Loading...
BUDAYA
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi 01:55 WIB | Sabtu, 22 Juli 2017

Gamelan sebagai Perekat Pergaulan

Penampilan Sekar Alas (Australia) pimpinan Guy Tunstill pada YGF 22 di gedung pertunjukan Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri (PKKH) UGM, Jumat (21/7) malam. (Foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Tahun ini Yogyakarta Gamelan Festival (YGF) memasuki tahun penyelenggaraan yang ke-22. Setelah dibuka dalam prosesi sederhana dengan tumpengan Kamis (20/7) siang di gedung pertunjukan Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri (PKKH) UGM di Bulaksumur, malam harinya dimeriahkan oleh penampilan pembuka kolaborasi grup musik gamelan kontemporer Sharon groove mengiringi penampilan “Gamelan Signal to Outer Space”, sebuah mesin pengirim sinyal karya ISSS (Indonesia Space Science Society) yang dikembangkan oleh v.u.f.o.c di pelataran PKKH-UGM.

Membuka panggung di gedung PKKH-UGM Jumat (21/7) malam, musisi dari Australia, David Kotlowy membawakan dua komposisi dalam dua laras berbeda. Repertoar pertama berjudul "Kreasi Kaki Lima" dimainkan dalam laras slendro, sementara pada komposisi "Kincir Air" dimainkan dengan laras pelog.

Gamelan Hadroh Maduseno asal Pajangan-Bantul pimpinan Heru Parjono membawakan lima komposisi dengan memadukan unsur tembang Jawa dan syair Arab dalam pementasan kolaborasi hadroh dan gamelan. Dalam pementasannya Hadroh Maduseno turut melibatkan anak-anak.

Kelompok gamelan asal Australia, Sekar Alas pimpinan Guy Tunstill membawakan tiga komposisi klasik garapan Blacius Subono. Ketiga komposisi tersebut adalah Pambuka Sekar dalam laras slendro, Ketawang Laras Maya, serta penutup Sekar Alas dengan laras slendro.

Mengakhiri penampilan hari pertama grup gamelan dari Malang, Djomblo ensemble menyuguhkan pementasan yang menarik baik dalam penyajian maupun konsep yang dimainkan. Grup yang berisi remaja membawakan tiga komposisi dengan mengambil inspirasi dari konflik yang terjadi di Tumapel saat dipimpin Tunggul Ametung.

Djomblo ensemble mengawali penampilannya dengan repertoar "A Kidnap" yang mengisahkan penculikan penguasa/akuwu Tumapel Tunggul Ametung pada Dedes muda untuk dijadikan istrinya. Kisah penculikan Dedes dituangkan Noerman Rizky dalam komposisi permainan gamelan yang cukup dinamis. Noerman Rizky selaku pimpinan Djomblo ensemble sekaligus bertindak selaku conductor layaknya pertunjukan orkestra, sebuah hal yang tidak lazim dilakukan dalam pementasan gamelan. Conductor dalam pementasan gamelan biasanya diperankan oleh pengendang dengan irama ritmis pukulan kendangnya mengomando tempo permainan niyaga-nya.

Dalam repertoar keduanya Djomblo ensemble menampilkan komposisi berjudul "Kemelut" yang terinspirasi dari cinta segitiga antara Ametung-Dedes-Angrok. Komposisi ini dimainkan dengan tempo yang cepat-dinamis menggambarkan perebutan cinta antara Ametung-Angrok pada Dedes. Pada akhirnya, Dedes-lah yang memenangi pertikaian Ametung-Angrok. Pada komposisi ini Noerman Rizky bermain-main dengan gerakan seorang conductor yang memerintahkan niyaga memukul gamelan dalam arahannya. Kondisi ini sebenarnya memungkinkan Noerman Rizky melakukan improvisasi keluar dari komposisi yang sudah disusun sebelumnya.

Dalam repertoar terakhirnya Djomblo ensemble memainkan komposisi berjudul "Papat Mungsuh Songo" yang menceritakan kerisauan Dedes sebagai ibu atas konflik-pertikaian yang terjadi diantara kedua anaknya dari bapak yang berbeda dalam memperebutkan kekuasaan.

Penyajian komposisi permainan gamelan dalam sebuah format orkestra (modern) lengkap dengan conductor menjadi tawaran menarik terlebih ketika komposisi yang disusun merupakan tematik dari rekonstruksi sebuah kejadian yang saling terhubung.

YGF ke-22 akan berlangsung hingga 23 Juli 2017 di PKKH-UGM dan IFI-LIP. Hingga penyelenggaraan ke-22, YGF telah banyak mampu membangun persahabatan lintas pelaku seni gamelan, lintas disiplin seni pertunjukan, lintas adat-istiadat, lintas budaya, bahkan lintas negara dalam semangat persaudaraan. Dalam kelakarnya direktur program YGF, Ari Wulu menyebutkan bahwa srawung (pergaulan) adalah sekolah tanpa perlu ada kepala sekolah: berdiri sama tinggi duduk sama rendah.

Dan YGF sejauh ini menjadi media srawung bagi pelaku seni gamelan, pecinta gamelan, serta masyarakat luas sekaligus menjadi gambaran pergaulan yang setara, egaliter, dan multi-arah dengan tetap menjaga nilai-norma yang ada sebagaimana semangat memainkan gamelan itu sendiri, beragam tangan dalam sebuah irama yang padu (many hands one beat): harmoni.

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home