Loading...
HAM
Penulis: Sabar Subekti 11:04 WIB | Sabtu, 13 Februari 2021

Dewan HAM PBB Keluarkan Resolusi tentang Kudeta Myanmar

Resolusi meminta militer bebaskan politisi, dan menghargai pilihan rakyat dalam demokrasi.
Myint Thu, Duta Besar dan Perwakilan Tetap Myanmar untuk Jenewa, menyampaikan pernyataannya selama sesi khusus Dewan Hak Asasi Manusia tentang "implikasi hak asasi manusia dari krisis di Myanmar" di markas besar Perserikatan Bangsa-bangsa Eropa di Jenewa, Swiss, hari Jumat (12/2/2021). Sidang khusus Dewan Hak Asasi Manusia tentang situasi di Myanmar diambil secara langsung dan virtual karena pandemi virus corona. (Foto: via AP)

JENEWA, SATUHARAPAN.COM-Badan hak asasi manusia tertinggi PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) mengeluarkan resolusi konsensus pada hari Jumat (12/2) yang mendesak para pemimpin militer di Myanmar untuk segera membebaskan Aung San Suu Kyi dan pemimpin pemerintah sipil lainnya yang ditahan setelah kudeta militer.

Dalam sesi khusus di Dewan Hak Asasi Manusia, resolusi asli yang diajukan oleh Inggris dan Uni Eropa direvisi untuk menghapus kalimat seruan guna meningkatkan kemampuan pakar hak asasi PBB untuk memeriksa Myanmar.

Setelah resolusi yang diperbarui disahkan tanpa ada pertentangan, Duta Besar China, Chen Xu, berterima kasih kepada para sponsor karena "mengadopsi rekomendasi kami" tetapi mengatakan China menjauhkan diri dari tindakan tersebut.

Para sponsor resolusi dewan setuju untuk melunakkan bahasa teks mereka untuk memenangkan konsensus dan untuk menunjukkan bahwa 47 anggota badan bersatu dalam masalah hak asasi manusia yang pelik.

Dewan tidak memiliki kekuasaan untuk menjatuhkan sanksi, tetapi dapat memberikan sorotan politik tentang pelanggaran HAM. Sesi itu dilakukan tak lama setelah pemerintahan Biden, yang telah memberlakukan sanksi terhadap para pemimpin puncak kudeta Myanmar, menyatakan AS kembali bergabung di Dewan Hak Asasi Manusia, yang sebelumnya mundur pada masa pemerintahan Trump pada tahun 2018.

Juru bicara PBB, Stephane Dujarric, menyebut adopsi resolusi itu "langkah yang sangat penting" yang menunjukkan "komunitas internasional akan berbicara dengan keras... dalam menyerukan pemulihan dari peristiwa yang telah kita saksikan di Myanmar, dan untuk menghormati sepenuhnya kehendak demokrasi rakyat Myanmar serta penghormatan penuh terhadap hak asasi manusia mereka.

"Penggunaan kekuatan yang tidak proporsional, penggunaan amunisi aktif, itu semua tidak bisa diterima," tegas Dujarric.

Sikap China dan Rusia

China dan Rusia menyalahkan upaya untuk mempolitisasi situasi di Myanmar dan menyebut situasinya sebagai masalah domestik. Namun banyak negara Barat, kantor hak asasi PBB dan lainnya mengecam kudeta dan keadaan darurat tersebut.

"Perebutan kekuasaan oleh militer Myanmar awal bulan ini merupakan kemunduran besar bagi negara itu setelah satu dekade meraih kemajuan dengan susah payah dalam transisi demokrasi," kata Wakil Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia, Nada Al-Nashif.

Resolusi tersebut menyerukan "pembebasan segera dan tanpa syarat" Suu Kyi, Presiden Win Myint dan pejabat tinggi pemerintah lainnya, mencabut pembatasan internet, dan agar militer menghormati pertemuan damai dan menahan diri dari "kekerasan yang berlebihan terhadap publik." (AP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home