Loading...
RELIGI
Penulis: Sabar Subekti 17:23 WIB | Jumat, 07 November 2014

DGD Kecam Serangan NIIS ke Monumen Genosida Armenia

Gereja dan monumen genosida terhadap bangsa Armenia di Deir Zor, yang dihancurkan oleh NIIS. (Foto: ist)

JENEWA, SATUHARAPAN.COM –  Dewan Gereja-gereja Dunia (DGD) mengecam serangan terhadap Gereja Armenia di Deir Zor, Suriah oleh kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS). Gereja itu merupakan bangunan bagi peringatan genosida terhadap orang-orang Armenia.

Gereja Armenia diserang oleh NIIS pada tanggal 21 September. Gereja itu dibangun pada akhir 1980-an untuk peringatan dan museum yang berisi peninggalan korban genosida Armenia. Memorial  itu dikunjungi oleh orang Armenia setiap tahun untuk memperingati genosida tersebut.

Sekjen DGD, Dr Olav Fykse Tveit, hari Rabu (5/11) mengecam serangan NIIS dalam suratnya yang ditujukan kepada para pimpinan gereja  di Armenia. Tragedi itu terjadi berkaitan peringatan 100 tahun genosida terhadap Armenia di Deir Zor.

"Serangan terhadap gereja adalah kejadian berat karena kisah mengerikan tentang penderitaan yang dihadapi oleh orang-orang Armenia terkait genosida Deir Zor," kata Dr Clare Amos, yang bekerja sebagai pelaksana program WCC untuk dialog antar-agama dan kerjasama.

 Amos menyebutkan ribuan orang Armenia digiring untuk mengungsi ke sebuah gurun di Suriah, Deir Zor, akibat genosida pada awal tahun 1900-an. "Bukan hanya dalam pikiran orang Armenia, tetapi juga orang-orang Kristen lain, Deir Zor melambangkan sejarah genosida Armeniam,’’kata Tveit.

Serangan pada tempat yang memiliki makna sejarah dan politik, maka seseorang tidak dapat menghindari untukn berpikir bagaimana hal ini mungkin sengaja akan dimaksudkan untuk mengirim sinyal tertentu kepada orang  Armenia, kata Amos.

Insiden di Deir Zor tidak dapat dilihat terpisah dari realitas yang lebih luas dalam perang, kata Michel Nseir,  pelaksana program WCC untuk fokus khusus Timur Tengah. Serangan terhadap gereja Armenia bagian dari serangan pada bangunan historis dan monumen di Suriah bagi berbagai umat beragama, termasuk Kristen.

Bagian Integral

Menurut Nseir,  gereja dan umat Kristen di Suriah dan Irak selalu menganggap diri bagian integral dari struktur sosial negara mereka. Orang Kristen  menyatakan penderitaan mereka sebagai bagian dari penderitaan seluruh penduduk yang terkena dampak kekerasan militer dan ekstremisme agama.

Untuk mengakhiri ekstremisme agama, menurut Nseir, perlu solusi yang bersifat inklusif dan mencakup penyelesaian krisis bagi orang Kristen, serta untuk orang lain. "Perdamaian dan keadilan yang diinginkan untuk semua di Timur Tengah. Ketika visi ini tercapai, Kristen serta kelompok-kelompok agama lain akan dapat hidup dengan martabat dan kebebasan di negara mereka," katanya.

Visi ini gereja-gereja di Timur Tengah  menyerukan perdamaian dan keadilan bagi semua dan bekerja untuk rekonsiliasi dan penyembuhan. Gereja memfasilitasi dialog, mengkoordinasikan upaya kemanusiaan dan bantuan di tengah-tengah konflik dan mengurangi  penderitaan mereka yang terdampak perang, katanya.

Staff DGD juga mengunjungi Kurdistan, Irak pada bulan Agustus.  Mereka mendengarkan kesaksian dari komunitas Kristen dan pengungsi, menyoroti situasi hak asasi manusia di wilayah itu kepada Dean HAM PBB di Jenewa, Swiss.

Musim Semi Arab

Berbicara tentang "kemungkinan harapan" di kawasan Timur Tengah,  Amos mengingatkan  hari meletusnya revolusi yang disebut sebagai "Musim Semi Arab." Dia mengatakan bahwa hal  itu adalah masa ketika ada pembicaraan tentang kewarganegaraan umum di Timur Tengah bagi orang Kristen dan Muslim.

Saya pikir visi itu masih layak untuk dipegang. Namun dalam situasi  yang berlangsung menyangkut kehadiran Kristen di Irak dan Suriah memang merupakan masalah serius. Kita tahu bahwa perjalanan untuk mencapai visi tersebut masih cukup lama, katanya.

Nseir mencatat, beberapa negara di Timur Tengah diperintah oleh rezim totaliter, diktator militer atau penguasa dinasti. "Sebuah transformasi yang membawa perubahan positif akan memakan waktu," katanya.

 "Harapan saya terletak pada orang-orang muda. Ketika mereka memilih untuk tinggal di negara mereka dan bekerja untuk melakukan transformasi, dengan visi untuk perdamaian dan keadilan hal itu menjadi mungkin," kata dia. (oikoumene.org)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home