Eks Napiter Beri Pesan ke Siswa-Santri Agar Terhindar dari Teroris
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Mantan narapidana kasus terorisme (napiter) Suryadi Mas’ud memberi dua pesan kepada para siswa dan santri agar terhindar dari gerakan atau kelompok teroris yang mengancam, serta merusak keutuhan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ia membeberkan pesan pertama untuk terhindar dari kelompok ilegal itu adalah dengan mencintai Indonesia seutuhnya.
"Jangan mudah terprovokasi dengan keadaan apapun yang terjadi di dalam dan di luar negeri," kata Suryadi dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (6/11), saat menjadi narasumber dalam kegiatan Sekolah Damai oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Pondok Pesantren IMMIM Putra Makassar, Sulawesi Selatan.
Selain itu, kata dia, para generasi muda harus banyak mendekat kepada ulama moderat agar memiliki pemahaman agama yang lebih baik.
"Cintai orang tua, guru, sesama, meski mereka punya kesalahan, bantulah yang terzalimi meski tidak seagama, serta raihlah cita-cita dengan bersekolah yang baik, jangan membalas kezaliman dengan kezaliman yang lain," ujar dia meyakinkan para peserta kegiatan.
Suryadi juga menyarankan agar para guru di satuan pendidikan untuk mengawasi lebih ketat kegiatan rohani Islam (rohis) di sekolah, sebab kegiatan rohis sering disusupi dengan ustadz-ustadz beraliran sesat yang kerap menarik anak-anak muda.
Suryadi Mas'ud berasal dari Makassar dan dikenal memiliki jabatan mentereng sebagai duta (ambassador) ISIS di Asia Tenggara.
Ia tiga kali keluar masuk penjara dan sekarang telah bertobat dan berikrar kembali setia kepada NKRI, serta aktif membantu pemerintah melalui BNPT untuk melakukan program deradikalisasi.
Suryadi juga sempat bergabung dengan Al Qaeda di Moro, Filipina. Di sana ia ikut berperang dan dilatih menggunakan senjata dan membuat bom.
Selama masa kelamnya, dia pernah terlibat dalam Bom Bali I sebagai pengirim bahan baku bom, juga bom McDonald Makassar, dan serangan teroris di Sarinah, Thamrin.
Berdasarkan data BNPT, dia pun harus tiga kali keluar masuk penjara dan titik baliknya ketika Suryadi mendekam di Lapas Pasir Putih.
Di dalam lapas, dia dimasukkan ke sel sendirian dan hanya enam bulan sekali baru bisa melihat matahari. Namun, dalam masa itu dia banyak membaca buku-buku dari para alim ulama dan mulai saat itulah pencerahan mulai datang.
Suryadi sadar bahwa apa yang dilakukan selama ini salah dan tidak sesuai dengan ajaran agama Islam.
Kenali Gejala Lupus
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dokter spesialis penyakit dalam konsultan alergi imunologi klinik Univers...