Loading...
INDONESIA
Penulis: Reporter Satuharapan 00:35 WIB | Jumat, 10 Juni 2016

BPS: Data Agama dan Suku Tergolong Sensitif

Presiden Joko Widodo berdialog dengan Kepala BPS Suryamin (ketiga kiri) serta Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo (kiri) saat pendataan Sensus Ekonomi untuk kediaman Presiden di Istana Merdeka, Jakarta, hari Rabu (25/5). Sebagai pemimpin sekaligus warga negara Indonesia, presiden wajib mengikuti sensus ekonomi yang bertujuan agar pemerintah dapat mengetahui karakteristik ekonomi di masing-masing wilayah, pendataan ditujukan kepada seluruh pelaku ekonomi seperti rumah tangga, perusahaan, rumah sakit, perdagangan, hotel, restoran, sekolah, panti sosial, pasar hingga tempat peribadatan. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kasubdit Pengembangan Basis Data Badan Pusat Statistik (BPS) Roby Darmawan mengakui bahwa data yang menyangkut keagamaan, suku dan bahasa tergolong sensitif karena melenceng sedikit saja bisa menimbulkan masalah besar.

Meski sampai saat ini badan tersebut tidak pernah mengubah, seperti menambah atau mengurangi, namun dalam menyuguhkan data selalu apa adanya, katanya di hadapan peserta workshop pemutakhiran data pusat dan daerah yang diselenggaranan Ditjen Bimas Buddha di Jakarta, hari Kamis (9/6).

"Saya jamin, BPS tidak bakal mengubah angka hasil sensus," katanya.

Sejauh ini, kata dia, data keagamaan masih diperoleh dari Kementerian Agama. Namun belakangan data tersebut oleh berbagai kalangan dinilai tidak akurat. 

Hal itu karena kriteria agama, rumah ibadah, jumlah penganut dan lainnya masih belum memiliki kesamaan pandangan di kalangan pemangku kepentingan.

BPS dalam menentukan data keagamaan hingga kini masih berpegang data dari Kementerian Agama. "Soal apakah data bersangkutan berkualitas atau tidak, itu menjadi tanggung jawab institusi tersebut," katanya.

Mendata penganut agama, lanjut dia, tidak mudah. Bisa jadi, data resmi yang tercantum di kartu identitas tidak bisa dijadikan pegangan. 

"Dalam sensus, data yang diperoleh bukan dari identitas seseorang tetapi dari pengakuan," katanya.

Karena itu, pihaknya menyambut baik jika Kementerian Agama menjalin kerja sama dengan BPS untuk melakukan sensus keagamaan.

Itu pun tidak mudah dilaksanakan. Untuk menggelar sensus keagamaan, butuh waktu dan biaya besar. 

"Bisa saja sensus keagamaan digabung dengan sensus kependudukan yang diagendakan pada 2020. Lagi-lagi, yang menjadi pertanyaan besar, hingga kini sudah seberapa jauh kesiapan Kementerian Agama dalam hal ini," katanya.

Untuk sebuah sensus, katanya, harus dilakukan dengan persiapan matang. Tidak cukup sehari-dua hari, tetapi sampai tahunan. 

"Jika persiapannya dilakukan sekarang, tentu lebih bagus dan bisa dilaksanakan bersamaan dengan sensus penduduk pada 2020," katanya.

Mengapa demikian lama persiapannya karena menyusun daftar pertanyaan sebagai kuesener harus tepat betul dengan data yang diinginkan atau diperlukan kementerian bersangkutan. "Jadi, untuk sensus keagamaan perlu dirintis kerja sama dari sekarang," katanya. (Ant)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home