Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 14:21 WIB | Sabtu, 26 Oktober 2019

Demonstrasi Anti-pemerintah Irak, 42 Tewas

Demonstrasi anti Pemerintah digelar rakyat Irak di ibu kota Baghdad dan kota-kota lain, hari Jumat (25/10). Ini adalah aksi kedua kalinya dalam bulan Oktober ini dengan hampir 200 orang tewas. Mereka memprotes pemerintah yang dianggap tidak becus dan korup. (Foto: dari AFP)

BAGHDAD, SATUHARAPAN.COM- Setidaknya 42 pengunjuk rasa tewas di Irak pada hari Jumat, ketika pasukan keamanan menggunakan gas air mata dan seorang milisi yang didukung Iran melepaskan tembakan untuk mencoba memadamkan demonstrasi yang memprotes korupsi dan menyerukan kesulitan ekonomi, kata sumber-sumber keamanan yang dikutip The Baghdad Post.

Seorang perwira intelijen pemerintah dan seorang anggota milisi Asaib Ahl al-Haq tewas dalam bentrokan dengan para pengunjuk rasa di kota Amara, kota di selatan, kata sumber-sumber kepolisian, dikutip Reuters.

Hampir 1.800 orang terluka secara nasional ketika demonstran turun ke jalan untuk melampiaskan frustrasi terhadap elite politik yang mereka katakan telah gagal meningkatkan kehidupan mereka setelah bertahun-tahun konflik.

“Yang kami inginkan adalah empat hal: pekerjaan; air, listrik, dan keamanan. Hanya itu yang kami inginkan," kata Ali Mohammed yang berusia 16 tahun yang menutupi wajahnya dengan T-shirt untuk menghindari menghirup gas air mata, dalam protes di pusat  lapangan Tahrir, pusat kota Baghdad.

Sirene meraung dan tabung gas air mata ditembakkan ke tengah-tengah kelompok pemrotes muda yang membawa bendera Irak dan berteriak "dengan hidup dan darah kami membela Anda, Irak."

“Yang kami inginkan adalah empat hal: pekerjaan; air, listrik, dan keamanan. Hanya itu yang kami inginkan," kata Ali Mohammed.

Demonstrasi Kedua

Ini adalah aksi protes rakyat Irak yang kedua dalam bulan ini. Bentrokan demonstran dengan pasukan keamanan terjadi dalam protes dua pekan lalu yang menewaskan 157 orang dan lebih dari 6.000 lainnya terluka.

Stabilitas di Irak terus menjadi rapuh dalam beberapa tahun terakhir setelah pendudukan asing untuk menggulingkan Presiden Sadam Husein. Irak terjebak dalam perang saudara dan pemberontakan oleh kelompok Negara Islam (atau ISIS) pada kurun 2003 hingga 2017.

Namun dua tahun terakhir situasi tetap tidak stabil dengan pemerintahan yang diwarnai persaingan sektarian, dan korupsi yang membuat pemerintah tidak efektif dan ekonomi negara kaya minyak ini memburuk.

Media setempat, The Baghdad Post, melaporkan bahwa pada hari Jumat, delapan pemrotes tewas di Baghdad, kata Komisi Hak Asasi Manusia Irak. Paling tidak lima orang dari mereka adalah para demonstran yang diserang dengan tabung gas air mata di Baghdad, kata sumber-sumber keamanan.

Di wilayah selatan yang didominasi Islam Syiah, setidaknya enam pemrotes tewas ketika anggota milisi Asaib Ahl al-Haq (AAH) yang didukung Iran menjaga kantor lokal kelompok itu di kota Nasiriya. Milisi melepaskan tembakan setelah para pengunjuk rasa mencoba membakar kantor itu, kata sumber-sumber keamanan yang dikutip Reuters.

Di kota Amara, delapan orang tewas, termasuk enam pengunjuk rasa, satu anggota AAH, dan satu perwira intelijen, kata sumber kepolisian. Seorang pengunjuk rasa terbunuh di Samawa.

Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Khalid al-Muhanna mengatakan sedikitnya 68 anggota pasukan keamanan juga terluka.

Pemerintah telah berjuang untuk mengatasi keluhan-keluhan rakyat sejak protes rakyat digelar di Baghdad pada 1 Oktober, dan kemudian menyebar ke kota-kota di selatan. Protes ini terhadap pemerintah yang dinilai tidak kompeten dan korup.

Kerusuhan ini menjadi tantangan terbesar Perdana Menteri Adil Abdul Mahdi sejak ia menjabat satu tahun yang lalu. Dia menjanjikan reformasi pemerintahan dan perombakan kabinet, namun rakyat justru semakin tidak puas dengan pemerintahan sekarang.

Penggunaan Kekuatan Berlebihan

Pada demonstrasi awal Oktober dengan banyak korban, pemerintah dituding menggunakan kekuatan secara berlebihan. Namun pada kali ini, hal yang sama dilakukan oleh pasukan keamanan, kata Fadhil al-Garawi, anggota Komisi Hak Asasi Manusia Irak seperti dikutip The Baghdad Post.

Ini bisa jadi napas terakhir untuk menyelamatkan negara. Tantangan terbesar dalam demonstrasi ini adalah ujian baru pasukan keamanan, yang telah ditugaskan untuk melindungi demonstrasi.

"Ada banyak pelanggaran dalam demonstrasi sebelumnya, penyalahgunaan dan penggunaan kekuatan yang berlebihan dengan menembakkan peluru tajam, senjata karet, gas air mata dan penangkapan tanpa pandang bulu," tambahnya. "Itu adalah hari hitam untuk kebebasan berekspresi di negara demokratis ini."

"Apa pun reformasi yang dilakukan, warga negara membutuhkan dipenuhi hak atas kesetaraan untuk perumahan, kesehatan, dan pekerjaan. Hak-hak ini tidak selaras dengan nama-nama reformasi," katanya. "Irak diguncang dengan kenyataan menyedihkan dan pelanggaran serius yang terjadi padanya setiap hari."

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home