Loading...
LAYANAN PUBLIK
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 18:45 WIB | Jumat, 16 September 2016

Djarot: Jangan Jadikan Pilkada Amunisi Perpecahan Bangsa

Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat. (Foto: Febriana Dyah Hardiyanti)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM -  Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, menyayangkan ada pihak-pihak yang sengaja menggunakan moment Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), khususnya Pilkada DKI Jakarta, untuk dijadikan alat atau amunisi untuk menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat.

“Padahal yang kita inginkan Pilkada berjalan damai dan betul-betul tidak dipolitisasi dengan isu-isu seperti isu SARA. Kita harus dengar dan laksanakan apa yang Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi DKI Jakarta mau untuk Jakarta yang lebih baik,” ujar Djarot, di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, hari Jumat (16/9) siang.

FKUB, lanjut Djarot, selalu memberikan perhatian dengan masing-masing majelis agama melakukan dialog kerukunan keagamaan. Ia mengungkapkan bahwa tak ada agama maupun aliran kepercayaan manapun di dunia yang mengajarkan kebencian, tetapi sebaliknya, yakni pasti mengajarkan kasih.

“Jangan sampai isu SARA memicu konflik antar umat. Kita memilih pemimpin pemerintahan, bukan pemimpin agama. Kalau tidak setuju dengan satu pemimpin, ya tidak usah dipilih ketika Pilkada. Tidak perlu diangkat dalam kotbah-kotbah keagamaan dan pada akhirnya memicu kekacauan,” tuturnya.

Djarot menerangkan bahwa sebagai bangsa kita tak boleh saling mengkotak-kotakkan antar agama, karena bangsa Indonesia lahir sudah dengan berbagai perbedaan.

“Kita sudah diciptakan berbeda-beda, masakan diseragamkan? Kok mau dikotak-kotakkan?,” kata Djarot.

Sebagai contoh, isu SARA dalam Pilkada DKI tengah menerpa petahana sekaligus Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Hal itu ditudingkan Ahok kepada anggota Badan Musyawarah Masyarakat Betawi (Bamus Betawi) yang secara terang-terangan dalam perhelatan Lebaran Betawi menyatakan ajakannya untuk tidak memilih pemimpin yang bukan orang Betawi.

Ahok yang mencium adanya politisasi dalam Bamus Betawi menyatakan akan segera mengambil tindakan dengan menghentikan hibah sebesar Rp 4-5 miliar per tahun kepada Bamus Betawi. Menurutnya, tak seharusnya organisasi masyarakat, terlebih yang rutin didanai pemerintah, melakukan politisasi serta melanggar undang-undang dan Pancasila.

“Saya sih mau stop saja, karena sudah main politik. Pakai mimbar Lebaran Betawi untuk pidato yang isinya memaki-maki SARA dan rasis. Tak seharusnya seperti itu. Lalu mereka kumpul-kumpul untuk membikin politik, ingin orang Betawi yang jadi gubernur. Sudah enggak benar itu. Organisasi mana pun yang tidak sesuai dengan Pancasila dan prinsip UUD 45 seharusnya langsung dicoret,” ujar Ahok, di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, hari Rabu (7/9) pagi.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home