Loading...
LAYANAN PUBLIK
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 19:21 WIB | Senin, 28 Maret 2016

DKI Bangun Sekolah ala Pesantren untuk Korban Eksploitasi

Ilustrasi. Seorang pengemis sedang menggendong anaknya saat beraksi agar warga merasa iba dan akhirnya memberikan uang. (Foto: Dok. satuharapan.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana akan membangun sekolah ala pesantren atau asrama untuk anak-anak korban eksploitasi yang dipaksa oleh orang tuanya bekerja atau yang ikut orang tuanya mengemis di jalan.

“Tahun ini kita bangun yang 2.000 anak di yayasan Pondok Karya Pembangunan. Sekolah sekuler tapi seperti pesantren,” kata Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama, di Balai Kota DKI Jakarta, hari Senin (28/3).

Menurutnya, anak-anak korban eksploitasi ini harus mendapatkan pendidikan yang layak karena orang tua mereka tidak mampu bahkan tidak mau menyekolahkan mereka.

Sedangkan bagi orang tua yang memang mengemis untuk cari makan, pria yang dikenal dengan nama Ahok ini akan menampung mereka di panti sosial.

Ahok menampik tuduhan bahwa tak terkontrolnya jumlah pengemis di DKI Jakarta karena Pemprov kekurangan tenaga. Menurutnya, permasalahan yang utama adalah seringkali petugas yang mendapatkan mandat untuk menertibkan gelandangan dan pengemis itu mendapatkan uang dari mereka.

“Sebetulnya bukan kurang SDM (sumber daya manusia). SDM pegawai harian kita juga ada masalah. Saya sudah lihat di lapangan kok. Mereka (petugas) juga sebenarnya manfaatin posisi, tawar-menawar. Ini kan memang sudah sistem lama,” kata dia.

 Selain itu, warga Jakarta juga kerap memberikan uang kepada pengemis atau pengamen. Padahal pihak Pemprov sudah mengeluarkan aturan yang melarang memberikan uang kepada mereka.

Larangan tentang pengemis di Jakarta telah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) DKI Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Dalam Pasal 40 perda tersebut, setiap orang atau badan dilarang menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.

Larangan juga termasuk menyuruh orang lain menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil. Orang atau badan pun dilarang membeli kepada pedagang asongan atau memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil.

Berdasarkan perda itu, hukuman yang dapat diterima pemberi uang adalah maksimal 60 hari kurungan penjara dan denda sejumlah Rp 20 juta.

 

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home