Loading...
HAM
Penulis: Melki Pangaribuan 17:20 WIB | Selasa, 14 Juni 2016

Besok Pendukung Pembebasan Papua Demo Tolak Tim Luhut

Sebuah foto yang dilansir oleh Kantor Benny Wenda yang menggambarkan unjuk rasa rakyat Papua pada 31 Mei lalu. Sedikitnya 3.000 orang turun ke jalan di berbagai lokasi di Papua (Foto: Office of Benny Wenda)

JAYAPURA, SATUHARAPAN.COM - Massa pendukung pembebasan Papua yang dimotori oleh Komite Nasional Papua Barat (KNPB) merencanakan melakukan unjuk rasa besok, Kamis (15/6)  di sejumlah kota di Papua. Dalam unjuk rasa kali ini, salah satu tuntutan massa adalah menolak Tim  Terpadu Penanganan Dugaan Pelanggaran HAM di Provinsi Papua dan Papua Barat yang dibentuk oleh Menkopolhukam Luhut Pandjaitan pada 15 Mei lalu. 

"Ya benar," kata Victor Yeimo, Ketua Umum KNPB, ketika dikonfirmasi oleh satuharapan.com, hari ini (14/6).

Hal yang sama diakui oleh Markus Haluk, salah satu anggota tim kerja United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

"Konsolidasi maksimal sedang dilakukan oleh KNPB dan organisasi perjuangan. Jadi kita lihat besok," kata dia kepada satuharapan.com. ULMWP adalah organisasi yang mewadahi sejumlah organisasi yang menuntut penentuan nasib sendiri di Papua.

Selain menolak tim bentukan Luhut, menurut Markus, unjuk rasa besok juga menuntut hal yang juga telah disuarakan pada unjuk rasa sebelumnya, yaitu mendukung ULMWP mendapat status anggota penuh di Melanesian Spearhead Group (MSG) yang akan melaksanakan konferensi tingkat tinggi di Fiji, bulan depan.

Penolakan terhadap Tim Bentukan Luhut

Tim yang dibentuk Menkopolhukam didasarkan pada instruksi Presiden Joko Widodo yang menargetkan penyelesaian pelanggaran HAM di Papua dalam tempo satu tahun. Tim dibentuk dengan tugas menghimpun data, informasi, analisa, dan melaporkannya kepada Menkopolkam untuk diteruskan pada Presiden.

Laporan media menyebutkan sekitar 30-an anggota bergabung dalam tim. Mereka  terdiri dari Jajaran Menkopolhukam dan Dirjen HAM, Ketua Komnas HAM, JAM Pidsus, Ahli Hukum Pidana, Staf Ahli KABIN, Kapolda Papua, Pangdam XVII Cendrawasih, Kapolda Papua Barat, Kejagung, dan beberapa tokoh Papua. Di antara tokoh Papua itu, adalah Matius Murib, Marinus Yaung, dan Lien Moloali.

Namun, suara menolak kehadiran tim telah berkumandang cukup keras belakangan ini terutama dari berbagai elemen pergerakan madani di Papua.

Ketua I KNPB, Agus Kossay, menerbitkan pernyataan bersama menolak Tim Bentukan Luhut pada Kamis (9/6) lalu dengan menekankan bahwa  persoalan HAM Papua tidak hanya mengenai orang-orang yang mati dibunuh, tetapi juga penyebab pembunuhannya, yaitu status politik Papua sejak 1963.

Sementara Sem Awom dari Tim ULMWP dalam negeri menolak dengan tegas tim Luhut. Menurut dia, tim itu tidak dipercayai oleh masyarakat Papua. Nama-nama lain yang juga telah menyatakan sikap menolak antara lain Teko Kogoya, ketua Forum Independen Mahasiswa (FIM), Simeon Alua, juru bicara Parlemen Nasional West Papua (PNWP), Frederika Korain, salah satu aktivis HAM Perempuan Papua yang juga anggota Tim Adhoc Komnas HAM untuk Kasus Paniai, dan Zandra Mambrasar dari Solidaritas Perempuan.

Aktivis HAM Hendardi juga mengeritik Tim Luhut yang ia nilai hanya mengubur aspirasi korban yang selama ini meminta agar kasus pelanggaran HAM masa lalu diselesaikan secara berkeadilan.

Salah satu keberatan penting atas kerja Tim Luhut ialah landasaan hukum yang dipakai yaitu UU Nomor 27 Tahun 1999 (tentang Perubahan KUHP terkait Kejahatan terhadap Keamanan Negara) dan TAP MPRS Nomor 66 Tahun 2003. Padahal, pelanggaran HAM di Papua semestinya ditangani dalam  bukan kerangka HAM, bukan kriminal, sesuai UU HAM 39/1999 dan UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM.

Penolakan terhadap Tim Luhut juga dikemukakan Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM RI) Natalius Pigai. Ia mengatakan Komnas HAM tidak terlibat dalam penyelesaian kasus HAM Papua bentukan Luhut melalui Sidang Paripurna pada 23 Mei 2016. Dalam sidang itu, kata dia, Komnas HAM menegaskan tidak boleh menjadi bagian dari Pemerintah.

Baik Victor Yeimo maupun Markus Haluk belum bersedia menyebutkan bentuk dan skala unjuk rasa besok. Pada aksi unjuk rasa yang terakhir, 31 Mei lalu, sedikitnya 3.000 orang rakyat Papua turun ke jalan. Aksi unjuk rasa berlangsung dengan damai.

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cahyo Pamungkas, mengatakan penyelesaian masalah Papua harus melibatkan masyarakat diaspora Papua, yang direpresentasikan oleh ULMWP.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home