Loading...
BUDAYA
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi 01:31 WIB | Sabtu, 08 April 2017

Gajah Oling di Atas Catwalk

Gajah Oling di Atas Catwalk
Firman Sauqi dengan karya batik desainnya Sekar jagad yang turut dipamerkan dalam acara Mahakarya Bumi Blambangan di Taman Budaya Yogyakarta. (Foto-foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)
Gajah Oling di Atas Catwalk
Motif kain batik Banyuwangi: Gajah Oling.
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Membicarakan batik, ada salah kaprah pandangan di kalangan masyarakat umum berupa selembar kain. Batik mengacu pada proses membuat selembar kain putih menjadi bermotif dalam proses membatik (lengreng), menembok (mopok), mewarnai (nyelup), meluruhkan malam (nglorot), hingga penjemuran.
 
Di Indonesia, kain batik menjadi salah satu khasanah penanda sebuah daerah. Mulai Aceh hingga Papua hampir semua daerah memiliki kain batik dengan ciri khas dan ragam motif yang unik. Kain batik pesisiran banyak ditemui hampir sepanjang pantai utara Jawa mulai dari batik Banten Serang hingga Banyuwangi. Meskipun saat ini sebagian besar masyarakat lebih mengenal batik Cirebon, batik Pekalongan, ataupun batik Lasem namun hampir setiap kabupaten semisal Bekasi, Batang, Kudus, Sidoarjo, hingga Bondowoso dengan ragam motif, corak, warna yang berbeda.
 
Ditemui satuharapan.com, Jumat (7/5) dalam acara Mahakarya Bumi Blambangan (MBB) di Taman Budaya Yogyakarta, Firman Sauqi pengrajin Batik Godho dari Banyuwangi Jawa Timur menjelaskan bahwa motif "Gajah Oling" menjadi salah satu ciri khas batik Banyuwangi. Batik Banyuwangi mulai menggeliat kembali sejak tahun 2000-an. Membaca perkembangan yang ada Pemerintah Kabupaten Banyuwangi melihat sebagai peluang pengembangan batik pesisiran Banyuwangi. 
 
Sejak tahun 2012 Pemkab Banyuwangi menggelar acara Banyuwangi Batik Festival (BBF). Dalam penyelenggaraan yang pertama kalinya diusung tema "Gajah Oling". Tahun-tahun berikutnya mengusung tema "Kangkung Setingkes", "Paras Tumpal", "Sekar Jagad". Pada BBF 2017 yang rencananya digelar pada bulan Oktober akan mengangkat tema "Kopi Pecah".
 
"Batik Gajah Oling itu batik kuno (Banyuwangi). Gajah Oling sendiri memiliki filosofi dan makna dari pucuk senjata (kerajaan) Blambangan," kata Firman. 
 
Lebih lanjut Firman mengakui bahwa Gajah Oling belum tereksplor secara filosofi di kalangan perajin batik. Interpretasi atas motif berupa serangkaian bunga seperti telaling (belalai) gajah masih beragam. Ada yang mengartikan gajah itu sesuatu hal yang besar oling itu eling sehingga Gajah Oling dimaknai sebagai mengingat-ingat Tuhan yang maha Besar.
 
"Perajin Batik Banyuwangi mengikuti perkembangan mode (dalam mengembangkan desain, motif, warna batik). Motif Gajah Oling sendiri berlatar putih (bledhak), meskipun dalam perkembangannya pembatik mencoba bereksperimen dengan membuat warna latar lain." jelas Firman. Dalam sebulan Firman mampu menjual 150 lembar batik tulis dan 500-an lembar batik cap Banyuwangi dengan rentang harga mulai Rp. 90.000 hingga Rp. 350.000.
 
Motif batik pesisiran Banyuwangi banyak memunculkan flora-fauna meskipun banyak juga pengaruh dari mataraman (parang, kawung). Saat ini Firman bersama paguyuban batiknya yang beranggotakan 20 pegiat batik Banyuwangi sedang dalam proses repro desain klasik batik Banyuwangi yang didapatkan dari jaringan teman-temannya di Belanda. Desain batik Banyuwangi klasik sendiri banyak tersimpan di museum Belanda.
 
Dalam acara Indonesia Fashion Week 2017 yang digelar digelar pada 1-5 Februari lalu di Jakarta Conventon Centre (JCC), batik Banyuwangi sempat mencuri perhatian pengunjung saat memunculkan motif Sekar Jagad.
 
Bisa jadi dalam benak generasi paruh baya, mendengar kata Gajah Oling yang terlintas di benak adalah ekspedisi angkutan barang lintas pantura: truk Gajah Oling. Namun bagi generasi muda, Gajah Oling adalah trademark baru Banyuwangi dalam selembar kain batik yang melilit tubuh model di atas catwalk.

 

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home