Loading...
INDONESIA
Penulis: Melki Pangaribuan 15:37 WIB | Rabu, 06 Maret 2019

Dosen UI Samakan Pemimpin yang Akalnya Sakit dengan Hitler

Pemilih Indonesia diminta menggunakan hak pilihnya dengan akal sehat agar pemimpin yang dihasilkan tidak seperti Hitler.
Dosen Filsafat Universitas Indonesia Donny Gahral Adian bersama Fadjroel saat berdiskusi di Megawati Institute. (VOA/Sasmito)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dosen Filsafat Universitas Indonesia Donny Gahral Adian mengajak masyarakat Indonesia untuk memilih pemimpin yang menggunakan akal sehat dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2019 ini.

Menurutnya, pemimpin yang memiliki akal sehat akan menggunakan cara yang baik dan tujuan yang baik untuk memenangkan Pilpres 2019. Semisal dengan tidak menyebarkan hoaks atau informasi bohong dan menggunakan politik identitas demi memenangkan pemilu.

"Akal itu sakit kalau hanya memikirkan cara untuk kekuasaan dan paling parah lagi menghalalkan segala cara. Kekuasaan tidak pernah diperiksa untuk apa kekuasaan itu, bagaimana, mengapa. Yang dipikirkan adalah cara untuk mencapai kekuasaan," jelas Donny saat berdiskusi di Megawati Institute, Jakarta, Selasa (5/3).

Donny menyamakan pemimpin yang tidak menggunakan akal sehatnya dengan pemimpin Nazi-Jerman Adolf Hitler. Menurutnya, Hitler ketika itu hanya mementingkan kekuasaan, meski cara yang ditempuhnya memakan korban.

Di samping itu, ujarnya, Hilter juga kerap menggunakan propaganda untuk mempertahankan kekuasaan. Karena itu, ia memperkirakan Indonesia nantinya akan dipenuhi dengan propaganda-propaganda jika nantinya pemimpin yang akalnya sakit menang pada Pilpres 2019.

"Kembali kepada Hitler, kita tahu ia punya menteri propaganda. Dia yang kemudian memutuskan bahwa kebohongan yang diputar berulang kali menjadi kebenaran. Jadi kalau merebut kekuasaan dengan propaganda, dengan kisah yang dibuat-buat. Kita bayangkan nanti kita akan memiliki kementerian propaganda, yang kerjanya membuat kisah, cerita, tentang asing asenglah," imbuhnya.

Kendati tidak menyebut nama pemimpin yang dimaksud, Donny mengisyaratkan pemimpin tersebut adalah kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang menjadi lawan politik Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Sebab, menurut klaim Donny, Jokowi dalam kampanyenya selalu menggunakan data dan pengalaman kerja.

Fadjroel Rachman saat berdiskusi di Megawati Institute di Jakarta, Selasa (5/3). (VOA/Sasmito)Fadjroel Rachman saat berdiskusi di Megawati Institute di Jakarta, Selasa (5/3). (VOA/Sasmito)

Sementara itu, mantan aktivis mahasiswa pada tahun 1980an Fadjroel Rachman berpendapat bahwa orang yang akalnya tidak sehat adalah orang yang mengajak kembali kepada rezim orde baru. Sebab, rezim Soeharto saat itu memimpin dengan cara-cara yang otoriter. Bahkan, Fadjroel menuturkan beberapa kali dipenjara karena menyuarakan aspirasi politiknya yang menentang orde baru saat kuliah di Institut Teknologi Bandung.

"Saya sekarang agak kebal terhadap kekerasan. Dulu di depan sel saya ada kolam kecil isinya lintah. Ada orang yang ditangkap, katanya berkelahi dengan tentara. Kemudian digebukin dan dimasukin ke kolam. Dia merintih semalam dan saya mau muntah," kenang Fadjroel.

Selain itu, menurut Fadjroel, rezim orde baru juga memberikan doktrin kepada warga untuk melanggengkan kekuasaannya selama 32 tahun. Termasuk mengontrol organisasi-organisasi masyarakat sipil dengan hanya membatasi satu organisasi di setiap bidang.

Kerap Sebar Hoaks

Menjawab hal itu, juru bicara capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak menuding bahwa justru pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin yang kerap menggunakan hoaks. Hal tersebut terlihat dari data-data yang digunakan Presiden Jokowi pada debat Pilpres yang kedua pada tengah Februari lalu.

"Narasi yang selalu mereka gunakan setiap statement Pak Prabowo mereka labeling dengan hoaks, contoh ketika Pak Prabowo (bilang) ada 11 ribu triliun rupiah (dana parkir di luar negerIi, red.), ramai-ramai mulai dari timses, Luhut, sampai Jokowi sendiri kompak mempertanyakan data itu, dan menegasikan statement Pak Prabowo tersebut, padahal data tersebut berulangkali disebutkan sendiri oleh Pak Jokowi," jawab Dahnil melalui pesan online kepada VOA.

"Jadi standar mereka ya begitu, menuduh dan me-labeling, pepatah bilang, "mendulang air terpercik muka sendiri" itu yang terjadi terkait sikap mereka," katanya.

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home