Loading...
SAINS
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi 20:23 WIB | Kamis, 18 Juli 2019

Diet Plastik di Pasar Kangen Jogja 2019

Diet Plastik di Pasar Kangen Jogja 2019
Suasana beberapa stan kuliner di Pasar Kangen Jogja 2019, Rabu (17/7) malam. (Foto-foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)
Diet Plastik di Pasar Kangen Jogja 2019
Bothok ankring yang menjual berbagai jenis bothok dengan penggunaan daun pisang sebagai bungkus di PKJ 2019.
Diet Plastik di Pasar Kangen Jogja 2019
Sedotan minuman berbahan bambu di stan kerajinan PKJ 2019.
Diet Plastik di Pasar Kangen Jogja 2019
Suasana stan kerajinan yang menjual barang lawasan/klithikan.

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sebanyak 117 stan kuliner tradisional seperti  thiwul, lopis ketan, wedang uwuh, cenil, sate gajih, sate kere, kipo, dan jajanan pasar sejenisnya serta 97 stan yang menjual produk kerajinan tangan dan barang lawasan terlibat dalam Pasar Kangen Jogja (PKJ) 2019. Acara itu berlangsung sembilan hari (12-20 Juli) di pelataran Taman Budaya Yogyakarta, Jalan Sriwedani No 1 Kota Yogyakarta.

Selama dua belas kali penyelenggaraannya, Pasar Kangen Jogja telah menjadi salah satu destinasi wisata yang ditunggu-tunggu terlebih saat musim liburan. Dalam penyelenggaraan PKJ 2019, setiap hari seluruh pelataran TBY yang mampu menampung hingga 4.000-an orang selalu dipenuhi pengunjung, yang berdesakan membeli makanan maupun kerajinan dan barang-barang lawasan. Sebelumnya selama tiga hari (5-7 Juli) Pasar Kangen Jogja khusus untuk kuliner juga digelar di pelataran Candi Prambanan selama penyelenggaraan Prambanan Jazz Festival (PJF) 2019.

Salah satu koordinator PKJ 2019, Ale, saat ditemui satuharapan.com di pelataran Candi Prambanan, Sabtu (6/7) malam, menjelaskan antusiasme penjual makanan tradisional dan kerajinan tangan untuk terlibat dalam PKJ 2019 cukup besar.

“Saat dibuka pendaftaran untuk PKJ 2019, sekitar 1.000-an tenant makanan tradisional langsung mendaftar. Cukup merepotkan juga untuk menyeleksinya karena kuota stan kuliner sekitar seratusan lebih sedikit. Lebih dari kuota tersebut area jualan tidak memungkinkan. Akan penuh sesak yang akan mengganggu kenyamanan dan keamanan pengunjung nantinya. Makanya kemarin proses seleksinya cukup ketat. Untuk yang sudah pernah ikut 2-3 kali sementara kita rotasi dengan penjual yang lain dengan jenis makanan yang hampir sama. Aturannya masih hampir sama yakni kuliner tradisional dan bukan waralaba,” jelas Ale kepada satuharapan.com.

Pantauan satuharapan.com pada Rabu (17/7) malam hampir semua stan kuliner diserbu pengunjung. Hingga pukul 20.00 WIB beberapa stan makanan-minuman sudah habis dagangannya seperti mendoan, mie kopyok, serta makanan ringan yang mudah dibawa. Grace Ayu Permana Putri yang berjualan nasi jinggo bali berikut sate lilit dan lawar ayam setiap hari menyiapkan 150 porsi selalu habis terjual. Tidak semua stan kuliner menawarkan makanan-minuman tradisional khas Yogyakarta. Satu stan dari Kulonprogo menjual minuman legen/nira hasil dari teresan bunga kelapa (manggar).

Isu Pengurangan Penggunaan Plastik untuk Pembungkus Makanan

Di antara stan kerajinan yang sebagian besar dipenuhi dengan barang lawasan/klithikan, beberapa penjual menawarkan produk-produk ramah lingkungan dengan sebagian produknya berasal dari kardus bekas yang dibuat menjadi hiasan bunga. Selain makanan-minuman tradisional, barang lawasan/klithikan menjadi salah satu ciri khas PKJ.

Selain menjadi buruan para pengkoleksi barang-barang antik-kuno, barang lawasan/klithikan kerap pula dijadikan medium oleh seniman-perupa menjadi karya seni baru. Barang lawasan/klithikan tidak jarang pula difungsikan kembali oleh pemilik barunya sehingga secara tidak langsung mengurangi bertambahnya sampah dari barang-barang bekas.

Pembatasan makanan-minuman tradisional dan bukan waralaba sejak penyelenggaraan PKJ yang pertama kali menjadi isu yang cukup menarik. Hal tersebut selain mengangkat produk-produk makanan lokal sekaligus mengembalikan kearifan lokal (local genius) memanfaatkan bahan-bahan ramah lingkungan dalam penyajian-pengemasan makanan-minuman serta mengurangi penggunaan bahan plastik sebagai kemasan makanan.

Toko Bothok Angkring menjual bothok, sejenis lauk berbahan kelapa parut yang dibumbui, dalam kemasan daun pisang dan lidi sebagai pengunci/pengikat bungkus bothok. Selain plastik, mata stapler/hekter banyak digunakan untuk menggantikan potongan lidi sebagai pengunci/pengikat bungkus makanan. Jika tidak berhati-hati, penggunaan mata stapler/hekter dalam bungkus makanan cukup berisiko tertelan bersama makanan karena bentuk dan ukurannya yang kecil. Pernah ada satu kasus seorang yang tidak sengaja tertelan mata stapler bersama makanan dan harus menjalani operasi serius karena mata stapler tersebut mengoyak usus besarnya. Penggunaan potongan lidi tersebut setidaknya cukup mengurangi risiko tersebut karena bentuknya yang relatif lebih besar dan mudah dilihat.

Hal yang cukup menarik juga ditawarkan Kraton Bamboo Straw (KBS) yang menjual sedotan minuman berbahan bambu wuluh. Sedotan dari bambu tersebut jika dirawat dalam pemakaiannya bisa digunakan sampai enam bulan.

“Selama ini lebih banyak memasarkan ke Bali. Di sana penerimaan restoran untuk menggunakan sedotan berbahan bambu cukup bagus. Rata-rata seminggu Kraton Bamboo secara rutin mengirim minimal 5.000 sedotan. Terlebih dengan adanya Pergub Bali tentang larangan penggunaan sedotan plastik yang efektif diberlakukan per 23 Juli ini, permintaan dari Bali makin meningkat,” jelas pemilik KBS Dede kepada satuharapan.com, Rabu (17/7) malam.

Untuk memenuhi permintaan yang cukup tinggi Dede menjelaskan selama ini KBS yang memiliki workshop di Jalan Kaliurang Yogyakarta menjalin kerja sama dengan perajin bambu setempat.

Sebagaimana diketahui beberapa waktu lalu Gubernur Bali Wayan Koster mengeluarkan kebijakan strategis berupa Peraturan Gubernur Bali (Pergub) No 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai.

Pergub yang terdiri atas 12 bab dan 26 pasal ini mewajibkan setiap produsen, distributor, pemasok dan setiap pelaku usaha untuk memproduksi, mendistribusikan, memasok, dan menyediakan pengganti plastik sekali pakai. Sekaligus melarang untuk memproduksi, mendistribusikan, memasok dan menyediakan plastik sekali pakai. Dalam Pergub tersebut ada tiga bahan yang terbuat dari atau mengandung bahan dasar plastik yang dilarang, yaitu kantong plastik, polysterina (styrofoam), dan sedotan plastik.

Setiap produsen, pemasok, pelaku usaha dan penyedia plastik sekali pakai diberi waktu menyesuaikan usahanya selama 6 bulan, terhitung sejak Pergub ini diundangkan. Larangan menggunakan plastik sekali pakai juga berlaku untuk instansi pemerintah, BUMD, swasta, lembaga keagamaan, desa adat/pakraman, masyarakat dan perseorangan.

Penggunaan sedotan berbahan bambu yang bisa digunakan berulang-ulang turut mengurangi penggunaan sedotan plastik yang hanya sekali pakai dan menjadi sampah yang lebih susah-lama terurai. Sampah plastik akhir-akhir ini menjadi isu yang menarik. Konsumsi masyarakat Indonesia terhadap kantong plastik cukup tinggi.

Realitas hari ini plastik kemasan seolah menjadi sebuah keharusan dalam banyak pemakaian sehari-hari. Disadari ataupun tidak, ketika plastik kemasan tersebut menjadi sampah di alam adalah sebuah ancaman nyata mengingat lamanya terurai secara alami. Sampah plastik memerlukan waktu yang beragam agar dapat terurai di alam. Kantong plastik (kresek, plastik bungkus) memerlukan waktu antara 10-12 tahun untuk terdaur ulang.

Di berbagai media massa kerap disajikan berita-berita tentang kematian binatang laut akibat tidak sengaja menelan sampah plastik. Beberapa waktu lalu di perairan Thailand ditemukan mati karena menelan 80 bungkus plastik seberat 8 kilogram. Bahkan dalam pencernaan yang mengandung asam pun plastik tidak bisa terdekomposisi. Bisa dibayangkan sekiranya material plastik tersebut masuk dalam sistem pencernaan manusia. Bukan sekadar mengganggu sistem pencernaan, namun juga mengganggu metabolisme tubuh lainnya.

Dengan polimer pembentuknya yang kompleks, botol plastik memerlukan waktu terdaur sekitar 20 tahun, sementara styrofoam yang banyak digunakan untuk penggunaan sehari-hari baik sebagai bahan pengemas ataupun penghias membutuhkan waktu hingga 500 tahun untuk bisa hancur terurai di alam. Bisa dibayangkan, tanpa didaur ulang sampah plastik yang terus bertambah setiap hari adalah ancaman nyata bagi kehidupan manusia dan kelestarian alam.

Mengutip data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI yang menyebutkan total jumlah sampah Indonesia di 2019 akan mencapai 68 juta ton, dan sampah plastik diperkirakan akan mencapai 9,52 juta ton atau 14 persen dari total sampah yang ada. Sampah plastik merupakan limbah yang sangat berbahaya untuk lingkungan karena memiliki usia terdaur yang lama.

Ke depan mungkin perlu dipikirkan lagi penggunaan bahan ramah lingkungan untuk pembungkus makanan menggantikan kantong dan tempat saji makanan berbahan plastik yang digunakan dalam penyelenggaraan Pasar Kangen Jogja, mengingat selama penyelenggaraan PKJ 2019 tempat sampah yang tersedia ternyata masih dipenuhi sampah kantong, botol, dan gelas berbahan plastik. Bukan untuk bergenit-genit turut mengkampanyekan pengurangan penggunaan plastik, namun sebagai gerakan kesadaran bahwa penambahan sampah plastik yang tidak bertanggungjawab di alam adalah ancaman yang nyata.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home