Loading...
FLORA & FAUNA
Penulis: Sotyati 18:46 WIB | Rabu, 10 Agustus 2016

Biduri, Tumbuhan Multikhasiat yang Terabaikan

Biduri (Calotropis gigantea). (Foto: biofire.web.unej.ac.id)

SATUHARAPAN.COM – Tumbuhan biduri, atau widuri, termasuk tumbuhan asli Indonesia. Tumbuhan ini banyak dijumpai di kawasan pantai. Umumnya tumbuh alami, dan selama ini lebih sering dipandang sebagai gulma atau tumbuhan pengganggu. Jarang orang memberikan perhatian. Kalaupun kebetulan melihatnya, orang cenderung melihatnya sepintas karena bunganya yang indah berwarna ungu.

Namun, tumbuhan yang hanya dipandang sebelah mata di negeri ini, ternyata memiliki makna penting di beberapa negara. Orang Hawaii menyebut bunga biduri bunga eksotis, dan disebut-sebut di berbagai referensi sebagai bunga kesayangan Ratu Liliuokalani, penguasa terakhir dalam pemerintahan monarki di Hawaii. Bunga biduri di Hawaii digunakan untuk lei, rangkaian bunga yang diberikan kepada tamu pada saat menyambut kedatangan atau pada saat melepas kepergian sebagai tanda kasih sayang.

Di India, tumbuhan ini menjadi objek penelitian penting para ahli untuk menggali kandungan senyawa potensialnya sebagai  obat, mengingat tumbuhan ini sudah sejak lama dimanfaatkan sebagai obat herbal.  

Bunga biduri dimanfaatkan dalam berbagai rangkaian bunga di Thailand karena sifatnya yang tahan lama. Di Kamboja, bunga biduri digunakan dalam upacara pemakaman, untuk menghias peti mati dan dekorasi di rumah duka.

Biduri, mengutip dari Wikipedia, adalah tumbuhan asli Indonesia, Kamboja, Malaysia, Filipina, Thailand, Sri Lanka, India, Tiongkok, Pakistan, Nepal, dan wilayah tropis Afrika.

Nama ilmiahnya, Calotropis gigantea, (L.) W.T. Aiton (1811). Dalam bahasa Inggris, tumbuhan dinamakan giant milkweed atau crown flower. Di Indonesia, tumbuhan ini juga dikenal dengan nama badori, saduri, sidoguri, dan babakoan.

Biduri adalah tumbuhan menahun, berupa perdu besar yang tingginya dapat mencapai 2 - 4 m. Batangnya berkayu, silindris, warna putih kotor, permukaan halus, percabangan simpodial (batang utama tidak tampak jelas), dan mengeluarkan lateks berwarna putih seperti susu. Biduri berakar tunggang.

Daunnya tunggal, tersusun berhadapan, berbentuk bulat telur dan berujung tumpul dengan helaian daun agak tebal, warna hijau keputih-putihan, panjang 8 - 20 cm, lebar 4 - 15 cm, permukaan kasap.

Bunga majemuk, bentuk payung, muncul dari ketiak daun (axillaris), bertangkai panjang, kelopak berwarna hijau, mahkota berwarna putih sedikit keunguan, berlapis lilin, panjang mahkota lebih kurang  4 mm.

Buahnya bumbung (folliculus), bulat telur, warna hijau, bentuk dengan biji lonjong, kecil, berwarna cokelat.

Tumbuhan ini memperbanyak diri secara generatif (dengan biji).

Manfaat dan Khasiat Biduri

Dr A Seno Sastroamidjojo dalam bukunya, Obat Asli Indonesia (1967), menyebutkan tumbuhan ini mengandung zat mudarine (zat pahit), damar, alban, fluavil. Wikipedia menyebutkan getah biduri mengandung cardiac glycosides, berbagai asam, dan kalsium oksalat.

Daun tumbuhan ini, menurut Sastroamidjojo, sejak lama digunakan sebagai obat gatal dan obat kudis.  Bunganya dimanfaatkan secara tradisional sebagai obat asma dan sakit usus.  Getahnya dimanfaatkan sebagai obat bisul dan obat sakit gigi.

Pustaka India juga menyebutkan biduri sejak lama digunakan untuk mengobati penyakit umum seperti demam, rematik, gangguan pencernaan, batuk, pilek, eksim, asma, kaki gajah, mual, muntah, hingga diare, seperti dapat dibaca di situs hort.purdue.edu.

Tradisi pengobatan Ayurveda juga menyebutkan bahan kering seluruh bagian tanaman memiliki sifat tonik, ekspektoran, depurative, dan obat cacing. Kulit akar adalah obat penurun panas, obat cacing, depurative, ekspektoran, dan pencahar. Bubuk akar digunakan dalam asma, bronkitis, dan dispepsia. Daun berguna dalam pengobatan kelumpuhan, arthralegia, bengkak, dan demam intermiten. Bunga-bunganya yang pahit, digunakan sebagai obat pencernaan, obat cacing, dan tonik.

Selain sebagai obat, biduri adalah tumbuhan penghasil serat yang tahan lama dan secara komersial di India diolah untuk tali, karpet, jaring ikan, dan benang jahit. Benang, yang diperoleh dari serat biji, digunakan untuk bahan isian.

Hasil fermentasi biduri yang dicampur dengan garam digunakan untuk menghilangkan rambut dari kulit kambing dalam proses penyamakan kulit domba untuk pembuatan pengikat buku.

Namun, hampir sama dengan bintaro, biduri juga disebut tumbuhan beracun. Getah daun dan batangnya yang sangat kental, dengan kandungan aktif uscharin, calotoxin, calactin, dan calotropin, secara tradisional digunakan sebagai racun pada panah. Dalam beberapa kasus, getahnya juga dimanfaatkan sebagai racun untuk hewan. 

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home