Loading...
DUNIA
Penulis: Eben E. Siadari 21:45 WIB | Senin, 21 Desember 2015

Brunei Larang Perayaan Natal dan Santa Claus di Tempat Umum

Sebuah foto tahun 2012, yang menunjukkan dekorasi Natal di Gadong, Brunai Darussalam. Brunai secara resmi melarang perayaan Natal di tempat umum, termasuk larangan mengenakan busana ala Santa Claus (Foto: creativewindow.com)

BANDAR SERI BEGAWAN, SATUHARAPAN.COM - Walau telah mendapat kritik keras dari dunia internasional, Kerajaan Brunai Darussalam di bawah Sultan Hassanal Bolkiah tampaknya tetap akan melanjutkan penerapan hukum syariah yang oleh berbagai kalangan dipandang sebagai sebuah kemunduran.

Ketika para pemimpin Republik Islam Iran setiap tahun secara rutin mengucapkan selamat hari Natal kepada umat Kristen di dunia, Presiden AS merayakan bulan suci Ramadan di Gedung Putih, Raja Bahrain menyelenggarakan perayaan hari raya Yahudi Hanukkah di istananya dan perayaan Natal di Betlehem dihadiri oleh pemimin Kristen maupun Islam dari Palestina serta Israel, di Kerajaan Brunei justru terbit larangan yang bernada sebaliknya.

Brunei, seperti dilaporkan oleh Sydney Morning Herald,  secara resmi telah melarang perayaan Natal di tempat umum termasuk juga melarang mengucapkan selamat hari Natal dan mengenakan busana Santa Claus oleh warga Muslim.

Warga Muslim yang terlihat merayakan Natal dan warga non-Muslim yang menyelenggarakan perayaan Natal di tempat umum terancam hukuman penjara hingga lima tahun.

Kendati ada larangan tersebut, warga non-Muslim di negara itu yang mencapai 32 persen dari 420 ribu penduduk, dapat  merayakan Natal di komunitas mereka sendiri dengan syarat bahwa perayaan tidak dipertontonkan kepada umat Islam.

Sydney Morning Herald mengutip laporan Borneo Bulletin tentang seorang imam yang mengatakan kepada pengikutnya di negara Borneo kecil itu, agar  mengikuti perintah pemerintah tahun lalu yang melarang perayaan yang dapat menyebabkan umat Islam sesat dan merusak iman mereka.

"Langkah-langkah penegakan ini ... dimaksudkan untuk mengontrol tindakan merayakan Natal secara berlebihan dan terbuka, yang bisa merusak aqidah (keyakinan) komunitas Muslim," Kementerian Agama Brunei mengatakan dalam sebuah pernyataan, yang dilansir oleh Brunei Times.

Pernyataan itu mengatakan warga non-Muslim yang mempertunjukkan atau menampilkan perayaan Natal melanggar hukum pidana yang melarang menyebarkan agama selain Islam untuk seorang Muslim.

The Borneo Bulletin mengutip imam mengatakan dalam khotbah Jumat bahwa yang menyalakan lilin, memasang pohon Natal, menyanyikan lagu-lagu religius, mengirimkan salam Natal dan memasang dekorasi Natal bertentangan dengan keyakinan agama.

"Beberapa orang mungkin berpikir bahwa itu adalah masalah sepele dan tidak boleh dianggap sebagai masalah," para imam berkata.

"Tapi sebagai Muslim ... kita harus tetap menghindari (ikut dalam perayaan agama lain) karena bisa mempengaruhi keyakinan Islam kita," kata para imam.

Sebelum Natal tahun lalu para pejabat dari Kementerian Agama juga telah mengunjungi tempat-tempat bisnis dan meminta pemilik usaha untuk melenyapkan dekorasi Natal dan menghentikan staf memakai topi dan pakaian Santa Claus.

Sebetulnya, penguasa Brunei tidak menegakkan ortodoksi Islam yang keras seperti di negara-negara Arab. Di Brunei tidak ada sanksi bagi perempuan yang tidak memakai jilbab dan walaupun penjualan dan konsumsi publik alkohol dilarang, orang asing diperbolehkan untuk mengimpor dan minum di tempat-tempat tertentu.

Tapi Sultan Brunei,  salah satu orang terkaya di dunia, tahun lalu memerintahkan diterapkannya hukum syariah, yang sempat memicu boikot dan protes di hotel-hotel miliknya di Inggris dan Amerika Serikat, termasuk Beverly Hills Hotel.

Hukum syariah yang meliputi amputasi tangan dan kaki untuk pencurian dan hukum cambuk atas perzinahan, rencananya harus diterapkan penuh dalam jangka waktu tiga tahun. Tetapi menurut pengamat asing, belakangan rencana itu tertunda tanpa penjelasan resmi.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home