Loading...
BUDAYA
Penulis: Sotyati 11:57 WIB | Senin, 17 Agustus 2015

Festival Kelola 2015: 15 Tahun untuk Seni Indonesia

Ilustrasi: Indonesia memiliki banyak seniman berbakat yang aktif berkarya tanpa dukungan memadai. Untuk mendorong seniman agar terus menghasilkan karya dengan kualitas yang semakin baik, sejak tahun 2001 Kelola menawarkan program Hibah Seni. (Foto: Dok Kelola)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Untuk pertama kalinya setelah 15 tahun berdiri, Kelola menyelenggarakan Festival Kelola 2015 di universitas-universitas di Jakarta dan Malang. Festival ini akan mementaskan kembali karya-karya peraih hibah Kelola dan karya seni pertunjukan kontemporer terpilih, serta memutar film-film dokumenter dari Program Komunitas Kreatif.

Festival Kelola 2015 adalah upaya Kelola untuk menumbuhkan apresiasi generasi muda terhadap seni dan menumbuhkan penonton-penonton baru bagi seni pertunjukan Indonesia.

“Kemacetan Jakarta membuat jarak menjadi tantangan besar dalam menonton pertunjukan di gedung-gedung pertunjukan yang cukup jauh dari tempat kerja dan tempat tinggal warga Jakarta. Ini mengapa Kelola mengadakan Festival Kelola di universitas, agar pertunjukan dekat dengan penontonnya,” ujar Amna S Kusumo, Direktur Yayasan Kelola, yang juga peraih John D Rockefeller 3rd Award 2014 atas prestasi dan kontribusinya sebagai pelopor dalam bidang manajemen seni di Asia Tenggara, juga sebagai advokat yang memperjuangkan seni Indonesia agar diapresiasi secara internasional.

Pada tahun 1999, Kelola hadir di kalangan praktisi seni dengan langkah yang kurang populer, yaitu menyelenggarakan lokakarya manajemen seni.

Setelah setahun menyelenggarakan lokakarya, progam-program reguler Kelola mulai dirancang. Magang Nusantara diluncurkan pada tahun 2000 sebagai upaya membuka akses pembelajaran bagi praktisi seni di organsiasi-organisasi kebudayaan dan kesenian. Menyusul program Hibah Seni pada 2001 untuk membantu seniman yang terkendala dana dalam proses kreasi dan pementasan karya.

Dalam 15 tahun perjalanannya, Kelola berkembang sesuai kebutuhan yang mendesak di dunia seni Indonesia.

Beberapa program reguler muncul di kemudian hari merespons dinamika dunia seni Indonesia. Empowering Women Artists (EWA) mendukung seniman perempuan lebih berdaya, berpengetahuan, dan berkarya, untuk merespons minimnya seniman perempuan yang produktif saat itu.

Program EWA dimulai tahun 2008 hingga 2013, dilanjutkan dengan Hibah Cipta Perempuan pada 2014 yang lebih fokus mendukung seniman perempuan untuk berkarya.

Kelola juga menyelenggarakan lokakarya tematik yang menjawab permintaan dan kebutuhan seniman-seniman Indonesia, mulai dari tata cahaya, stage management, penulisan buku program, kuratorial, penulisan kritik, koreografi, penyutradaraan dan keaktoran, media sosial, dan sebagainya.

Pada tahun 2009 Kelola membuka program Theatre for Development and Education (TDE) sebagai bentuk dukungan Kelola kepada insan-insan teater atas perhatian mereka pada isu sosial.

Pada tahun 2013, TDE berkembang menjadi Komunitas Kreatif, yang lebih luas cakupannya, untuk memberdayakan masyarakat melalui kesenian dan kegiatan kreatif.

Universitas-universitas di Jakarta dan Malang

Tahun ini, bersamaan dengan HUT ke-15, Kelola membidik salah satu pemangku kepentingan seni pertunjukan yang selama ini belum disentuh secara optimal, yaitu penonton. Melalui Festival Kelola 2015, Kelola mempersembahkan seniman-seniman seni pertunjukan berbakat, yang selama ini menjalin kerja sama dengan Kelola, ke universitas-universitas di Jakarta dan Malang yang tidak terkonsentrasi pada bidang seni.

Penampil di festival ini adalah Gilang Ramadhan & Komodo (Jakarta), Nan Jombang Group (Padang), Danang Pamungkas (Solo) , dan Yola Yulfianti (Jakarta).

Pemutaran film dan diskusi karya-karya film anak-anak Komunitas Kreatif Flores 2014-2015, serta lokakarya film dokumentar di Universitas Brawijaya Malang akan difasilitasi Dwi Nugroho, salah satu fasilitator Komutas Kreatif Kelola.

Gilang Ramadhan menyampaikan selamat atas terselenggaranya Festival Kelola 2015 dengan dukungan Hivos, “Saya senang sekali dengan ide menyelenggarakan festival seni di lingkungan kampus, dan memperkenalkan musik kontemporer berbasis tradisi seni budaya NTT yang belum terlalu populer di telinga masyarakat.”

Dia berharap lebih banyak lagi kesempatan kerja sama yang baik antara kampus dan praktisi seni untuk memelihara dan menumbuhkembangkan keragaman budaya Indonesia. “Semoga Kelola terus berperan aktif mengedukasi masyarakat dan mengangkat karya seni para seniman Indonesia,” ujar Gilang.

Tentang Kelola

Didirikan pada tahun 1999, Kelola merupakan sebuah organisasi nirlaba berjangkauan nasional, yang mendukung pelaku seni Indonesia untuk berkarya dan berdaya saing di dunia internasional melalui upaya dialog, saling berbagi keahlian dan pengetahuan. Kelola juga mengupayakan terbentuknya jaringan yang luas antara seniman dan penikmat seni di Indonesia, Asia, dan komunitas global.

Semua program Kelola bersifat kompetitif dan pelamar dipilih melalui proses yang transparan oleh suatu tim seleksi yang keanggotaannya berganti-ganti. Lebih dari 3.500 seniman dan pekerja seni di 34 provinsi Indonesia telah dijangkau Kelola melalui program program edukatif, antara lain, Lokakarya, Magang Nusantara, Hibah Seni, Teater Pemberdayaan, dan Pemberdayaan Seniman Perempuan.

Hibah Seni merupakan salah satu program tahunan Kelola, yang menanggapi keterbatasan dukungan pendanaan bagi seniman tari, musik, teater di Indonesia. Sejak tahun 2001, Kelola telah menerima lebih dari 1,400 proposal Hibah Seni, dan seniman yang lolos seleksi telah menghasilkan 203 karya seni pertunjukan dengan jumlah penonton 115,443 orang di 24 provinsi di Indonesia. (PR)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home