Loading...
EKONOMI
Penulis: Bob H. Simbolon 15:14 WIB | Selasa, 18 Oktober 2016

BI Akan Tahan Suku Bunga Surat Berharga Berketetapan Tenor 7 Hari

Petugas menunjukkan uang kertas dan logam tahun emisi 1992 yang akan ditarik di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Tegal, Jawa Tengah, Selasa (20/9). Bank Indonesia akan menarik seluruh uang kertas dan logam berbagai macam pecahan tahun emisi 1992 dan segera menerbitkan uang rupiah NKRI kertas pecahan Rp 1.000 - Rp 100.000 dan uang logam pecahan Rp 100 - Rp 1.000 dengan menggunakan desain 12 gambar pahlawan. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Bank Indonesia diperkirakan menahan suku bunga acuan "7-Day Reverse Repo"  atau surat berharga berketetapan tenor tujuh hari pada bulan Oktober ini di level lima persen, karena "berkurangnya" kebutuhan dari sisi moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Ekonom Grup Riset DBS Bank Gundy Cahyadi mengatakan risiko perlambatan belanja pemerintah di triwulan III pada tahun 2016 sudah berkurang, karena adanya tambahan penerimaan negara sebesar Rp 97 triliun dari tebusan amnesti pajak.

"Saat ini dorongan kepada BI sudah lebih rendah untuk melakukan lebih dari apa yang telah BI lakukan sepanjang tahun ini," kata Gundy melalui pesan elektronik seperti yang dikutip dari Antara di Jakarta, pada hari Selasa (18/10).

BI akan melakukan Rapat Dewan Gubernur pada tanggal 19-20 Oktober 2016 esok untuk menentukan arah kebijakan moneter.

Penurunan bunga acuan oleh BI di bulan sebelumya, dinilai Gundy, karena kebutuhan dari sisi moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, kinerja fiskal sebelum program amnesti pajak tidak maksimal karena rendahnya penerimaan negara. 

Sepanjang 2016, BI sudah menurunkan suku bunga acuan sebanyak lima kali sebesar 125 basis poin dan mengganti instrumen kebijakan suku bunga dari Bank Indonesia Rate/BI Rate yang bertenor 12 bulan, menjadi bunga transaksi surat berharga berketetapan tenor 7 hari (7-Day Reverse Repo Rate).

Gundy mengatakan tambahan penerimaan amnesti pajak telah berhasil menghapus risiko tentang defisit anggaran yang bisa melebihi ketentuan Undang-Undang yakni tiga persen dari Produk Domestik Bruto.

DBS memiliki kajian bahwa pemerintah perlu memiliki tambahan penerimaan Rp 65 triliun untuk mengamankan defisit anggaran agar tidak melebihi tiga persen dari PDB tahun ini.

"Tapi program amnesti pajak kini telah tersedia setidaknya Rp 90 triliun pendapatan tambahan tahun ini, itu lebih dari cukup untuk menutupi Rp 65 triliun berdasarkan proyeksi kami," kata dia.

Perkiraan dipertahankannya suku bunga acuan juga karena risiko naiknya inflasi pada tahun depan. Inflasi tahun ini, kata Gundy, sudah relatif aman di bawah empat persen atau sesuai proyeksi BI di 3-5 persen. 

Namun, untuk pada tahun 2017, diperkirakan inflasi bisa meningkat, salah satu faktornya karena kenaikan harga minyak di pasar global. (Ant)

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home