Prasetyo yang dikonfirmasi seusai pelepasliaran elang jawa di Cagar Alam Picis, Kabupaten Ponorogo, Rabu (20/11).

Menurut dia, hutan produksi yang dulunya menjadi jalur lintas elang jawa bertahap hilang dan berganti menjadi kawasan perkebunan.

Selain perubahan fungsi kawasan di sekitar Gunung Ijen yang dulunya menjadi habitat elang Jawa, kata dia, tingginya aksesibilitas manusia seiring pembukaan area-area perkebunan baru serta arus kunjungan wisatawan yang meningkat.

Dia menegaskan bahwa kondisi sebaliknya terjadi di kawasan Gunung Sigogor dan Gunung Picis yang telah ditetapkan sebagai area cagar alam di kaki Gunung Wilis.

Populasi elang jawa daerah itu, kata Gatut, diidentifikasi meningkat. Dari asalnya terdeteksi tiga ekor elang jawa pada 2014, kini telah berkembang menjadi antara 7-11 ekor.

"Kondisi ini didukung oleh semua faktor, mulai faktor alami di Ponorogo yang masih bagus, kawasan 'buffer zone' Perhutani yang masih terjaga, serta masyarakat yang peduli konservasi, sadar dan peduli terhadap upaya pelestarian satwa dan lingkungannya," kata Gatut.

Menurut dia, perkembangan positif itu disambut gembira oleh BKSDA maupun semua pihak yang peduli konservasi elang jawa, seperti dari Yayasan Konservasi Elang Indonesia (YKEI) dan pegiat lingkungan lain.

Mereka berharap elang jawa yang saat ini tercatat sekitar 300-an ekor di seluruh pulau Jawa (mayoritas terdeteksi di Garut, Jawa Barat dan Jawa Timur), bisa terus berkembang sehingga satwa khas yang dilindungi dan menjadi lambang negara Indonesia itu kian lestari di alam liar.

Di BKSDA Jatim sendiri saat ini masih ada 4-5 ekor elang jawa yang menjalani proses rehabilitasi. Gatut mengatakan, elang-elang jawa hasil penyerahan masyarakat itu tidak serta-merta dilepasliarkan demi mempertimbangkan kesiapan satwa itu berada di alam liar yang menjadi habitat aslinya.

Mulai dari dilatih dengan makanan mangsa hidup selama kurun 2-3 bulan (tikus, anak ayam dan sebagainya), elang jawa yang dipilih dan dipersiapkan untuk dilepas liar kemudian menjalani proses habituasi atau pengenalan lingkungan alami baru yang akan menjadi habitatnya selama kurun waktu yang sama.

Tujuan habituasi ini, katanya, untuk mengadaptasikan elang jawa dengan iklim yang ada di calon habitat barunya. Baru setelah habituasi dinyatakan cukup, elang dilepasliarkan.

Namun, katanya, sebelum itu elang jawa akan diperiksa terus kesehatannya sebelum benar-benar dilepasliarkan.

Hal itu dimaksudkan supaya saat benar-benar sudah di alam liar tidak memicu penyakit bagi populsi elang jawa lain di alam liar. (Ant)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home