Loading...
INSPIRASI
Penulis: Cordelia Gunawan 11:12 WIB | Kamis, 01 September 2022

Extraordinary, It’s Not A Curse, It’s A Blessing

Extraordinary, It’s Not A Curse, It’s A Blessing
Sindrom asperger (Foto : Canvapremium)
Extraordinary, It’s Not A Curse, It’s A Blessing
Ilustrasi Sindrom asperger dalam keluarga (Foto : Canvapremium)
Extraordinary, It’s Not A Curse, It’s A Blessing
Film Korea Extraordinary Attorney Woo (https://www.instagram.com/astoryofficial/)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM, Film Extraordinary Attorney Woo adalah sebuah film Korea produksi Netflix yang berhasil merajai posisi no 1 di 20 negara. Film ini berkisah mengenai seorang pengacara perempuan muda, Woo Young Woo, penderita Sindrom Asperger. Ia mempunyai kecerdasan di atas rata-rata namun susah sekali mendapatkan pekerjaan. Sekali pun, Woo Young Woo diceritakan lulus cum laude dari fakultas hukum, tidak ada satu kantor hukum pun yang mau mempekerjakannya. Alasan ia tidak mendapatkan pekerjaan karena ia berbeda dengan yang lain. Akhirnya ia mendapatkan kesempatan bekerja di sebuah firma hukum, namun keberadaannya membuat ia tidak mudah diterima oleh banyak orang.

Dengan cantik dan menyentuh hati, film ini menggambarkan juga pergumulan Woo Young Woo, sebagai penderita sindrom asperger, berjuang tidak hanya dalam karier namun juga dalam kisah percintaan. Pada akhir cerita, Woo Young Woo berhasil menjadi pegawai tetap di firma hukum terkemuka, bahkan ia mampu menyelesaikan banyak kasus hukum. Ini semua terjadi tidak lepas dari penerimaan orang-orang di sekitarnya.

Sindrom asperger tidak sama dengan autisme, sekali pun asperger masuk dalam kategori gangguan spektrum autisme. Seorang yang mengidap sindrom asperger memiliki kecerdasan di atas rata-rata, namun ia mengalami gangguan pada sistim saraf yang membuat ia sulit berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Gangguan yang dialami ini tentu berdampak dalam keseharian. Sebagaimana diceritakan dalam film Extraordinary Attorney Woo, bagaimana tokoh utamanya mengalami kesulitan untuk diterima dengan segala keberadaannya.

Itulah yang kita alami dalam kehidupan sehari-hari. Kita sulit menerima mereka yang mengalami gangguan dan akibatnya berbeda serta dianggap tidak normal. Bahkan tidak jarang pihak terdekat pun merasa malu jika ada anggota keluarga yang mengalami sindrom asperger atau ternyata orang terdekat kita dinyatakan penderita autisme. Kegagapan kita menerima penderita autisme akan membuat mereka juga tidak akan mampu menunjukkan yang terbaik dalam kehidupannya.

Albert Einstein konon adalah juga seorang penderita sindrom asperger. Apa yang membuat ia akhirnya sukses bahkan menjadi seorang ilmuwan? Semua berawal dari penerimaan dan kesempatan yang diberikan oleh sang ibu. Saat dunia pendidikan formal saat itu tidak menyisakan tempat dan kesempatan untuk seorang Albert Einstein, sang ibu dengan cinta menerima dan mengajar Albert Einstein.

Seseorang bisa menunjukkan prestasi luar biasa, bisa berprestasi dengan optimal saat ia diterima dan diberi kesempatan. Saat kita tidak menganggap penderita autisme sebagai orang aneh namun menganggap mereka sebagai “extraordinary”, maka dalam penerimaan dan kesempatan mereka akan juga berproses menunjukkan yang terbaik dari dirinya. Namun sebaliknya saat dunia tidak memberi kesempatan, saat dunia bahkan menolak dan memberikan penghakiman, maka mereka tidak akan mampu berkiprah dengan luar biasa.

Saat dalam perjalanan kita diberikan kesempatan berjumpa, bahkan jika ternyata orang terdekat kita adalah seorang autisme, jangan lah kita berkecil hati, namun yakinlah bahkan seorang autisme dapat melakukan banyak hal dan mengukir banyak prestasi, saat kita mau menerima dan memberikan kesempatan. Jangan berpikir kita tidak dapat melakukan apa-apa, sebuah senyuman, sebuah penerimaan dan kesempatan dapat mengubah hidup seseorang yang bahkan pada akhirnya bisa saja mengubah dunia. Extraordinary, it’s not a curse, it’s a blessing.

Editor : Eti Artayatini


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home