Bentrokan Bersenjata di Sudan: 26 Tewas, Termasuk Paramiliter
KHARTOUM, SATUHARAPAN.COM-Bentrokan bersenjata terjadi di Provinsi Kordofan Selatan, Sudan, selama 48 jam dan menewaskan 26 orang, termasuk pasukan paramiliter, kata pihak berwenang, hari Rabu (13/5). Ini menandai pecahnya kekerasan ketiga di bulan ini yang mengganggu transisi negara itu menuju demokrasi.
Pertempuran itu menjadi tantangan besar bagi upaya pemerintah transisi Sudan untuk mengakhiri pemberontakan selama beberapa dekade di beberapa wilayah negara itu. Sudan berada di jalur yang rapuh menuju demokrasi setelah pemberontakan rakyat membuat militer menggulingkan mantan presiden otokratis, Omar al-Bashir, pada April tahun lalu.
Pertempuran pecah pekan ini antara warga bersenjata di sebuah pasar di kota Kadugli, ibukota Provinsi Kordofan Selatan, kata Wakil Kepala Staf Militer Sudan, Abdalla al-Bashir. Dia mengatakan 26 orang terbunuh dalam dua hari bentrokan.
Al-Bashir mengatakan perselisihan itu menyangkut penjualan senjata yang meningkat dalam dua hari terakhir di pasar dan di beberapa desa di Kadugli. Kota ini terletak sekitar 715 kilometer selatan ibukota Sudan, Khartoum.
Pihak berwenang memberlakukan jam malam 24 jam selama tiga hari untuk menstabilkan situasi, katanya.
Keterlibatan Paramiliter
Gamal Ammer, juru bicara Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter, mengatakan setidaknya sembilan tentara tewas dan sedikitnya 26 orang lainnya, termasuk 10 warga sipil, terluka dalam bentrokan itu, yang meletus pada Senin (11/5) malam. Dia tidak menjelaskan siapa 16 yang terluka itu.
Ammer mengatakan pasukan RSF tidak ambil bagian dalam bentrokan itu tetapi tidak menjelaskan bagaimana mereka dibunuh dan dilukai. RSF tumbuh dari milisi Janjaweed yang terkenal terlibat dalam konflik Darfur, dan pasukan itu sekarang menjadi bagian dari militer.
Abdalla al-Bashir, yang berada di Kadugli pada hari Rabu, mengatakan kekerasan itu bukan hasil dari bentrokan suku, tetapi lebih merupakan "perselisihan antar individu." Itu terjadi pada April ketika "penjahat" menjarah ternak di sebuah desa di selatan Kadugli, namun ia tidak merinci. Dia mengatakan penyelidikan dibuka dan mereka yang terlibat akan dituntut.
Tantangan Transisi Demokratis
Mussa Mahmoud, sekretaris jenderal pemerintah provinsi, menyalahkan "kelompok terlarang" atas bentrokan itu. Dia juga tidak merinci penjelasannya. Pekan lalu, terjadi bentrokan antarsuku di Provinsi Darfur Selatan dan Kassala, menewaskan sedikitnya 36 orang dan puluhan lainnya luka-luka.
Bentrokan itu menimbulkan tantangan besar bagi upaya pemerintah transisi untuk mengakhiri pemberontakan selama beberapa dekade di beberapa daerah.
Kekerasan itu terjadi ketika pihak berwenang berjuang untuk memerangi pandemi virus corona, dan dalam situasi sistem perawatan kesehatan Sudan telah lemah akibat perang dan sanksi internasional selama beberapa dekade.
Negara ini memiliki lebih dari 1.660 kasus terinfeksi virus corona baru yang dikonfirmasi, termasuk setidaknya 80 kematian.
Otoritas transisi menghadapi tantangan yang meningkat, terutama menghidupkan kembali ekonomi yang terpukul oleh perang saudara selama puluhan tahun dan sanksi internasional.
Prioritas utama bagi pemerintah transisi adalah mengakhiri pemberontakan di provinsi-provinsi Sudan yang berjauhan untuk memangkas pengeluaran militer, yang menghabiskan banyak anggaran nasional. Kelompok pemberontak telah berbulan-bulan terlibat dalam pembicaraan dengan otoritas transisi untuk membangun perdamaian. (AP)
Editor : Sabar Subekti
KSAU Resmikan Skadron Pendidikan Siber di Bogor
BOGOR, SATUHARAPAN.COM - Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Mohamad Tonny Harjono me...