Loading...
RELIGI
Penulis: Prasasta Widiadi 11:49 WIB | Rabu, 03 Februari 2016

BNPT: Pemuka Harus Redam Radikalisme Melalui Khotbah

Dari kiri ke kanan: Ketua Umum DPP PKB, Muhaimin Iskandar, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Irjen (Pol) Saud Usman Nasution, dan Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PKB Anim Falahudin Mahrus pada Dialog Deradikalisasi Menangkal Terorisme, hari Selasa (2/2) di Kantor DPP PKB, Jalan Raden Saleh I, Jakarta. (Foto: Prasasta Widiadi).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), Saud Usman Nasution, mengingatkan radikalisme jangan dimunculkan ke publik namun harus diredam, pihak pertama yang seharusnya bisa meredam adalah pemuka agama yang diharap memberikan dakwah atau pengajaran agama yang mendamaikan.

“Kelompok radikalisme tumbuh karena seseorang atau sekolompok orang menyendiri, merasa ekslusif, dan pembahasan agama tidak dibatasi negara, peran alim ulama harus jelas, dan dakwah sedapat mungkin mendamaikan, ” kata Saud pada Dialog Deradikalisasi Menangkal Terorisme, hari Selasa (2/2) di Kantor DPP PKB, Jalan Raden Saleh I, Jakarta.

Saud mengajak berbagai lembaga pemerintah, pendidikan, dan swasta untuk bersama-sama tidak terpancing dengan provokasi yang justru malah berasal dari pemuka agama.

“Karena itu kami (BNPT, red) mengajak masyarakat khususnya organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah untuk bersama-sama BNPT melaksanakan program deradikalisasi,” kata dia.

Saud mengemukakan radikalisme berasal dari pemahaman picik dan fanatisme sempit terkait agama, dalam hal itu ulama harus memberi tuntunan ke jalan yang benar.

Dia menambahkan  deradikalisasi dibutuhkan bagi mantan-mantan anggota pejuang Timur Tengah dengan pendekatan primordialisme dan pemahaman tentang ideologi Pancasila dan UUD 1945 dengan cara kiasan.

“Para pejuang Timur Tengah itu terdoktrinasi bahwa seluruh negara di dunia ini adalah kafir, dan wajib diubah menjadi negara khilafah,” kata dia.

Dalam kaitannya dengan Undang Undang No 15 Tahun 2003 tentang Terorisme, Saud mengusulkan beberapa hal antara lain pencegahan. “Pencegahan selama ini kurang disentuh, hanya menyentuh kasus yang sudah di persidangan,” kata dia.

Saud mengemukakan UU Terorisme perlu direvisi sebab kegiatan pembinaan, pencegahan dan rehabilitasi dalam rangka kegiatan mengubah mindset para narapidana terorisme belum diatur, karena lebih banyak pasal yang mengatur tentang penyidikan, penuntutan, persidangan.

BNPT juga mengusulkan, dia menambahkan, bahwa  masa penangkapan yang tadinya 7 x 24 jam tidak cukup. “Kami minta 30 hari masa penangkapannya. Masa penahanan, awalnya 6 bulan, kami minta tambah jadi 10 bulan. Ini kan jaringan extraordinary crime,” kata dia.

Saud menjelaskan bahwa gerakan terorisme di Indonesia mengarah ke ISIS (Islamic State Iraq and Syria), tidak lagi berpatokan kepada Taliban. BNPT, kata dia, memetakan pergerakan tersebut di beberapa provinsi yang menjadi basis perekrutan antara lain  DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, termasuk juga di Lampung Medan, Sulawesi,  Kalimantan Timur, dan  Maluku. “Itu jelas  pantauan kami sebagai daerah pergeseran mereka selama ini,” kata dia.

Saud mengemukakan bahwa saat ini BNPT juga mengawasi persebaran dari Republik Rakyat Tiongkok, karena beberapa waktu lalu pelaku peledakan bom Thailand adalah warga Muslim Uighur, salah satu suku di Tiongkok yang hidup di Provinsi Xinjiang, bagian Barat Tiongkok.

“Apalagi jaringan mereka bukan hanya antar daerah tapi juga antar negara sehingga butuh waktu panjang untuk selidiki kasusnya,” kata dia.

Persebaran dari Tiongkok tersebut saat ini banyak yang tertahan di Malaysia, karena setelah mencapai Negeri Jiran, Saud menjelaskan para militan Uighur tersebut akan menuju tempat latihan di Poso, Provinsi Sulawesi Tengah.

“Apa yang mereka lakukan di sana? (Poso, red) mereka akan  latihan militer yang diduga untuk terorisme,” kata dia. 

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home