Loading...
DUNIA
Penulis: Reporter Satuharapan 20:40 WIB | Selasa, 10 November 2015

Gedung Putih Jadi Saksi Pertemuan Damai Obama-Netanyahu Soal Iran

Presiden AS Barack Obama (kanan) menerima PM Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih hari Senin (9/11) (Foto: voaindonesia.com)

WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM – Presiden Amerika Barack Obama dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, pada Senin (9/11), bertemu di Gedung Putih untuk menghilangkan perselisihan dalam negosiasi yang dipimpin Amerika Serikat soal kesepakatan nuklir Iran awal tahun ini.

Pembicaraan itu terjadi pasca tentangan keras PM Israel Benjamin Netanyahu terhadap perjanjian nuklir Iran yang dirundingkan bulan Juli oleh Amerika dan lima negara adidaya. Namun, Presiden AS Barack Obama menyebut ketidaksepahaman atas isu itu kecil dibandingkan dengan kepentingan menyeluruh dari hubungan Amerika Israel. 

"Bukan rahasia, perdana menteri dan saya berselisih soal isu yang satu ini, tetapi kami sepakat mengenai perlunya memastikan bahwa Iran tidak mendapat senjata nuklir," kata Obama.

Kedua pemimpin negara tersebut menyambut hangat aliansi keamanan dan militer yang sudah berlangsung sejak lama antar kedua negara, bahkan Obama menyebut keamanan Israel merupakan salah satu tujuan utama kebijakan luar negerinya.

Obama mengatakan bahwa dirinya dan Netanyahu akan membahas cara memadamkan kegiatan ISIS, Hizbullah, dan kelompok-kelompok gerilyawan lain yang telah melancarkan teror.

Meskipun Obama menyadari adanya tentangan Israel terhadap perjanjian nuklir yang akan membatasi program nuklir Iran dan sekaligus mencabut sanksi-sanksi ekonomi terhadap negara itu, Obama mengatakan kedua pemimpin akan menemukan kesamaan untuk mengatasi destabilisasi kegiatan yang mungkin dilakukan Iran.

Pejabat-pejabat pemerintahan Obama pekan lalu mengatakan bahwa Presiden Amerika itu tidak lagi yakin bahwa perjanjian pembentukan negara Palestina bisa tercapai sebelum masa jabatannya berakhir pada awal tahun 2017.

Netanyahu merupakan salah seorang dari pengecam keras perjanjian Iran, dengan mengatakan perjanjian itu tidak akan mengurangi upaya Iran memiliki senjata nuklir dan akan membahayakan Israel. Beberapa jam sebelum meninggalkan Israel, Netanyahu mengatakan pembicaraan di Washington akan dipusatkan pada penguatan keamanan Israel.

“Saya kira tidak ada orang yang meragukan tekad Israel untuk membela diri terhadap teror dan kehancuran. Dan seharusnya tidak ada yang meragukan kesediaan Israel untuk berdamai dengan negara tetangga yang secara tulus ingin mencapai perdamaian dengan kami,” papar Netanyahu.

Israel telah menerima bantuan militer dari Amerika sebesar lebih dari tiga trilyun dolar per tahun dan beberapa pejabat mengatakan Netanyahu berharap bisa meningkatkan bantuan militer itu menjadi empat hingga lima milyar dolar per tahun. Perjanjian pemberian bantuan militer selama 10 tahun sekarang ini akan berakhir tahun 2017.

Obama dan Netanyahu juga membahas gelombang aksi kekerasan terbaru Israel-Palestina sejak dua bulan lalu di tempat suci Yerusalem, yang meluas ke seluruh Israel serta Tepi Barat dan Jalur Gaza.

"Menurut saya, ini kesempatan yang sangat penting bagi kami untuk bekerja sama mencari cara mempertahankan diri melawan agresi dan teror ini. Bagaimana kami bisa berperan. Ini tugas yang menakutkan," kata Netanyahu.

Menurut cendekiawan Brookings Institution Natan Sachs, setelah kesepakatan Iran diterapkan, kepentingan kedua negara kembali selaras.

"Mereka kembali ke isu-isu penting yang memang harus dibahas kedua negara," ujar Sachs. (voaindonesia.com)

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home