Loading...
OPINI
Penulis: Anil Dawan 18:00 WIB | Selasa, 16 Juni 2020

Eklesiologi Mesianis di Masa Krisis

Anil Dawan. (Foto: dok. Ist)

SATUHARAPAN.COM-Hari-hari ini saya merenungkan suatu pemikiran tentang bagaimana menggereja di saat pandemic Covid 19. Lantas saya mengingat kembali bahwa pada tahun 1999 saya pernah menulis skripsi saat studi S1 menggumuli tentang Ekklesiologi Mesianis di Masa Krisis. Pemikiran ini didasari oleh refleksi mengenai keberadaan gereja masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Bahwa sejatinya gereja adalah komunitas orang percaya yang tidak akan punah ditelan oleh jaman dan tantanganya.

Gereja sebagai ekklesia (persekutuan orang percaya) adalah bagian dari partisipasi karya Allah untuk menghadirkan tanda-tanda kehadiran Kerajaan Allah tersebut. Namun ada prinsip pengandaian yang mendasari hubungan kausalitasnya, yaitu jika gereja terus berpegang pada pengakuan dan pengharapan kepada Yesus Sang Mesias (Pengharapan Mesianik). Sehingga bertahan atau punahnya gereja dalam masa krisis sangat ditentukan oleh pengakuan gereja dan bagaimana pemahaman eklesiologi terhadap pengharapan mesianis tersebut.

Bagaimana gereja memahami identitas dan konsepsi identitasnya sekaligus merumuskan model menggereja dan implementasi dalam membangun jemaatNya perlu dirumuskan ulang dalam kondisi krisis pandemi COVID-19 ini.

Gereja dan Krisis

Gereja dan krisis adalah dua entitas yang terkait erat. Saat saya menulis skripsi tersebut dilatar-belakangi oleh krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Krisis ekonomi yang sudah mulai dirasakan pada penghujung tahun 1997 dan awal tahun 1998 seperti pil pahit yang harus ditelan oleh seluruh rakyat Indonesia. Krisis itu bukan saja yang paling dahsyat sepanjang 32 tahun terakhir di masa Pemerintahan Presiden Soeharto kala itu, tapi jauh lebih dirasakan lebih parah dari krisis yang terjadi tahun 1965.

Tingkat keparahan sebuah krisis sebenarnya lebih pada ditentukan oleh cara pandang terhadap krisis, dan kondisi sebelum krisis terjadi. Hal itu mempengaruhi daya tahan, daya lenting dan sekaligus daya lentur untuk belajar, beradaptasi, berubah dan bekerjasama. Jadi ada relasi antara internalisasi personal dan juga komunal merespon krisis. Yang dibutuhkan adalah preparaness (kesiapsiagaan) membangun resiliensi (daya tahan).

Krisis yang terjadi karena Pandemic COVID-19 juga berimbas pada gereja Setidaknya ada 7 (tujuh) tantangan gereja dalam masa pandemi yang dipaparkan oleh Bilangan Research yaitu terkait dengan: sebagian hamba Tuhan kehilangan kepercayaan diri dan khawatir tidak dibutuhkan, sekolah minggu terabaikan, jemaat merasa tidak ada engagement dengan gembala/pendeta, perpindahan anggota jemaat selama dan sesudah pandemi. Berbagai tantangan internal tersebut menjadi semacam early warning system atau wake up call bagi gereja menata ulang, reshaping terhadap pemahaman eklesiologisnya. dan masyarakat

Krisis: Ancaman atau Kairos Tuhan?

Mengutip tulisan Seri Selamat dari Pdt Andar Ismail, edisi “Selamat Berkarya” mengisahkan mengenai kejadian di Pulau Enggano, di mana di pulau tersebut ditemukan gudang penyimpanana makanan tentara Jepang. Jumlah penduduk pulau Enggano saat itu yang hanya 500 jiwa mendapat masing-masing empat karung beras, satu peti corned beef, satu peti ikan sardine, dan 10 kaleng besar biskuit. Akibatnya mereka tidak bekerja di sawah dan ladang mereka. Alhasil dua tahun berikutnya semua makanan yang dibagikan habis. Kemudahan selama dua tahun itu telah membuat mereka dinina bobokan, sehingga mengalami krisis bencana kelaparan.

Ini sebuah fakta bahwa kadang kemudahan membuat manusia terlena, sebaliknya krisis membuat manusia menjadi lebih belajar dan waspada. Pertanyaannya, apakah dalam krisis atau kemudahan, kita justru menemukan Kairos Tuhan? Kairos adalah kesempatan. Kairos dalam mitologi Yunani adalah personifikasi opportunity atau kesempatan.

Di Alkitab Perjanjian Baru (PB) Kairos adalah the appointed time in the purpose of God atau waktu yang ditentukan dalam tujuan Allah. Bahkan dalam etimologi kata krisis berasal dari Bahasa Yunani krisis (kata benda) dan krino (kata Kerja) yang berarti “menarik batas” ataupun “titik balik”. Sedangkan dalam kebijakan Tiongkok, mandarin krisis ditulis dengan Wei Ji yang artinya “bahaya” dan “peluang”. Penjelasan etimologis ini seolah mengarahkan kepada kita bahwa didalam krisis selalu terkandung peluang-peluang baru untuk menata dan memperbaharui kehidupan.

Ekklesiologi Mesianis Di Masa Krisis

Krisis adalah peluang untuk menata kembali dan me-redesign pemahaman ekklesiologi. Pengharapan mesianik lazimnya tumbuh dalam konteks yang menantang gereja untuk memiliki pengharapan. Konsep pengharapan Mesianik bertolak dari karya Kristus yang membangun jemaatNya dan gerejaNya di atas batu karang yang teguh yaitu pengakuan akan karya pemeliharaanNya. Sebagaimana Yesus sebagai Mesias datang untuk memberikan kehidupan bagi semua mahkluk, gereja perlu hadir untuk memberi hidup dan berkarya aktif merawat kehidupan.

Beberapa perenungan sekaligus point implikasi dari pemahaman eklesiologi di masa krisis adalah sebagai berikut:

Sebagaimana Yesus Sang Mesias yang memiliki sense of crisis dan menang atas krisis, maka gereja perlu memiliki kepekaan dan kepeduliaan terhadap jemaat dan masyarakat yang terdampak krisis. Memandang bahwa krisis adalah sebuah Kairos Tuhan, dan kesempatan untuk berubah, bertumbuh, berubah dan bekerjasama.

Krisis tidak dihindari namun dihadapi dengan kerelaan, keberanian hingga kemenangan. Krisis harus dihadapi secara komunal, bukan ego personal supaya tidak justru menimbulkan konflik dan benturan internal yang melemahkan kesatuan. Gereja harus bersatu padu menghadapi krisis sebagai tubuh Kristus sehingga semangat bela rasa atas dasar kasih kepada kaum yang paling rentan terdampak COVID-19.

Pembentukan gugus tugas di jemaat bekerja sama dengan gugus tugas daerah yang ada untuk merespon krisis sebagai dampak COVID-19 dalam semua bidang ekonomi, sosial, budaya melalui pemberian dukungan psikososial dan bantuan-bantuan yang diperlukan.*

-Penulis adalah Doktor yang menekuni sebagai trainer HRD dan aktivis kemanusiaan

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home