Loading...
EKONOMI
Penulis: Eben E. Siadari 18:30 WIB | Kamis, 12 Januari 2017

Euromoney Kritik Keputusan Sri Mulyani atas JPMorgan

Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam sebuah karikatur karya karikaturis satuharapan.com Pramono Pramoedjo

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Majalah keuangan internasional yang sangat dihormati, Euromoney, mengeritik keputusan Kementerian Keuangan menghentikan kerjasama dengan JP Morgan Chase & Co  menyusul riset lembaga keuangan itu yang dianggap mengganggu stabilitas keuangan RI.

Euromoney memandang langkah itu tidak mencerminkan Indonesia yang selama ini dipuji telah berhasil melakukan reformasi pasar. Keputusan itu juga dinilai tidak bisa diterima logika.

Analisis Euromoney atas kebijakan Kemenkeu tersebut terungkap dalam sebuah tulisan di majalah yang berdiri pada 1969 itu, yang dibuat oleh Editor Asia majalah itu, Chris Wright, dengan judul Asia: Banning JPMorgan won’t help Indonesia., Rabu (11/1).

Tulisan ini menjadi penting karena pendapat Euromoney sering dijadikan oleh para investor dalam menilai keadaan suatu negara. Euromoney selama ini juga termasuk yang memuji Indonesia. Euromoney sendiri mengakui pengagum Sri Mulyani dan pada tahun 2008 memberikan penghargaan kepadanya, ketika ia menjabat menteri keuangan di bawah pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

Penghentian kerjasama Kemenkeu dengan JPMorgan sempat menjadi sorotan luas di dalam dan di luar negeri beberapa hari belakangan, dipicu oleh sebuah riset yang terbit pada 13 November lalu. Analisis itu  ditulis oleh Adrian Mowat, ahli strategi ekuitas untuk pasar yang sedang berkembang di JPMorgan di Hong Kong. Riset itu diterbitkan pasca kemenangan Donald Trump pada Pilpres AS. Dalam riset yang ditujukan kepada kliennya, ia menurunkan peringkat ekuitas Indonesia menjadi underweight, dan pada saat yang sama juga menurunkan peringkat Turki dan Brasil.

"Ada pecundang dari Trumponomics," tulis Mowat, menyoroti gejolak yang akan terjadi pasca kemenangan Trump, yang akan berpotensi meningkatkan risiko negara-negara sedang berkembang dan memicu pembalikan arus investasi.

Indonesia, dengan kepemilikan asing yang cukup tinggi pada aset-aset domestik, dianggap termasuk yang rentan. Dan karena itu, Mowat membuat rekomenasi taktis: "Kami pikir Anda akan mendapatkan kesempatan membeli yang lebih baik."

Menurut Euromoney, riset JPMorgan itu memang cukup berbahaya. Dan Indonesia kemudian memutuskan untuk menghentikan kerjasama dengan JPMorgan sebagai dealer utama Surat Utang Negara (SUN), dan juga tidak dipakai lagi sebagai penjamin penerbitan obligasi negara, termasuk untuk pasar internasional.

Euromoney meyakini aksi ini benar-benar datang langsung dari 'atas,' setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tidak hanya membela langkah itu, tetapi juga menambah persyaratan  pada perjanjian dengan para dealer utama SUN. Persyaratan baru itu,  dimaksudkan untuk menjamin mereka bekerja profesional, akurat dan menghindari konflik kepentingan.

Euromoney mencatat alasan Sri Mulyani untuk menghentikan kerjasama, yang mengatakan bahwa JPMorgan telah "memprovokasi perilaku irasional" dengan membuat komentar negatif pada saat yang sensitif. Namun, menurut Euromoney, jika ini yang jadi alasan, maka langkah Sri Mulyani menghentikan kerjasama dengan JPMorgan adalah berlebihan dan tidak produktif. Juga tidak masuk akal. Sebab jika memang itu alasannya, berarti lembaga keuangan seperti JPMorgan tidak boleh berkata negatif tentang Indonesia.

Euromoney mengingatkan bahwa Sri Mulyani dan Indonesia pada umumnya telah diasosiasikan dengan transparansi yang lebih baik, bukan sebaliknya. Sri Mulyani sendiri adalah mantan direktur Bank Dunia dan memiliki reputasi sebagai reformis. Euromoney memberikan penghargaan kepada Sri Mulyani pada tahun 2008.

Dikatakan pula bahwa setiap pasar dimana pun yang berharap mempertahankan masuknya modal asing, memerlukan tingkat keterbukaan informasi tertentu, termasuk kebebasan mengeritik. "Jika investor berpikir mereka tidak dapat mempercayai riset independen, mereka cenderung mengabaikannya, dan dengan demikian mereka akan mengabaikan seluruh pasar. Sri Mulyani tahu itu; (Jadi) itu tidak bisa menjadi alasan (untuk menghentikan kerjasama)," tulis Euromoney.

"Jika argumennya adalah JPMorgan  memiliki konflik kepentingan, itu juga tidak jelas. Mungkin jika laporan itu menyinggung utang Indonesia, akan sedikit masuk akal, tetapi ini adalah laporan makro dengan rekomendasi taktis sementara pada ekuitas, disajikan bersama dengan (analisis) terhadap negara-negara lain, dengan usulan bahwa keadaan akan berbalik ketika valuasi akan menjadi lebih menarik," tulis Euromoney.

"Dan jika ada konflik kepentingan antara dealer utama yang menjual obligasi dengan lembaga penelitian afiliasinya, tidakkah akan menjadi konflik yang lebih besar jika JPMorgan menyuruh orang untuk membelinya?"

Sangat Mengejutkan

Euromoney mengatakan bahkan lembaga keuangan yang paling berpengalaman di Indonesia pun terkejut dengan apa yang terjadi pada JPMorgan. Mereka tidak asing dengan kebiasaan Kemenkeu memanggil mereka dan mendengarkan permohonan pemerintah agar lebih sensitif dalam riset mereka.

Banyak yang berpikir langkah yang diambil Indonesia berasal dari ketidakpuasan yang sudah lama terhadap JPMorgan dan menurut Euromoney, alasan ini mungkin lebih mendekati kebenaran. Beberapa artikel, terutama dari Barron, telah muncul sebelum analisis yang dibuat oleh JPMorgan, yang menciptakan kegaduhan dan memicu kegusaran Kemenkeu. Euromoney juga mendapat informasi dari sejumlah broker domestik bahwa ada gangguan yang ditimbulkan oleh lembaga-lembaga keuangan internasional  yang mengambil keuntungan dari penjualan surat utang Indonesia, kadang-kadang di tengah gejolak yang tidak ada kaitannya dengan Indonesia.

Bila mengikuti analisis ini, Euromoney menilai Kemenkeu telah menunggu kesempatan untuk menendang JPMorgan, dan kesempatan itu dianggap tiba saat ini. Mungkin juga langkah ini bagi Sri Mulyani sebagai langkah untuk menunjukkan sikap terhadap apa yang ia anggap sebagai  'tembok Tiongkok' yang lemah  di bank-bank investasi Barat.

Belum jelas apa yang akan dilakukan oleh para dealer utama lainnya, termasuk Deutsche, Standard Chartered dan Citigroup  terhadap riset-riset mereka. "Tetapi tidak akan terpikirkan apabila para analis regional mereka tidak diperbolehkan mengekspresikan pandangan makro mereka atas pasar modal di negara dimana mereka berada," tulis Euromoney.

Ada rumor bahwa Bank Indonesia tidak setuju dengan langkah Kemenkeu. Jelas, bahwa Indnesia menkhawatirkan gejolak arus modal --seperti yang terjadi pada tahun 2013 -- tapi langkah memutus kerjasama dengan JPMorgan bukan cara untuk melindungi negara dari keadaan seperti itu.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home