Loading...
INSPIRASI
Penulis: Stephie Kleden-Beetz 11:42 WIB | Jumat, 05 April 2013

Doa

Tuhanku, bila hati kami penuh sukacita, memandang kembang api yang semarak di langit. Bila hari-hari pergi dan datang dalam selubung indah tanpa banyak kendala. Bila anak-anak tumbuh sehat dan rajin di sekolah, bila anak remaja kami santun dan tidak menjamah narkoba, bila tali pengikat kasih antara kami suami isteri semakin kokoh. Dan bila sahabat dan kenalan tetap akrab dan ramah. Pada saat-saat semacam itu Tuhan, sering kami lupa menyapa Engkau dengan kusyuk.

Tetapi bila hati kami ditindih beban duka seribu satu, hati terasa amat berat, langkah pertama kami pun kerapkali bukan lari menuju Engkau Tuhan melainkan mencari jalan keluar ke sana ke mari tak tentu arah.

Ketika semua jalan sudah buntu dan tak ada lagi jalan keluar, barulah kami datang kepada-Mu, menundukkan kepala seraya berdoa dengan rendah hati. Amat sering kami lupa untuk pertama-tama lari bergegas menuju altar-Mu.

Ampuni kami Tuhan untuk kekeliruan semacam ini.

Mengapa kita harus berdoa? Santo Agustinus menjawab: “Sebab doa adalah kunci yang membuka pintu surga. Seperti tubuh memerlukan makanan dan vitamin, jiwa pun membutuhkan makanan yaitu doa”

Doa adalah sebuah cara untuk memperbesar kepekaan aspek spiritual kita. Ketika berdoa kita berbicara dengan Tuhan, Pencipta kita. Sama sekali tidak perlu memakai kata dan kalimat yang muluk-muluk atau berbelit-belit. Biasa-biasa saja, kusyuk dan rendah hati.

Anda pasti sudah kenal cerita kecil berikut ini. ...adalah seorang petani sederhana yang setiap hari ke pasar membawa hasil kebunnya. Sebelum berangkat ia pasti berdoa terlebih dahulu dari buku kecilnya yang selalu ia bawa serta bersama dengan sayur-sayur dan hasil kebun lain.

Pada suatu hari ia terlambat bangun. Buru-buru ia siapkan semua, berdoa singkat lalu berangkat. Petang hari ia kembali dengan mendorong gerobak tuanya. Tetapi sial ban gerobaknya pecah tepat ketika senja mulai turun. Dia mencari-cari buku doanya yang sudah lusuh itu. Astaga, ampun Tuhan, saya lupa buku doa. Bagaimana saya bisa berdoa sebelum pulang karena saya tidak hafal isinya. Ia berusaha agar sebelum matahari terbenam, ia sudah berdoa. Apa akal? Dia memandang ke langit lalu berkata: “Begini Tuhan, saya sebut saja perlahan-lahan A, B, C, D, E, lalu mohon Tuhan susun sendiri doa yang keluar dari hati saya. Tuhan Mahatahu bisa melihat hati saya sampai yang terdalam”

Cerita ini jenaka, namun pasti punya makna yang mengajar kita bahwa yang Tuhan perlukan bukan persembahan aneka rupa, tetapi satu saja ialah kasih dari hati yang terwujud dalam doa.

Abraham Lincoln, presiden Amerika Serikat yang ke-16 itu berkata: “Selalu saja ada dorongan pada saya untuk berlutut dan berdoa. Semua pengetahuan dan ilmu yang saya miliki sama sekali tidak cukup untuk memulai hari.”

Tuhan, bantulah agar dalam tahun baru ini dan di masa-masa mendatang kami lebih tekun berdoa, bukan hanya lewat kata dan kalimat tetapi lewat perbuatan nyata bagi sesama, teristimewa mereka yang lemah, terlantar dan berkekurangan. Rabindranath Tagore menulis dalam Gitanyali: “Tuhanmu ada di jalan, di mana orang menumbuk batu dan menanam kebunnya. Bukan hanya di kuil yang penuh asap dupa dan gumawan serta pengiring hitungan tasbih.”

Editor : KP1


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home