Dokumen Kepausan Paus Fransiskus Didukung, Juga Ditolak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Dokumen kepausan ‘Evangelii Gaudium’ (Sukacita Injil) yang ditulis Paus Fransiskus diterima tetapi sekaligus juga ditolak.
Romo A Eddy Kristiyanto OFM menjelaskan dalam seminar ‘Evangelii Gaudium’ di Jakarta pada Minggu (8/6) bahwa ‘Evangelii Gaudium’ adalah dokumen kepausan yang mendorong gereja untuk melakukan penginjilan di tengah masalah dunia modern. Salah satunya dengan melibatkan diri bersama kaum kecil, lemah, miskin, dan tersingkir. Di samping itu juga berdialog dengan komunitas non-Kristen dan mereka yang tidak beriman. Secara umum dokumen itu merupakan pesan khusus tentang aspek-aspek kehidupan dan ajaran gereja. “Ini arti ekshortasi. Ini sudah berkali-kali dalam tradisi Gereja.”
‘Evangelii Gaudium’ ditulis setelah sinode para uskup dua tahun lalu. Sinode itu mengulas tentang semangat pembaruan penginjilan sebagai cara memancarkan iman.
Dia menyebutkan pula dokumen ini sebenarnya sangat menyuarakan keadaan Amerika Latin yang miskin. Karena itu dukungan atas dokumen itu banyak berasal dari negeri itu.
“Ketika Paus Fransiskus terpilih, muncul suara-suara sangat positif dari kelompok atau orang-orang yang dahulu pernah diberi catatan Kongregasi Pro Doctrina Fidei (Kongregasi untuk Ajaran Iman). Seperti Hans Kung dan Leonardo Boff. Suara mereka sekarang akan didengarkan saat ini,” kata alumni Sejarah Gereja di Universitas Gregoriana Roma ini.
Dia menerangkan Amerika Latin itu mayoritas Katolik. Gereja di Amerika Latin sangat kuat, tetapi tidak punya pengaruh yang kuat untuk mengubah kondisi Amerika Latin.
“Budaya praktis Katolik. Tetapi secara ekonomi miskin, militeristik, totaliter, walau sekarang sedang mengalami perkembangan ke arah demokratisasi.”
Kondisi Amerika Latin yang melahirkan Teologi Pembebasan disebut Romo A Eddy Kristiyanto OFM menginspirasi ‘Evangelii Gaudium’. Keberimanan berarti pembebasan dari ketertindasan struktur politik. “Refleksi Teologi Pembebasan itu sangat disuarakan sehingga banyak orang dari Amerika Latin merasa terwakili.”
Suara-Suara Penolakan
Sementara ‘Evangelii Gaudium’ mendapat tentangan dari Amerika Serikat dan tradisionalis Katolik.
Amerika Serikat yang banyak mengandalkan kapitalisme menentang ‘Evangelii Gaudium’. “Dalam resensi-resensi di media mereka menyatakan Evangelii Gaudium negatif karena mendukung orang miskin dan penghapusan utang.”
Kelompok tradisionalis Katolik menilai ‘Evangelii Gaudium’ tidak banyak manfaatnya. Tradisionalis Katolik tradisionalis hanya mau mempertahankan Gereja untuk tidak berubah. Padahal “Gereja harusnya belajar dari realitas dunia ini dan mengubah diri.”
Pastor Fransiskan ini menjelaskan mendukung atau menolak suatu gagasan harus dipandang sebagai hal biasa.
“Ini hal yang sangat biasa. Yang baik pun akan dimengerti secara tidak baik merupakan hal yang sangat biasa. Perbuatan baik pun selalu disalah mengerti. Tetapi kita tidak akan mundur dengan penafsiran-penafsiran yang salah.”
“Cara menggereja dewasa ini adalah cara umat beriman terlibat dalam masalah-masalah kemanusiaan di sekitarnya. Ini persis Teologi Pembebasan.”
“Jangan sampai agama menjadi beban, tetapi justru sebaliknya memberikan inspirasi bagi pembebasan manusia dari keterbelakangan,” pungkasnya.
Penasihat Senior Presiden Korsel Mengundurkan Diri Masal
SEOUL, SATUHARAPAN.COM - Para penasihat senior Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol, termasuk kepala...