Loading...
INDONESIA
Penulis: Octavia Putri 22:32 WIB | Minggu, 28 Maret 2021

Benarkah Gaya Cinta Masa Dewasa Dipengaruhi Masa Kecil?

Ilustrasi. (Foto: Ist)

SATUHARAPAN.COM - Mencintai dan dicintai seseorang merupakan hal terindah di dunia. Gaya cinta yang ditampilkan oleh kita ternyata dipengaruhi kejadian masa kecil loh. Menurut Dr Milan dan Kay Yerkovich yang merupakan seorang konselor pernikahan dan keluarga menyatakan bahwa setiap orang memiliki gaya cinta tertentu berdasarkan pola pengasuhan sebelumnya dikarenakan cara belajar, bagaimana memilih untuk bereaksi/berespon terhadap situasi yang berbeda, dan cara kita mengekspresikan diri. Pola perilaku ini terbentuk sejak dari usia kanak-kanak. Hal tersebut dimulai, ketika kita pertama kali belajar bagaimana memahami lingkungan terdekat kita.

Lebih lanjut, menurut Paula Quinsee, pengasuhan berdampak besar di kehidupan sehari-hari, seperti bagaimana kita memilih pasangan dan cara menjalin tipe hubungan dengan orang lain. Secara tidak sadar dipengaruhi oleh kepribadian yang dipelajari dari pengasuh utama kita sejak kecil (seperti orang tua maupun orang terdekat anak). Usia 7 tahun pertama bagi anak adalah masa pembentukan emosional, seperti belajar berkomunikasi, menjalin relasi, mengekspresikan diri, mengontrol diri, mengelola konflik, bagaimana menempatkan diri di lingkungan, dan lainnya. Umpan balik dari lingkungan berdampak kepada kepribadian kita, bagaimana kita melakukan gaya komunikasi, cara mengatasi stress, cara mengelola permasalahan, hingga perilaku yang kita tampilkan karena perasaan insecure atau rasa takut. Ini memberikan efek kepada hubungan percintaan dan gaya cinta seseorang.

Kita perlu tahu ada lima gaya cinta manusia agar membantu kita secara sadar mengubah perilaku kita menjadi lebih baik. Menurut Dr. Milan dan Kay Yerkovich, yaitu The Avoider (tipe penghindar), The Pleaser (tipe pemohon), The Vacillator (tipe bunglon), The Controller (tipe pengontrol), dan The Victim (tipe korban.)

The Avoider (tipe penghindar), kata-kata andalan mereka “I am usually “fine,” and when something bad happens I try to get over it quickly”. Biasanya berasal dari keluarga tanpa/kurang kasih sayang dan pengasuh cenderung menghargai kemandirian. Tipe ini tumbuh untuk terbiasa mengontrol diri mereka sendiri, menutupi perasaan dan kebutuhan diri, mengatasi kecemasan sendiri, hingga perlu ‘menghindari’ agar terlihat baik-baik saja dihadapan orang lain.

Tips: perlu belajar mengekspresikan emosi dan membuka diri, memahami bahwa tidak ada salahnya mengakui perasaan.

The Pleaser (tipe pemohon), kata-kata andalan tipe ini adalah “Conflict makes me uneasy and I prefer to deal with disagreement by giving in or making up for it and quickly and moving on”. Biasanya berasal dari keluarga yang protektif atau terlalu kritis, sehingga “harus“ bisa melakukan yang terbaik, sehingga tidak mengecewakan orang lain dan membuat orang lain bahagia tanpa memikirkan perasaannya sendiri. Sering kali sulit mengatakan “tidak” demi keinginan orang lain dan mudah stress karena terbiasa membaca perasaan orang lain, tapi sering bertolak belakang dengan kebutuhan diri sendiri.

Tips: perlu jujur tentang perasaan diri sendiri, “tidak harus” selalu melakukan kebutuhan atau keinginan orang lain jika diri sendiri tidak nyaman melakukannya, perlu belajar mengatakan tidak, dan daripada bohong akan lebih baik jujur walaupun menyakitkan.

The Vacillator (tipe bunglon), kata andalannya mereka “I experience internal conflict and a high level of emotional stress in relationships”. Biasanya tumbuh dari keluarga yang tidak dapat diprediksi, seperti kasih sayang dan aturan yang kurang konsisten. Cenderung sensitive, sering merasa ditinggalkan dan merasa tidak diterima sebagai anak serta takut diacuhkan. Di suatu hari merasa di sayang, tapi di waktu lain merasa tidak diharapkan.

Tips: perlu belajar bagaimana mengenal diri sendiri dan orang lain terlebih dahulu, sebelum memutuskan untuk menjalin hubungan karena terlalu cepat. Perlu menyamakan persepsi dengan orang lain, sehingga ekspektasi yang diharapkan sesuai kebutuhan diri sendiri.

The Controller (tipe pengontrol), kata kesukaan mereka adalah “No one protected me from harm when I was growing up, so I had to get tough and take care of myself”. Tumbuh dari keluarga yang kurang mampu memberikan rasa aman, sehingga merasa perlu melindungi diri sendiri. Cenderung menggunakan amarah sebagai bentuk kekuasaan. Terlihat sebagai orang yang mudah marah dan egois.

Tips: pelan-pelan belajar mentolerir kesalahan orang lain, memaafkan ketidaksempuranaan dari orang lain, mempercayai proses dan melihat dari sisi lainnya, dan coba untuk mengelola perasaan. Bukan berarti hal yang tidak sejalan dengan kita, pasti salah, akan selalu ada pembelajaran ke depannya.

The Victim (tipe korban), kata yang mencerminkan si tipe korban adalah “If I spoke up more and had stronger opinions, other people would be even angrier”. Tumbuh dari keluarga yang kacau dan pengasuh yang cenderung kejam. Sehingga anak membentuk imajinasi “seandainya keluarga saya…” agar dapat mengurangi kesepian yang sebenarnya dirasakan. Terlihat sebagai anak yang kurang percaya diri, cenderung merasa mudah cemas, cenderung menekan perasaan marah, dan terlihat patuh. Sering kali terlihat sebagai anak yang mudah beradaptasi di lingkungan baru dan terlihat tenang ketika menghadapi masalah.

Tips: perlu belajar mencintai diri sendiri serta yakinkan diri bahwa diri kita aman dan kita bukanlah korban atau pun pelaku. Kita mampu mengendalikan diri kita sendiri, bukan orang lain. Perlu jujur juga tentang perasaan sendiri.

Dengan mengetahui “Love Style” kita dan luka/trauma masa lalu, diharapkan dapat membantu kita untuk menjalin hubungan yang sehat di masa depan. Semoga lebih memahami diri sendiri dan orang lain ya. Bukan berarti masa lalu kita akan selalu sama dengan masa depan. Kita punya pilihan untuk mengubah “lingkaran setan” masa lalu, agar memiliki masa depan yang lebih baik.

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home