Loading...
BUDAYA
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi 12:31 WIB | Selasa, 24 April 2018

Bentara Budaya Yogyakarta Gelar Pameran "Pengilon"

Bentara Budaya Yogyakarta Gelar Pameran "Pengilon"
Pameran seni rupa "Pengilon" di Bentara Budaya Yogyakarta, Jalan Suroto No. 2 Yogyakarta, 21-29 April 2018 (Foto-foto: Moh. Jauhar al-Hakimi).
Bentara Budaya Yogyakarta Gelar Pameran "Pengilon"
Gambar belakang: lukisan berjudul "Stillness" (kiri) dan "Stillness and Peace" (kanan) karya Wahyu Wiedyardini. Gambar depan: The Sea Eyes Princess #3 - keramik - Dona Prawita Arissuta.
Bentara Budaya Yogyakarta Gelar Pameran "Pengilon"
Metanoia #2 - variabel dimensi - kain, cermin - Theresia Agustina Sitompul - 2018.

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dua belas seniman-perupa perempuan yang tergabung dalam kelompok Bumbon diantaranya Theresia Agustina Sitompul, Agustina "tina" Tri Wahyuningsih, Dona Prawita Arissuta, Roeayyah Diana P, ditengah kesibukannya sebagai pekerja-ibu rumah tangga masih sempat berkarya seni dan mempresentasikannya.

Dua puluh dua karya seni dua-tiga matra dengan berbagai tema dan teknik eksekusi dipamerkan di ruang pamer mengambil tajuk "Pengilon" di Bentara Budaya Yogyakarta (BBY). Pameran dibuka oleh budayawan Sindhunata, Sabtu (21/4) malam.

Pengilon secara harfiah berasal dari bahasa Jawa memiliki arti benda untuk bercermin. Dengan tajuk tersebut kedua belas seniman-perupa menjadikan material yang ada dalam sekitar kehidupan sehari-harinya sebagai medium karya bahkan material tersebut sendiri sesungguhnya adalah sebuah karya seni.

Sebagaimana dijelaskan oleh Nadiyah Tunnikmah bahwa medium dan teknik menjadi bagian penting dalam mewujudkan gagasan sebuah karya, kedua wilayah tersebut adalah ranah penggalian bagi kedua belas seniman-perupa. Nadiyah sendiri menggunakan teknik cetak saring (silk screen print) dan cetak tinggi (relief print-woodcut) sebagai base karyanya. Dengan menambahkan potongan kaca cermin pada empat karya panel "Melihat yang tak Terlihat, tak Melihat yang terlihat" sinar yang menerpa karya dipantulkan ke lantai ruang pamer menjadi pemandangan unik. 

Hal yang sama dilakukan oleh Tina Tri Wahyuningsih pada karyanya berjudul "Menjadi" dengan medium kain-dakron. Tina bahkan menambahkan cermin kecil (pengilon) dalam jumlah yang banyak pada tubuh "Menjadi", sehingga selain pantulan sinar di lantai ada banyak refleksi terekam dalam cermin-cermin tersebut. Secara alamiah sifat manusia adalah narsis, penuh keakuan, maupun kumpulan ego-ego. Di depan karya "Menjadi", akan memancing setiap pengunjung yang mendekat untuk melihat  ada apakah di dalam cermin-cermin yang terpajang pada tubuh merah tersebut?

Dona Prawita Arissuta dan Trien "iien" Afriza dalam eksplorasi karya keramik (stoneware) seolah tidak bisa melepaskan diri dari realitas kaum perempuan dengan wilayah domestik rumah tangganya, meskipun wilayah domestik sesungguhnya tidak melulu menjadi domain kaum perempuan. Karya keramik keduanya seolah menjadi alam bawah sadar kaum perempuan: barang-barang kehidupan keseharian yang tidak jauh dari dapur, peralatan memasak, pot bunga, hiasan rumah. Setidaknya hal tersebut terekam dalam karya Trien berjudul "Cermin Dalam Tampak Luar" dan karya Dona berjudul "The Sea Eyes Princess #1". Sementara pada karya "The Sea Eyes Princess #3", Dona membuat karya figur dua anak kembar bersama ibunya yang memiliki lima payudara.

Dalam konteks ilmu seni rupa Batak dikenal ornamen binatang melata cicak yang disebut dengan gorga boraspati yang selalu berhadapan dengan ornamen empat payudara, yang disebut gorga adop-adopAdop-adop dalam jumlah empat memiliki makna simbol kesucian, kesetiaan, kesejahteraan, dan kesuburan perempuan. Dengan kelima payudara dalam karyanya, Dona tentu punya makna tersendiri yang bisa jadi memiliki konteks yang hampir sama.

Yang cukup menukik pada permasalahan domestik dan sering dihadapi kaum perempuan digambarkan menarik oleh Sari Handayani dalam karya videografi berdurasi lima menit. Karya berjudul "Panggilan Domestik" seolah menghadapkan kaum perempuan dalam realitas dan angan-angannya yang bisa jadi berkebalikan. Kuasa atas waktu kerap menjebak kaum perempuan dalam keinginan, angan-angan yang indah dengan berbagai perkembangan teknologi-informasi yang berlari begitu cepat dan dalam waktu yang hampir bersamaan harus menghadapi kenyataan urusan menyiapkan isi perut di rumah juga harus dipikirkan. Ketika seorang ibu bekerja di luar, tiap saat adalah kerinduan akan rumah.

Cermin, pengilon, atau apapun istilahnya bisa jadi sebuah refleksi bagi yang melihatnya atau justru kebalikan dari apa yang dilihatnya dalam cermin dimana kehidupan nyata sesungguhnya penuh dengan kompleksitas problematikanya, sebagaimana sifat bayangan yang tertangkap dalam sebuah cermin itu sendiri adalah imaji yang maya, tegak, terbalik (mirror).

Pameran seni rupa "Pengilon" akan berlangsung hingga 29 April 2018 di Bentara Budaya Yogyakarta, Jalan Suroto No. 2 Yogyakarta..

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home